Seminggu sudah Suci bekerja sebagai sekretaris Nico. Kini ia sudah menguasai sistem di perusahan Karya Abadi Garment ini yang memiliki tiga pabrik garmen. Pandangannya fokus ke layar laptop dengan berkas-berkas yang menumpuk tinggi menunggu untuk di kerjakan. Suci menempati meja kerja yang sebelumnya ditempati Yola.
Suci melirik jam tangannya, ia akan menemani Nico meeting bersama klien di restoran jepang.
"Pak Nico, sudah waktunya berangkat meeting. Saya sudah siapkan berkas yang akan dibawa." ujar Suci saat memasuki ruangan Nico.
Nico memdongak, memandang jam di dinding "Oh iya, hampir lupa. Ayo kita berangkat!" Nico bergegas memakai jas yang tersampir di kursi kebesarannya. Rasa kaku pada dirinya mulai mencair, setelah terbiasa berinteraksi selama seminggu ini.
"Tunggu Pak Nico!" Suci menahan Nico sebelum mencapai pintu. Nico membalikkan badannya dan mengerutlan kening, seolah bertanya ada apa.
"Dasinya kurang rapi Pak, boleh saya bantu betulin?" tawar Suci. Nico sekian detik berpikir lalu menganggukan kepalanya, biar lebih cepat apa salahnya menerima bantuan Suci. Kalau harus bercermin di lorong kamar mandi akan mengulur waktu lagi.
Suci menaruh mapnya di atas meja sofa. "Maaf ya Pak," Suci meminta ijin lagi saat dirinya akan menyentuh simpul dasi yang miring.
Nico mencoba menahan nafas saat jemari lentik suci menyentuh dadanya. Padahal bukan sentuhan skin to skin, hanya gerakan jari saat memperbaiki dasinya. Tapi mampu menghasilkan desiran halus mengaliri seluruh tubuhnya.
"Sudah Pak..." Suci mengulas senyum tipis selesai membantu bossnya itu.
"Terima kasih." sahut Nico yang baru tersadar setelah mendengar Suci bicara.
Suci berjalan di belakang Nico melewati deretan kubikel staf marketing yang sedang bekerja sesuai tugasnya masing-masing. Suci mengembangkan senyum ramah saat melewati mereka.
"Gue baru lihat sekretaris baru Pak Nico, busyet dah bening banget...." celetuk Bayu dengan suara keras ditengah suasana hening ruangan itu. Ia sudah memastikan orang yang dibicarakannya sudah memasuki lift.
"Akankah Pak Nico terpikat ya ? Selama kerja disini gue belum dengar si boss punya pacar." Dina menyahut sambil berdiri dari kubikelnya.
"Nggak tau lah selera si boss kayak apa. Padahal sempurna banget, ganteng, kaya, anak direktur, pewaris perusahaan ini. Andainya dia mau sama aku ulala...." Rere menyandarkan punggungnya di kursi dengan pikiran melayang, membayangkan dirinya dilamar oleh Nico dengan seikat bunga dan cincin berlian terikat pita di tangkai bunga."
"Woi sadar...ngelamun jorok ya..." Dina melempar Rere yang sedang senyum-senyum sendiri dengan bulatan kertas. Membuat Rere mendengus sebal, lamunanya buyar padahal selangkah lagi ia akan meraih buket bunga.
"Kalian berisik banget sih...kerja kerja kerja !" Rinto yang dari tadi diam saja, mulai bersuara karena konsentrasinya terganggu dengan obrolan unfaedah rekan-rekannya. Langsung saja suasana kembali senyap, kembali ke dunia.kubikelnya masing-masing.
****
"Pak Nico, saya duduknya dimana ?" Suci berdiri bingung didepan mobil saat Nico membuka pintu kemudi. Ini kali pertama mereka pergi keluar dan hanya berdua.
"Duduk didepan saja..." sahut Nico. Ia terlebih dulu masuk ke dalam mobil kemudian diikuti Suci. Satu jam lagi meeting akan diadakan disebuah restoran Jepang. Perjalanan normal hanya membutuhkan waktu 30 menit tapi tahu sendiri, bagaimana padatnya jalanan ibukota. Lebih baik datang lebih awal daripada telat datang karena meeting ini sangat penting, akan membicarakan kerjasama export pakaian olahraga dengan salah satu brand olahraga dunia yang perwakilannya ada di Indonesia.
Hening.
