***
Malam ini Arfen pulang lebih larut karna begitu banyak pekerjaan, dia melewatkan makan malam kali ini. Dengan gontai dia berjalan kekamarnya. Membayangkan Thifa yang satu hari ini menjauh darinya benar-benar menyesakkan. Arfen benar-benar merindukan istrinya itu.
Kenapa mualnya harus di dekat aku sih? Anak ku ada dendam apa sama ku coba? Aku beneran rindu meluk Thifa mungil, arghhh!!!!!
Baru saja dia memasukkan satu kakinya ke dalam kamar, sudah ada satu wanita yang memeluknya dari depan, memyambutnya kembali ke kamar.
"Lama banget, aku kangen." Thifa memeluk tubuh kekar suaminya itu, dengan penuh kerinduan. Kali ini entah apa lagi keinginan calon ibu ini.
Arfen tersentak halus saat Thifa memeluknya, dia benar-benar senang dan begitu bahagia. Seolah kelelahannya hari ini hilang sirna saat mendapat pelukan yang di rindukannya. Jantungnya berdebar, Arfen benar-benar bersyukur malam ini.
Akhirnya, aku ga bakal tidur di sofa, akhirnya aku bisa dapatkan kehangatan ini lagi.
"Gimana urusan kantornya? Repot banget ya gak ada aku?" Thifa melepas jas suaminya itu.
"Lumayan lah, kamu kan salah satu orang berbakat. Kalo gak ada kamu, ya emang repot juga sih." Arfen melepas kumis, dan aksesoris penyamarannya.
"Ya udah mandi dulu gih, aku ambilin kamu makan bentar, belum makan kan?"
Arfen menggeleng, Thifa segera ingin turun, namun langkahnya di tahan oleh Arfen.
Gak boleh, ini udah malam, kalau sampai Thifa kepleset gimana? Gak bisa! Gak!!!
"Gak usah deh Thif, aku udah kenyang."
Namun, apa yang Arfen ucapkan sangat berkebalikan dengan fakta bunyi perutnya yang kelaparan.
"Kan? Laper kan? Ya udah mandi aja sana, aku bisa jaga diri baik-baik,"
Arfen melepas dasinya, dia ikut berjalan di sebelah istrinya itu.
"Ya udah, sekarang kamu temenin aku makan, habis itu kita balik, aku mandi, setuju?"
Thifa mengangguk pasrah, entah apa yang membuat suaminya seposesif ini.
***
Dentingan pelan alat makan itu sedikit meramaikan suasana hening meja makan kala itu.
"Dua hari lagi perayaan ulang tahun pernikahan papa dan mama, udah tau mau ngasih apa?" Tanya Arfen membuka pembicaraan.
"Udah sih, ngasih syal aja ya? Itu rajutan aku sih dari SMA. Agak buluk emang, tap--"
"Gak apa-apa, mama pasti suka kok. Udah tenang aja. Oh ya, waktu pestanya nanti, kita datang sebagai bawahan mereka, bukan anak menantu. Gakpapa kan?"
"Gak masalah sih, yang penting datang aja."
Arfen menggengam tangan mungil istrinya itu.
"Sumpah, kamu bisa cantik banget itu rahasianya apaan sih Thif? Bisa gak, sehari aja gak buat kangen. Asli ga liat kamu satu hari ini rasanya aku mau gila." celetuk Arfen tak habis pikir. Tidak, kali ini Arfen serius.
Blushhh!!!
"Ingat umur oke? Bentar lagi kita punya anak, gombalan anak SMA itu gak cocok lagi buat kita."
Chuppp
Arfen mengecup bibir Thifa, tangannya memegang leher mulus wanita itu.
***
Dua hari sudah berlalu, Thifa menjalani harinya dengan sikap over dari suami tercintanya, hari ini mereka akan datang di sebuah Villa milik keluarga Arkasa, ya vila itu menjadi tempat perayaan ulang tahun pernikahan sepasang suami istri yang memang dari keluarga ternama. Keluarga Wijaya dan Arkasa, keluarga tersohor pada masanya.
Namun kali ini, putra sulung mereka bahkan akan datang dengan penyamaran penuh berstatus ceo dari salah satu cabang perusahaannya.
