***
"Bos! Ini saya Arlan. Klien kita sudah datang, harap anda segera menemuinya." Suara nyaring dari luar pintu mengagetkan mereka berdua.
Mereka saling bertatap kaget, dan Thifa langsung membantu Arfen kembali memakai kostum orang jeleknya.
Setelah semua kembali berjalan lancar, Arfen dan Thifa juga menuju ke ruang rapat.
"Thif, aku emang udah gak ganteng. Tapi, minimal keren la ya kan?"
Thifa tak habis pikir dengan isi kepala orang ini. "Iya Fen, kamu keren, makanya aku mau nikah sama kamu." Jawab Thifa secepatnya. Iya in aja, menting dia seneng.
"Berarti kamu mau nikah sama aku karna aku keren Thif? Jadi kalo aku udah gak keren kamu ba--"
Plakkk
Sudah cukup! Thifa geram sekali melihatnya, dia memukul wajahnya sendiri menggunakan berkas-berkas itu.
"Haha, bercanda sayang. Jangan ngambek gitu. Gak enak di liat." Arfen mengecup pipi kanan istrinya ini. Ntahlah, Arfen merasa suka dan nyaman saat melakukan itu. Seolah itu adalah obat untuk ketenangannya.
Tapi, respon yang tak terduga dari Thfia. Arfen pikir Thifa hanya akan menatapnya datar, tapi ... Lihat lah Thifa sekarang, pipinya merah Merona.
***
Arfen dan Thifa sudah masuk di ruang rapat. Arfen bisa melihat para klien dan tamu yang ada di sana mencoba untuk menahan tawa mereka. Dan ntah sejak kapan Arfen mulai menyukai respon itu, itu terasa mendebarkan sekarang. Seolah dia bisa melihat sisi lain manusia.
"Gak usah di pikirin." Bisik Thifa pelan.
"Iya sayang iya."
Namun, wajah tak suka sudah mulai Arfen tunjukan waktu mata para klien itu menatap istri kesayangannya. Apalagi tatapan klien itu seolah bukan tatapan sehat.
Rapat segera di mulai, Thifa selaku sekretaris Arfen yang membuka-nya.
***
Dua jam sudah berlalu untuk Mereka membicarakan topik proyek dan dana itu.
Ada beberapa klien yang sudah keluar dari ruangan itu, di susul oleh para investor.
"Boleh minta nomor WA? Ya cuma Kenal-kenalan? Deket-deketan? Jadian? Tunangan, nikah." celetuk salah satu Klien Arfen yang berdiri di depan Thifa.
"Mohon maaf pak, tidak bisa." sahut Thifa sekenanya. Dia sadar, dia di sini bukan lah menantu keluarga Arkasa, melainkan sekretaris perusahaan kecil saja. Meski kesal juga harus di tahan.
"Kenapa tidak bisa?" pria bername tag Aldy itu mengernyitkan dahinya. "Apa saya ini bukan tipe kamu, begitu?"
Tidak ada yang tau betapa Arfen ingin melepas sepatunya dan membiarkannya terbang mendarat di kepala pria itu!
"Saya sudah punya suami, dan suami saya ada di sini. Itu dia." Jawab Vania setegasnya, dia menunjuk pria berperut buncit, bertompel itu.
Mendadak kekesalan Arfen berubah menjadi senyuman. Dia merasa menang sekarang.
"Silahkan bapak cari wanita lain. Karna yang ini sudah punya saya." Tambah Arfen, dia merangkul tubuh mungil istrinya.
Aldy menatap Thifa tak percaya, seolah ini hanya halusinasi. Wajar saja, bagaimana wanita secantik Thifa malah menikah dengan pria seperti itu.
"Ahahah! Haha!! Ya ampun Ifa, kamu ini kalau mau punya suami pilih-pilih dong. Kamu cantik dan berbakat gini. Ya udah deh, tenang aja. Nanti juga kamu bakal jadi milik saya." Ujar Aldy enteng, dia memakai kacamata hitamya berjalan penuh gaya melewati Arfen.
"Tenang saja juga pak, saya pasti akan menjaga istri saya." Sahut Arfen sekenanya.
Arfen menatap Thifa. Tapi, ada yang aneh dari tatapannya. Bukan tatapan tengil yang biasa. "Maaf ya, karna ego ku dan gengsi ku sama papa, kamu harus ngalamin ini. Kalau ini aku Arfenik Arkasa, jangan kan ngomong gitu. Natap kamu juga dia ga akan berani." Arfen memeluk Thifa.
