2. Pernikahan

***

"Makasih ma. Oh ya pah,  kan papah udah jadi presdir terbesar di negara ini. Soal persiapan nikah bukan masalah besar dong ya." sahut Arfen enteng.

"Hmmm hmmm, kayaknya papa udah terlalu manjain kamu. Sekarang papa kasih kamu pilihan, mau nikah dalam dua hari habis itu mengolah perusahaan kecil papa dan bukan lagi perusahaan utama. Atau, mau nikah dua minggu lagi,  dan kamu tetap jadi presdir di perusahaan utama keluarga Arkasa?"

Arfen menaikkan sebelah alisnya. Dia cukuk terkejut atas tawaran papanya ini.

"Mending nikah dua minggu lagi deh ka, buat persiapan yang matang." Timpal Shiren. Meskipun terkesan bodomat, Shiren masih punya otak loh.

"Arfen sih milih nikah dua hari,  dan jalanin perusahaan kecil."

Begitulah kata-kata Arfen yang menghantarkan keduanya duduk di atas pelaminan, tepat dua hari setelah kejadian itu.

Thifa duduk santai,  seolah tak perduli dengan bacotan-bacotan di sekitarnya. Pernikahan mereka menjadi Trending topic minggu ini. Banyak manusia kalangan elite yang hadir.

"Sayang yakin mau tetap pakai penutup wajah itu? Gak mau di buka?" bisik Arfen tepat di leher Thifa. Membuat gadis itu mampu mendengar deruan nafasnya. Eh gadis?! Tidak lagi! Lathifa Kanneira sudah menikah, dan menjadi Nyonya Arkasa.

"Enggak ah males. Ntar di julidin. Mending gini aja." Sahut Thifa agak memperbaiki penutup wajahnya. Bagian kain senada dengan gaun putihnya yang menutupi hidung sampai kelehernya.

Thifa melihat Arfen menggoyangkan kakinya tak tenang.

"Ada apa?"

"Lama banget acaranya, kan pe--"

Sebelum Arfen menyelesaikan ucapannya,  sudah ada Tangan Thifa yang menyumpalnya.

"Haha, Halo pasangan newbie. Siapa yang sangka,  tepat dua hari setelah kami menikah,  kalian nyusul? Kenapa?" Celetuk Riyan yang entah dari mana asalnya, udah naik aja di atas pelaminan. Tentu bergandeng tangan dengan istri mungil kesayangannya.

"Eh,  Halo Vania. Apa kabar?" Sapa Thifa menyambut pelukan Vania.

"Baik kak, kakak kenapa gak bilang bakal nikah secepat ini?"

Thifa hanya bisa menebar senyum sebisanya. itu karna orang ini yang ngajak nikah dadakan. Rutunya dalam hati, namun senyum terlukis di wajahnya. Tapi perasaan ini,  enggak buruk juga. Mendebarkan, dan menyenangkan.

Tak ingin kalah dari para wanita. Riyan dan Arfen saling berpelukan sahabat.

"Ini baru lo Fen. Gue kira lo waktu itu cuma bercanda."

"Gak ada candaan untuk memperjelas hubungan. Lo tau sendiri kan,  sebucin apa gue. Gue juga udah lama pengen nikah sama Thifa."

Baguslah,  pembicaraan mereka kali ini sedikit normal.

***

Awalnya niatnya pengen melakukan ritual malam pertama. Tapi,  siapa sangka mempersiapkan pernikahan megah dalam dua hari bagi Arfen akan semelelahkan ini.

Baru masuk kamar saja Arfen sudah membantingkan tubuhnya,  tanpa mandi dulu atau bahkan mengganti pakaiannya.

Thifa yang baru saja selesai mandi hanya bisa menggeleng melihat kelakuan suaminya. Mau tidak mau Thifa juga harus terbiasa. Ya,  ini kan memang ciri khaa suaminya.

Thifa melepas sepatu yang masih Arfen kenakan. Membuka jas hitam itu. Dan perlahan membuka kemeja putih. Dua kancing telah terbuka, harus Thifa akui fokusnya sedikit berbelok. Dia fokus dengan dada bidang Arfen.

Thifa menggelengkan kepalanya pelan, melanjutkan membuka kemeja Arfen,  untuk di ganti dengan kaos yang lebih nyaman.