Thifa turun dari mobil putih itu, dengan sebuah kado di tangannya. Pada saat itu, banyak mata para lelaki, dan pengusaha besar melirik ke arah Thifa, bahkan tak jarang ada yang sampai lupa diri. Maklum saja, istrinya Arfen memang cantik.
Namun, tatapan penuh menghakimi, kebencian, dan kejijikan terpancar jelas di wajah mereka saat Arfen yang turun. Para lelaki itu semakin membenci Arfen yang menggunakan seragam penyamaran nya, perut buncit layaknya badut, saat Thifa menggandeng orang aneh itu.
Thifa menatap mata Arfen penuh cinta, membuat pria-pira jomblo lainnya di sana merasa begitu iri.
"Ganteng itu emang menyenangkan, tapi jelek dapet binik yang cakep itu jauh lebih mendebarkan. Bodo ah mereka bilang gak cocok, yang penting mereka panas tuh." gumam Arfen penuh kebanggan, dia merangkul perut istrinya mesra.
"Biar yang iri semakin iri,"
Keduanya berjalan masuk untuk memberikan selamat pada sepasang suami istri itu. Banyak dari mereka yang menanyakan Arfen dan menantunya, tapi alasan Nathan hanyalah sedang bisnis di luar negri.
Acaranya baru saja di mulai, Nathan dan Sheryl sedang berpidato ria di depan sana, dengan Shiren yang terlihat bosan berdiri di sebelah mereka. Wajar saja, Shiren memang begitu tidak tertarik dengan acara formal seperti ini.
"Dan yah, saya ingin mengucapkan apresiasi atas pencapaian besar dalam waktu singkat dari pak Feran, ayo sini maju pak tua." Ujar Nathan menunjuk anaknya dalam balutan penyamaran.
Untung papa kandung, kalo gak, dah--
Arfen menghela napas kasar, dia sudah tau bahwa papa tercintanya akan bermain penuh intrik padanya. Emang hobi Nathan, buat Arfen susah dan kerepotan.
"Aku ke atas bentar ya, jangan kemana-mana,"
Arfen menaiki panggung, berdiri tepat di sebelah ayahandanya.
"Saya cukup terkejut dengan pencapaian luar biasa pak tua Feran, lihatlah, dia berhasil membawa cabang perusahaan terkecil Arkasa Group, menjadi salah satu cabang yang amat meyakinkan, saya bangga, meskipun mukanya gak seberapa, tapi otaknya luar biasa." puji Nathan, sungguh sudah setua itu tapi jiwa keusilannya masih tetap muda.
Arfen benar-benar terprovokasi ingin membongkar pengamatannya, namun tidak boleh, tunggu beberapa bulan lagi.
"Terima kasih, ini semua berkat staff-staff saya yang luar biasa berbakat." jawab Arfen penuh kebanggaan. Bodoamat wajahnya di jelekkan, yang penting prestasinya membanggakan.
Banyak sekali pujian di depan yang Arfen dapatkan, tapi tidak tau jika di belakang.
"Kamu kalau butuh uang, ada aku di sini, cari aja aku. Buat apa bertahan sama laki-laki macam itu, kamu cantik, bahkan laki-laki tampam dan mapan seperti ku pun tertarik pada mu," bisik seseorang di sebelah Vania.
Jika ini bukan pesta milik mertunya, mungkin Thifa sudah menyiramkan kopi panas di atas wajah dengan mulut tak tau diri ini.
"Tapi saya maunya dia, dia suami saya, saya mau dia dan bukan yang lain,"
"Aduh sayang, gak uaah malu-malu gitu, aku tau kok kamu sama dia cuma pengen harta kan? Gak apa-apa, bilang aja ke aku, aku juga salah satu CEO berpengaruh." bujuknya lagi, mungkin pandangan pertama membuatnya langsung menyukai Thifa.
"Iya saya cuma mau harta, dan hartanya harus punya dia, bukan punya orang lain. Ngerti kan? Sekarang kamu pergi deh."
"Ganteng doang, akhlaknya gak ada, " Thifa melirik sinis pria di sebelahnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Lutha Novhia
ganteng doank doyannya bini orang huuu
2021-06-26
0
Nimranah AB
gombal 😀😀😀
2021-06-11
0
ikkaa eropaa🌚
hai author saya Uda like dan rate mampir dong ke novel saya“Playboy dan siCulun" tinggalkan jejak
2020-12-20
1