Perjalanan ramai lancar menuju mall di kawasan Jakarta Pusat yang letaknya dekat dengan Bundaran HI. Mall yang selalu ramai dengan pengunjun kaum ekspratiat dan kaum elit, letaknya pun strategis di jantung Jakarta.
"Berjalan disampingku aja..." Nico spontan meraih lengan Suci saat akan memundurkan jalannya. Dan Suci pun hanya mengangguk patuh. Pandangannya menyapu sekeliling mall yang luas dan mewah dengan deretan gerai yang membuat lapar mata.
"Untuk pangsa pasar lokal, produk garmen kita juga masuk di mall ini, ada pakaian pria dan wanita untuk dewasa dan anak. Ada dua SPG yang dikontrak perusahaan untuk menjaga stand, tugas pengawasannya dilakukan oleh Bayu dan Dina." Suci mencerna dengan baik informasi yang disampaikan Nico.
Mereka masuk salah satu gerai fashion branded dengan sambutan ramah waiter yang membukakan pintu kaca.
"Suci, tolong pilihkan dua kemeja dan satu baju casual, sizenya L. Saya menunggu disana, mau cek email dulu..." Nico menunjuk dengan dagunya ke arah sofa di sudut gerai.
"Eh-eh tapi Pak, saya nggak tau seleranya Pak Nico seperti apa...." Raut bingung nampak di wajah suci
"Aku percayakan sama kamu...lihat aja nih posturku, pantesnya kamu dandanin seperti apa..." Nico dengan cuek, membuka jasnya dan menghadapkan badannya ke arah Suci. Rona merah langsung kentara di pipi Suci. Ia merasa malu dan risih menatap badan kekar Nico yang terbalut kemeja.
"Kamu nanti harus terbiasa memilihkan penunjang penampilanku. Karena itu termasuk salah satu tugasmu sebagai sekretaris saya..." Nico tersenyum tipis kemuadian berlalu menuju sofa, meninggalkan Suci yang masih terpaku kaget.
Nico duduk santai di sofa, membuka tab untuk mengecek email. Ia mencoba memfokuskan perhatiannya memandang deretan email yang belum dibuka, tapi yang nampak di layar hanya pantulan wajah cantik yang merona seperti buah tomat. Sementara huruf dan angka pada layar terlihat memburam. Nico mengerjapkan matanya, berusaha mengembalikan penglihatan normalnya. "Ini kenapa yang terlihat wajah dia, aku nggak mungkin rabun." Nico membatin.
Waiter menemani Suci melihat-lihat koleksi pakaian. Beberapa warna sudah Suci pegang, tapi kembali disimpannya. Sungguh, bagi Suci tugas mendandani sang boss sangatlah berat. Lebih baik disuruh kerja lembur di kantor, pikirnya.
"Saya ambil tiga warna ini ya mbak, mau dicoba dulu. Sekalian minta tolong panggilkan Bapak yang duduk disana..." Suci mengambil kemeja berwarna putih dan biru muda, serta kaos berwarna dark grey. Waiter mengangguk ramah dan berlalu menuju Nico.
"Permisi Pak, istri Bapak menunggu di kamar ganti untuk mencoba baju..." ujar waiter dengan menyunggingkan senyum.
"Hah!"
Belum juga Nico berhasil menetralkan pikirannya dari bayangan sang pemilik pipi yang merona, kini ia dikejutkan oleh waiter dengan kata "istri menunggunya."
"Ini Pak, coba dulu...kalau nggak sreg bilang ya..." di depan kamar ganti, Suci memberikan baju pilihannya. Nico menerimanya tanpa kata, ia masuk ke dalam kamar ganti.
Hanya butuh waktu 15 menit, Nico pun keluar dari kamar ganti menyerahkan kembali semua baju. "Saya suka dengan pilihanmu. Cocok!" Nico mengacungkan jempolnya. Suci menerima kembali baju itu dengan tersenyum lega.
Tapi senyumnya perlahan memudar berganti senyum meringis saat melihat price tag yang tertera pada setiap baju, matanya pun membulat sempurna. "Pak, nggak salah ini harganya...." ujar Suci memperlihatkan price tag ke Nico. Ia ingin memastikan penglihatannya. Nico hanya terkekeh melihat ekspresi polos Suci yang menurutnya malah menggemaskan.
****
"Kamu mau beli apa ?" Nico melirik Suci yang berjalan di sisinya menenteng paper bag keluar dari gerai.
"Saya nggak belanja Pak..."
"Saya yang traktir! Mau beli tas atau sepatu? Itu bonus karena kamu sudah bantu saya."
"Terima kasih Pak. Tapi beneran saya belum butuh untuk belanja." Suci menolak halus tawaran belanja dari Nico. "Kalau boleh, saya mau ke mushola aja...sudah jam 4."