"Gak papa, melakukan hal aneh dan jarang di lakukan orang itu, bisa nambah kenangan kita. Itung-itung nabung bahan pembicaraan waktu udah tua."
Arfen menarik sudut bibirnya, ada rasa nyaman yang tidak bisa dia utarakan.
***
Malam itu, keluarga Arkasa sedang melakukan makan malam. Sangat sepi, hanya dentingan alat makan yang terdengar. Ini cukup aneh, biasanya Shiren selalu hobi menganggu Arfen, apalagi sejak Arfen menggunakan seragam penyamaran nya.
"Ada apa cil? Bocil rumah ini lagi sakit ya?" Tanya Arfen membuka pembicaraan. Dia meletakkan tangannya di dahi adiknya,
Shiren hanya diam saja. Bukannya menjawab dia hanya menatap Nathan.
"Shiren udah kenyang, Shiren ke kamar duluan." Katanya dingin dan langsung melangkah pergi.
"Ada apa pa? Kenapa Shiren gitu?" Arfen menatap papanya serius.
"Biasa, masalah pindah sekolah. "
"Ya udah pa, nanti Thifa bantuin buat bujuk Shiren." Usul Thifa.
"Oh ya, bagaimana pekerjaan baru kalian? Baik-baik aja?" Nathan melirik ke arah Thifa. Nathan tentu tau jelas apa yang terjadi di cabang kantornya saat ini. Ada satu klien yang mencoba mendekati menantunya, jujur saja Nathan tak suka itu. Dia berharap Arfen segera menyerah, dan meminta maaf padanya. Lalu, Nathan sendiri tentu akan mengembalikan perusahaan utama.
"Santai aja pa, kita bisa atasin semua. Selama bos nya itu Arfen, jajaran manusia ganteng bin keren. Semuanya aman-aman aja." Sambung Arfen dengan cengiran khasnya.
Nathan menghela napasnya. Dia sadar, Arfen adalah anaknya, mana mungkin akan menyerah secepat itu.
***
Thifa berdiri di balkon kamarnya, menatap gelapnya langit malam. Bahkan, Thifa bisa menghitung berapa bintang yang bersinar.
Arfen dengan membawa segelas kopi berdiri di sebelah Thifa. "Mau kopi sayang?"
"Apa aku harus pake pakaian nyamar juga kah? Semua orang jadi memandang kita aneh. Entahlah, aku kurang suka melihat mereka menghina penampilan mu. Meski, terkadang kau memang pantas untuk di benci." Thifa menoleh ke arah Arfen.
"Bagus dong, semakin aku dihina, semakin kamu bela aku. Dan di bela kamu itu lebih baik dari di bela ribuan orang." sahut Arfen enteng, meneguk kopi yang tersisa di gelasnya.
"Enggak gitu konsepnya Fen. Kayaknya besok aku bak--"
Arfen menghentikan ucapan Thifa. "Jangan Thif, masih belum. Permainan baru aja di mulai."
Thifa menatap heran ke arah suaminya. Raut wajah Arfen selalu sulit di tebak. "Pe-permainan apa?!"
"Enggak ada apa-apa, kamu tenang aja. Lagian, kalau kamu nyamar. Aku ga bisa buat iri orang lain untuk pamer istri cantik." Arfen menatap Thifa penuh makna. "Kau mau kopi?"
Thifa menaikkan alisnya sebelah, "Kan kopi di gelas kamu udah habis."
"Tenang aja, sisa-sisa manis dan harum kopinya di bibir ku masih ada."
Arfen langsung mencium bibir ranum istrinya itu. Tak bisa Thifa pungkiri, dia menikmati semua yang ada pada Arfen, pelukannya yang hangat. Atau bahkan cintanya yang luar biasa. Namun, ada yang tidak beres. Satu hal yang mengganggu otak Thifa kala itu.
Permainan apa yang ingin Arfen mainkan?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Fafa Adieq Bosky
Seru .... udah keliling baca novel lain .
.. genre teen . . eeeh mampirnya ke Novel Nathqn sheryl lagi . Arfen thifa juga keren
2021-09-19
1
Nimranah AB
wow
2021-06-11
0
M Mawar
klau bahas Arfen pasti ak cengar cingir sendiri beda baca novel temennya arfen kurang seru
2021-03-23
2