"Paket !" teriak kurir dari balik pintu pagar rumah Umi. Dengan tergopoh-gopoh Umi yang sedang menyiram tanaman menghampiri kurir itu.
"Untuk siapa pak ?" tanya Umi heran, karena dirinya baru 2 hari menginjakkan kaki di Jakarta.
"Ini ada surat untuk Ibu Sucita Yasmin, alamatnya benar ini kan Bu..." tanya kurir meyakinkan lagi. "Iya betul, saya ibunya," jawab Umi, lalu menandatangani resi penerimaan.
Umi masuk ke dalam rumah, menghampiri Suci yang sedang membaca buku. "Suci, ada surat untukmu..." Umi menyerahkan surat yang dibawanya.
Suci mengernyit, dia memperhatikan sampul surat yang memang tertulis namanya. Penasaran, Suci membuka amplop itu. Kertas putih dengan kop surat Klinik Ortho Medika, isi garis besarnya memberikan perawatan dan terapi gratis sampai sembuh untuk Cut Sucita Yasmin.
Suci mendongak menatap Uminya, merasa kaget campur bingung. "Umi, apakah abang yang memberi rekomendasi kliniki ini ?" ujar Suci memberikan suratnya ke Umi. Umi membacanya dengan seksama. "Biar yakin, kamu telepon saja abangmu..."
Suci segera menghubungi Candra, meminta penjelasan mengenai surat klinik yang diterimanya. Tapi ternyata Candra pun tidak tahu menahu, bukan dia yang merekomendasikan. "Ci, kirim fotonya via chat, nanti abang cari tahu dulu...." ujar Candra sebelum menutup teleponnya.
Selepas magrib Candra baru pulang dari kantor. Bersama Suci dan Umi, mereka duduk bersama di meja makan. "Aku mampir dulu ke klinik itu untuk memastikan kebenarannya. Memang betul, ada donatur yang mau mendanai pengobatanmu sampai sembuh. Hanya saja pihak klinik merahasiakan namanya sesuai permintaan donatur itu." Selesai makan malam Candra menceritakan hasil penyelidikannya
"Menurut abang, aku harus bagaimana ?" Suci meminta pendapat sang kakak. Apakah tawaran itu diterima atau jangan.
"Hm, kita memang tidak tahu motif orang itu kenapa mau menolongmu. Tapi mengingat klinik itu bonafid, biayanya sangat mahal sesuai dengan pelayanan dan peralatan medisnya yang lengkap, keuangan abang nggak akan cukup untuk membantumu. Jadi, sebaiknya kamu terima saja, Suci. Semoga orang itu tulus membantumu...." Candra menatap Suci yang termenung memikirkan perkataan dirinya.
"Baiklah bang, aku akan terima. Aku sudah bosen duduk di kursi roda ini. Aku ingin segera sembuh dan bekerja lagi. Perkara nanti orang itu minta balas budi, aku akan menabung setelah mendapat pekerjaan..." Suci berkata penuh semangat.
"Umi sependapat sama kamu nak...." sahut Umi menimpali obrolan kedua anaknya.
*****
Esoknya, Candra mengantar Suci dan Umi ke klinik Ortho Medika. Mereka berangkat pagi sekalian Candra berangkat ke kantor.
"Abang nggak bisa ikut ke dalam ya, nanti pulangnya pakai taksi onlen nggak apa-apa...?" Candra mengusap kepala Suci yang herbalut hijab, mereka sedang di ruang tunggu menunggu panggilan setelah sebelumnya mendaftar.
"Nggak apa-apa, abang berangkat aja ke kantor...nanti kesiangan lho..." ujar Suci mengingatkan. Candra pun pamit menyalami tangan Uminya.
"Mbak Sucita Yasmin ya...." dokter Ojak, spesialis orthopedi menyapanya dengan senyuman ramah. Kini Suci bersama Umi berada di ruang pemeriksaan.
"Iya Dok." Suci mengangguk dengan tersenyum tipis. Dirinya masih tegang karena berada di tempat perawatan baru yang masih asing baginya.
Lelaki berumur setengah abad itu memeriksa riwayat pengobatan yang dilampirkan Suci sambil manggut-manggut.
******
Empat bulan berlalu, kondisi kaki Suci mengalami perkembangan yang baik. Dengan disiplin, Suci mematuhi setiap arahan yang diberikan dokternya. Sekarang ini, Fisioterapis membimbing Suci melatih otot-otot kaki kanan yang baru dioperasi pengangkatan pen dua minggu yang lalu. Kaki yang kiri lebih awal sembuhnya karena kondisi fraktur lebih ringan dibanding kaki kanan.