"Thif,  kamu kalo lagi pengen. Ngomong aja Thif. Gak usah sampe gerak sendiri. Aku juga ikhlas kok kerja sama dalam hal ini." Celetuk Arfen Tiba-tib menyentuh tangan Thifa. Matanya perlahan terbuka. Satu tangannya ia tarik ke belakang kepalanya. Mata sayunya tak lepas dari memandang istrinya ini.

"Aku tau lebih baik perempuan yang mulai duluan. Tapi tolong yah Fen. Enggak usah ge-er. Aku cuma mau ganti kemeja kamu jadi kaos yang lebih nyaman."

Chuppp

Mana Arfen peduli, Thifa sudah memancingnya. Apa itu lelah tubuh? Arfen sudah tidak lagi merasakan lelah saat bibirnya sudah dia persatukan dengan bibir Thifa.

Malam itu niatnya mau tidur, tapi begadang lebih baik menurut Arfen. Mereka melakukan ya apa yang biasa suami istri lakukan.

***

Empat hari sudah berlalu, tidak ada honeymoon keluar negri di dalam perniakahan Arfen dan Thifa. Karna mereka harus segera mengelola perusahaan kecil yang hampir punah itu. Dan hari ini, keduanya sudah bangun lebih pagi untuk berangkat kerja.

Arfen sudah rapi dengan style bergengsinya, semua pakaian ber merk, jam yang harganya tidak tanggung-tanggung melingkar di pergelangan tangannya. Apalagi penampilannya itu di dukung oleh wajahnya yang ketampanannya tidak perlu di pertanyakan.

Tapi tidak dengan Thifa yang memakai kemeja putih, dan rok hitam. Berbalut jas hitam yang senada dengan roknya. Penampilan simple dan sederhana.

Sejak melangkah menuruni anak tanggan, sampai berhenti di meja makan. Tak sekalipun Arfen melepas tangan Thifa. Entah apa maksudnya, siapa juga yang mau menculik Thifa di rumah itu.

"Udah kayak om mesum gandeng cewek polos ya?" celetuk Shiren santai sembari mengoles selai di atas rotinya.

"Arfen, siapa bilang kamu ke kantor bakal pakai, pakaian seperti itu. Papa sudah siapkan pakaian untuk kamu. Cepat ganti, dan pakai ini." Nathan menyerahkan totabag yang sedari tadi berada di atas meja makan.

"Sekarang pa?"

"Mau papa usir?" sahut Nathan tak kalah menjengkelkan dari putrnya.

Arfen dengan rasa penasaran yang tinggi membuka totabag nya. Dia bisa melihat busa-busa, kumis palsu, kemeja biasa, dan jas biasa, jam yang biasa di pakai atuk-atuk, ada tompel palsu, kacamata, dan ada gigi palsu juga di sana. Arfen mengeluarkan itu satu-satu. Shiren yang mengerti maksudnya hanya tertawa terpingkal.

"Pa? Apa ini? Seragam? Maksudnya Arfen harus pake ini setiap kali mau ke kantor?" Tanya Arfen seolah tak percaya.

Nathan mengangguk mantap. "Kalo kamu pake pakaian semewah ini, semuanya akan tau bahwa kamu Arfenik Arkasa. Papa tidak setuju itu, banyak presdir perusahaan yang akan bekerja sama dengan mu, kalau kau masih memakai identitas Arkasa."

"Jadi Arfen dan Thifa harus ganti nama gitu di kantor?"

"Iya, mama udah mikirin namanya. Arfen jadi Feran, dan Thifa jadi Ifa. Udah gitu aja." sambung Sheryl memasang senyum tak berdosanya.

"Oke, siapa takut. Ini Arfen pa, ma. Arfen bakal nerima dan jalanin semua tantangan ini sampai sukses. Apalagi ada istri paling setia yang nemenin." Chupp! Arfen mengecup pipi Thifa di depan banyak orang. Arfen yang gak punya malu sih santai aja, tapi Thifa? Pipinya sudah merona panas.

"Dan ya kau Shiren. Papa tidak peduli keinginan mu, dua bulan lagi di awal semester dua kelas sebelas mu. Papa akan pindahkan kamu ke SMA Merah Putih. Tidak ada perdebatan." titah Nathan menatap putri bungsunya itu.

Uhuk! Shiren tersedak rotinya sendiri!

***

Terpopuler

Comments

Zaira Kritika

Zaira Kritika

.

2022-03-16

0

dhapz H

dhapz H

kok di pindah kenapa

2021-10-10

1

Merzin Prismi

Merzin Prismi

ga ngebayangin arfen dgn seragam barunya

2021-08-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!