Syiah Kuala - Banda Aceh
Sucita duduk di kursi roda di teras samping, memandang langit senja yang berwarna jingga. Anak-anak terlihat bermain bola di lapangan rumput hijau. Mereka bermain lima lawan lima, saling tertawa lepas meskipun terjatuh berkali-kali saat mengejar bola.
"Suci, kenapa tak mengabariku selama 2 minggu ini ? Dan tiba-tiba kau pulang dalam keadaan seperti ini. Apa yang terjadi ?" Rafa, calon suami Suci memandandang dengan rasa khawatir.
"Aku kecelakaan saat liburan di Medan, bang. Sekarang kakiku belum bisa berjalan. Maaf....aku tak mengabari.. " Suci menundukkan wajahnya, ada perasaan bersalah hinggap di hatinya.
"Aku khawatir sekali sama kamu. Mana sebentar lagi kita akan menikah, segala persiapan sudah 90 % beres," ujar Rafa.
"Bang, aku harus terapi selama 6 bulan untuk normal kembali. Apa abang gak keberatan dengan keadaanku ini atau haruskah diundur pernikahannya ?" tanya Suci dengan tatapan lembutnya.
"Nanti aku akan bicarakan dulu dengan Mama dan Papa. Kita masuk yuk....sebentar lagi adzan magrib," Rafa mendorong kursi roda Suci, masuk ke dalam rumah.
"Umi, aku pamit dulu. Besok Mama akan kesini menengok Suci," Rafa mencium tangan Umi.
"Iya nak Rafa, hati-hati di jalan...." sahut Umi. Rafa meninggalkan rumah Suci setelah berucap salam.
Suara deburan ombak dari pantai Alue Naga samar-samar terdengar. Jarak rumah ke pantai cukup dekat sekitar 400 meter. Biasanya setiap sore, Suci menghabiskan waktu di pantai menyaksikan sunset. Mengagumi keindahan alam ciptaan Tuhan.
****
"Jadi Suci sekarang lumpuh ?" Mama Nur terlonjak kaget mendengar cerita Rafa, anaknya.
"Waduh gimana ini Pa...pernikahannya 2 minggu lagi..." Mama Nur tampak berpikir sambil jalan bolak balik.
"Gimana kalau diundur saja sampai dia sembuh ?" saran Papa Ishak.
"Nggak gak....ga boleh diundur, pernikahan harus tetap berlangsung. Kita sudah keluar uang banyak Pa....kalau dibatalkan uang gak akan kembali...kita rugi dong udah buang-buang uang..." jelas Mama Nur.
"Jadi Mama gak masalah ya dengan keadaan Suci seperti itu ?" mata Rafa berbinar.
"Tidak Rafa ! Kamu tetap akan menikah tapi bukan dengan Suci. Mama gak mau punya mantu cacat. Kita ini orang terpandang di wilayah ini. Mama gak mau malu...."
"Mama gak bisa seperti itu Ma....aku mencintai Sucita," Rafa langsung berdiri, kaget mendengar keputusan Mama nya.
"Sudah, kamu jangan membantah ! Kamu lebih baik menikah dengan Nisa, dia juga cantik dan selalu mengejarmu. Dia juga dari keluarga terpandang. Kita hanya rugi ganti kartu undangan saja."
"Aku gak mau Ma, aku tetep ingin menikah dengan Suci !" kali ini Rafa berteriak.
"Owh...silahkan menikah dengan Suci. Semua fasilitasmu akan Mama cabut. Kamu tidak akan bisa apa-apa !" Mama Nur pergi menuju kamar.
"Pa, tolong bujuk Mama." Rafa memelas.
"Papa tidak bisa berbuat apa-apa. Kita adalah pria-pria lemah, hdup kita diatur oleh Mama mu...." Papa menarik.nafas berat.
****
Umi Afifah menghidangkan minuman untuk tamunya, Mama Nur dan Rafa.
"Silahkan diminum dulu Bu Nur..." ucap Umi.
"Bu Afifah, langsung saja, kedatangan saya kesini mau membicarakan tentang pernikahan anak-anak kita. Pernikahan tetap akan berlangsung sesuai tanggal yang sudah ditentukan," ujar Mama Nur.
Umi dan Suci saling berpandangan, tersenyum bahagia.
"Tapi, jika Suci belum bisa normal maka saya.akan menikahkan Rafa dengan perempuan pilihan saya." lanjut Mama Nur.
Deg. Senyuman bahagia itu mendadak luruh, memudar berganti rasa kaget.
"Bagaimana Suci, apakah bisa berjalan normal lagi sebelum hari H?"
Suci menggelengkan kepalanya. "Itu tidak mungkin tante....butuh terapi berbulan-bulan untuk normal lagi."
"Kalau begitu saya mohon maaf bu Afifah...terpaksa pernikahan anak kita batal !" tegas Mama Nur. Tak ada raut empati sedikitpun tersirat di wajahnya.
Suci menundukkan wajahnya, hatinya tiba-tiba perih, lidahnya kelu. Dia mencoba menahan air mata yang mendesak turun.
"Baiklah, kalau itu sudah keputusannya, saya tidak bisa memaksa Bu Nur. Mungkin anak kita tidak berjodoh." Umi terlihat tenang, tangannya menggenggam tangan anak gadisnya yang berkeringat dingin.
Mama Nur langsung pamit setelah menyampaikan maksud kedatangannya. Yang tersisa tinggal Rafa yang dari tadi hanya diam tak membantah. Umi memilih meninggalkan mereka berdua, memberi kesempatan untuk bicara.
"Suci, maafkan aku...aku tak berdaya menolak keputusan Mama," Rafa duduk bersimpuh didepan kursi roda Suci, dengan tatapan sendu.
Akhirnya, air mata yang dicoba ditahannya itu mengalir tak terbendung membasahi pipi mulusnya. Suci menangis terisak, Rafa menjulurkan tangan untuk menghapus air mata kekasihnya itu, tapi tangan Suci menepisnya.
"Pergilah bang, mulai saat ini diantara kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Ya, mungkin kita tak jodoh. Semoga abang bahagia dengan pilihan Mama abang...," Suci memutar kursi rodanya, meninggalkan Rafa yang tak berkutik, seorang diri di ruang tamu.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Wahyu tampan sempurna
ilmu baru ini 😊 Syukron ilmunya kakak author
kepala rumah tangga ternyata bisa perempuan juga
2024-09-03
2
Ihza
bagus sih suci g brjodoh drpd tr py mertua Kya gt....
2024-07-13
0
Erna Masliana
baguslah tidak berjodoh.. mereka tidak baik buat Suci
2024-04-24
0