"Saya sudah tidak perlu jangka lagi kan dok ?" dengan wajah berbinar Suci menoleh ke dokter Ojak yang ikut mengawasi di samping terapis, selama latihan jalan di treadmil.
"Mbak Suci sungguh bersemangat ya untuk sembuh. Ini hari terakhir mbak Suci melakukan terapi. Tapi dilarang membawa beban berat dan memakai sepatu hak tinggi dulu ya, untuk enam bulan ke depan." Dokter Ojak memberikan wejangan yamg dibalas Suci dengan anggukan.
Terapi dilanjutkan dengan berjalan kaki di area belakang klinik dengan fasilitas track joging mengitari taman yamg asri. Suci berjalan penuh semangat dengan terus mengembangkan senyum cerianya, secerah matahari pukul 9 pagi yang menghangatkan tubuhnya. Setiap pertanyaan yang dilayamgkan terapis mengenai adanya keluhan nyeri atau tidak, ia jawab sejujurnya. Yang ia rasakan semuanya baik-baik saja, tak ada sakit lagi yang dirasakan di kakinya.
Dari balik kaca ruangan pribadi dokter Ojak, empat pasang mata nampak mengawasi kegiatan Sucita. "Dia makin cantik kalau tersenyum...." lirih Nico yang memandang di balik kaca tak sadar dirinya tersenyum tipis.
"Ehm, sepertinya ada yang mulai tertarik nih..." sahut Malik yang berdiri di sisi Nico, tanpa menoleh ke arah orangnya. Ia dengan santai meminum soft drinknya dengan pandangan terpusat ke objek luar.
Nico yang mengabadikan beberapa foto Suci dengan kamera hapenya, menoleh ke arah Malik. "Memangnya kelihatan seperti itu ?"
"Tanya hatimu sendiri...." Malik menepuk dada kiri Nico.
Nico termenung sesaat, kemudian mengedigkan bahunya. "Biarkan takdir yang bicara...." Ia kembali memfokuskan pandangan ke luar, tapi sang objek sudah tak ada.
"Ha ha, seorang Nico bisa sepasrah ini gara-gara gagal mengejar cinta..." Malik tertawa meledek mendengar bahasa Nico yang seolah pesimis.
"Aku hanya nggak mau kembali patah hati. Biarkan mengalir seperti air, Tuhan pasti akan memberi jodoh yang terbaik," balas Nico dengan menaikkan kedua alisnya.
Mereka terdiam saat merdengar percakapan di ruangan pemeriksaan dokter Ojak, yang ruangannya tersekat pintu dengan sedikit kaca bagian atasnya. Nico mengintip di balik kaca pintu, terlihat Suci bersama Umi duduk berhadapan dengan sang dokter. Suci nampak lebih segar setelah berganti pakaian dengan gamis warna marun dan hijab segi empat cream.
Kembali Nico mengulas senyum, menatap gadis berhidung mancung dengan bibir tipis nan ranum yang sedang berbicara sambil sesekali tersenyum. Nico tak mendengar jelas apa yang sedang dibicarakan. Ia hanya tertarik dengan gesture bibir mungil yang sedang berucap penuh aura bahagia, sesekali menampakkan deretan gigi putihnya. Menggemaskan! (batin Nico)
Nico dan Malik keluar dari tempat persembunyiannya setelah Suci dan Umi keluar ruangan dokter. Tadi sudah menyaksikan mereka berjabat tangan dengan sang dokter, menandakan perpisahan.
"Sepertinya gadis itu akan menjadi milik salah satu diantara kalian," ujar dokter Ojah terkekeh memandangi dua pemuda jomblo dihadapannya.
"Bukan aku Om, tapi dia...." Malik yang merupakan keponakan sang dokter menunjuk dengan dagunya ke arah Nico.
"Dokter bisa aja..." Nico tersenyum tipis menanggapi yang menurutnya sebuah candaan.
"Makasih banyak ya dok atas bantuannya, saya akan transfer untuk administrasinya.
"Semoga kalian jodoh....." dokter menjawab lain dari yang di sampaikan Nico.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
titiek
Aamiin
2025-02-05
0
Aira Azzahra Humaira
Amiin
2024-12-01
0
werdi kaboel
aamiin
2024-09-10
0