Sepanjang perjalanan belum ada yang memulai obrolan. Suci memilih diam karena sungkan, sebagai karyawan baru ia sangat menjaga imej jangan sampai dikira sok akrab dengan atasannya itu. Tapi hanya diam juga nggak nyaman, rasanya jadi mengantuk. Duh, galau.....batin Suci.
Nico, ia bingung harus bicara apa. Dengan tangan tetap diatas stir, sesekali ia melirik dengan sudut matanya, melihat Suci yang hanya memandang lurus ke depan. Mau membuka obrolan membahas pekerjaan rasanya tidak pas, bolehkah bertanya soal pribadi....pikirannya berkecamuk menimang-nimang etis tidaknya bertanya hal pribadi.
"Suci."
"Pak Nico."
Mereka saling menoleh dan bersamaan mengucap nama. Keduanya terkekeh, karena tak sengaja berbarengan bicara. "Pak Nico dulu deh..." Suci mempersilakan dengan gestur tangannya.
"Kamu aja dulu..." Nico balik mempersilakan. Sudut bibirnya tertarik, ia senang melihat Suci saat sedang tersenyum.
"Hm. Benarkah Pak Nico putranya Pak Direktur ? Maaf bukan kepo, maksud saya bertanya, sebagai sekretaris saya harus tahu garis besar informasi Pak Nico sebagai atasan saya.
Mobil berhenti saat lampu merah menyala. Nico menatap Suci, "Iya. Aku anak kedua, kakak aku perempuan dan sudah menikah ikut suaminya tinggal di Bali."
Suci menganggukan kepalanya. "Dan aku jomblo abadi...." entah kenapa kalimat itu lolos begitu saja dari mulut Nico tanpa beban.
"He he nggak mungkin Pak Nico tidak disukai perempuan. Anda punya segala yang diimpikan kaum perempuan. Tampan, mapan, juga baik. Paling juga Pak Nico nya yang selektif..." Suasana perjalanan mulai hangat dengan perbincangan santai keduanya.
Nico hanya tersenyum tipis tanpa menanggapi ucapan suci. Kembali ia melajukan mobilnya saat lampu lalu lintas menyala hijau. Tinggal satu belokan lagi akan sampai ke lokasi."Giliran Pak Nico, mau bicara apa tadi?" Suci menoleh ke arah Nico yang fokus memperhatikan jalan.
"Suci, apa kamu sudah punya pacar?"
Sayangnya, pertanyaan itu hanya terucap di hati. Sepersekian detik otaknya menahan kalimat itu meluncur dari bibirnya. Terlalu dini untuk menanyakan hal sepribadi itu. "Jangan sampai Suci salah faham terhadapku, meski aku sangat ingin tahu," batin Nico.
Mobil telah tiba di parkiran restoran. Nico yang sedang berpikir untuk mengganti pertanyaan, akhirnya terputus. "Nanti kita sambung lagi..." Nico melepas sabuk pengamannya. Suci pun mengangguk, ikut melepas sabuknya.
"Pak Nico, ini pertama saya makan di restauran Jepang. Secara etiket, saya sudah memahaminya dari gugling. Tapi untuk menu makan, jangan kasih saya menu dengab ikan mentah ya..." Permintaan Suci dengan wajah memelas sebelum mereka keluar dari mobil, membuat Nico terkekeh dan langsung mengiyakan.
****
Pertemuan berlangsung lancar dan membuahkan hasil kerjasama saling menguntungkan untuk kedua belah pihak. Pukul 13.30 meeting selesai setelah diselingi makan siang bersama di ruang private yang sudah di reseve sebelumnya.
"Pak Nico, saya mau ke mushola dulu mau sholat Duhur..." ujar Suci minta ijin sebelum keluar meninggalkan restoran. Nico mengangguk, ia yang juga muslim tapi sholatnya sangat jarang dan malas. "Aku tunggu di taman samping, sekalian mau merokok dulu..." Nico dengan dagunya menunjuk taman asri dekat mushola.
"Suci, kita nggak usah ke kantor lagi, aku mau beli setelan kerja dulu. Tolong bantu pilihkan ya..." pinta Nico saat mobil keluar meninggalkan parkiran.
"Baik Pak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Erna Masliana
modus dimulai 😁😁😁
2024-04-24
0
Rahayu
dasar kang modus
2022-04-23
2
Mbah Edhok
kok bolong-bolong bang, sholatnya.
2022-04-13
1