"Iya sholat aja dulu. Saya tunggu di foodcourt..." Nico memberi petunjuk arah ke mushola dan ke tempatnya menunggu.
Nico PoV
Aku memesan kopi sambil sambil menunggu Suci yang sedang ke mushola. Tadi, secara spontan aku membuat aturan kepada Suci, padahal dulu Yola tak pernah ku ajak berbelanja ataupun ku suruh mengurus penampilanku. Dan wajah malunya tadi, sampai saat ini pun masih tergambar di kepalaku. Ditambah si waiter menyangka kalau dia istri aku, kaget tapi kok dada terasa mengembang. Dipikir-pikir wajar juga sih orang salah sangka, kedekatan kita tidak terlihat seperti atasan dan bawahan.
Aku melihat Suci menuju kemari. Wajah cantiknya berseri dan segar, mungkin karena basuhan .air wudhu membuat auranya bersinar.
"Mau pesan apa ?" aku menyapanya saat dia telah duduk dihadapanku.
"Hm. Kalau sudah selesai, saya mau pulang aja Pak." Suci bukannya menjawab pertanyaanku, malah minta pulang.
"Kita harus makan dulu, ini jam bubar kantor pasti di jalan macet. Jadi kita perlu tenaga dulu biar kuat menghadapi kenyataan..." Suci terkikik mendengar kalimat terakhirku, eh ternyata aku berbakat juga ya ngelawak.
"Baiklah, saya ngikut Pak Nico aja menunya. Saya nggak tahu makanan yang enak disini apa saja..."
"Just a moment!"
Aku meninggalkan Suci yang baru kusadari wajahnya nampak kelelahan. Sambil mengantri pesan fast food, kulirik dia yang sedang mengusap-ngusap kakinya. Astaga, aku baru ingat, kakinya kan baru pulih. Mungkinkah karena kebanyakan berjalan...
"Habiskan makanannya ya! Setelah ini, saya akan mengantarmu pulang..."
"Nggak usah Pak. Saya naik taksi onlen saja..."
"Tidak ada penolakan! Saya akan mengantarmu!" Aku harus tegas padanya, dari tadi dia terus saja menolak tawaranku untuk belanja. Kali ini dia harus nurut.
Suci menghentikan langkahnya dengan mencengkram lenganku, wajahnya tampak meringis. Aku langsung panik melihatnya, "Kamu kenapa Suci.."
"Kaki kananku kram Pak. Sebentar ya..." Ia mencoba mengibaska-ngibaskan kakinya perlahan. Aku nggak tahu kondisi kakinya karena tertutup rok panjangnya.
Ini sudah di basemant, tinggal 50 meter lagi menuju mobil terparkir. "Suci, maaf bukannya lancang tapi ini darurat. Aku akan menggendongmu supaya bisa leluasa istirahat. Dia hanya mengangguk lemah. Tanpa menunggu lagi, aku pun menggendongnya masuk ke dalam mobil.
Author PoV
"Maafkan saya, jadi merepotkan Pak Nico..." Suci mengatupkan kedua tangannya didada, merasa bersalah. Ia kini merasa lebih baik setelah duduk di jok dalam posisi punggung setengah tertidur.
"Saya yang seharusnya minta maaf, karena sudah membuatmu seperti ini...sudah aja posisinya seperti itu agar bisa meluruskan kaki.." Nico menahan bahu Suci yang akan terbangun.
Ditengah padatnya lalu lintas sore hari, Suci beberapa kali menguap sampai akhirnya memejamkan mata, tertidur lelap. Setiap mobil terhenti karena macet, Nico memandangi wajahnya yang ayu. Senyum tipis tersungging di bibir Nico, entah kenapa hatinya membuncah berbagai rasa yang belum bisa ia jabarkan.
"Tidurlah...aku akan menjagamu..." lirih batin Nico.
Tentang rasa,
Hati akan selalu mengungkap jujur
*M**eski bibir belum berucap*
Atau diri belum tersadar
Jika hadirmu mampu melukiskan asa
Untuk menggenggammu mulai saat ini...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Al Fatih
bener bunda Ida,, teh Nia ceritanya simpel,, jadi merasa ngalamin sendiri 🤭,, trus wlwpun d baca berulang-ulang,, ga bosen2 ,, seperti baru membaca pertama kali,, hanya bedanya,, sdh tau endingnya gmn 😅
2023-10-20
1
Ida Farida
Teh Nia, kalo buat cerita mmng asik banget, ringan dan mudah di cerna, riil kehidupan sehari-hari
2023-03-13
0
Reiva Momi
kaget kan...🤭🙈😁
2022-06-20
1