Ikatan Cinta Alenna

Ikatan Cinta Alenna

Bab 1

Ruko sepatu, hadiah dari ayah untuk kakak tercinta akan segera beroperasi. Dukungan penuh diberikan Alenna untuk bisnis sang kakak, Mario. John, ayah Alenna bahkan mendistribusikan sepatu all size dari pabriknya untuk memenuhi rak-rak pajang ruko.

Alenna sendiri masih menjabat sebagai sekretaris di anak perusahaan sang ayah. Di usianya yang baru menginjak dua puluh tahun, Alenna telah sukses membantu perkembangan bisnis sepatu di anak perusahaan itu. Alenna masih bekerjasama dengan Leon, pimpinan anak perusahaan tempatnya bekerja. Namun, posisi Leon hanyalah sementara. Begitu sang kakak lulus kuliah, posisi Leon akan segera digantikan. Alenna sungguh menantikan momen penggantian jabatan itu.

"Tunggu di sini, Alenna. Karyawan baru ruko akan segera datang," kata Mario pada Alenna.

"Baiklah. Aku tunggu di sini. But, di atas sana jangan macam-macam sama Anjani loh ya." Alenna mengingatkan kakaknya.

Mario hanya tersenyum sekilas lalu meninggalkan Alenna. Mario menuju lantai dua sembari menunggu kedatangan Anjani, wanita yang begitu dicintainya.

Beberapa menit Alenna menunggu, yang datang bukanlah karyawan baru ruko, melainkan Anjani. Seketika Alenna mempersilakan Anjani naik ke lantai dua menemui kakaknya. Selanjutnya, Alenna masih setia menunggu karyawan baru yang dimaksud kakaknya tadi.

"Em, sepertinya itu!" Alenna berjalan keluar ruko.

Seorang lelaki baru saja turun dari ojek. Alenna memperhatikan lelaki itu dengan seksama. Mendadak saja dadanya berdebar begitu melihat senyum lelaki itu yang terarah padanya.

"Assalamu'alaikum, Mbak. Saya mau ketemu sama pemilik ruko ini," kata lelaki itu sopan. Nada suaranya khas, kejawa-jawaan.

"Wa'alaikumsalam. Silakan. Em, namanya, Mas?" tanya Alenna.

Alenna ikut memanggil Mas, karena Alenna mendapat sapaan Mbak.

"Nama saya Rangga," terangnya.

Alenna tersenyum lantas mengantarkan Rangga pada Mario dan Anjani yang sudah menunggu di lantai dua ruko.

Alenna diam-diam memperhatikan sosok Rangga. Posturnya tinggi dan badannya ideal. Kulitnya sawo matang. Gurat-gurat otot tampak di punggung tangan dan lengannya. Tanda bahwa kesehariannya dilalui dengan penuh kerja keras menggunakan fisiknya. Tubuh Rangga juga kekar. Andai kaos yang dipakainya disibak, pastilah akan terlihat dada bidang.

"Silakan duduk. Yang tampan itu kakakku, owner ruko ini. Namanya Mario. Sedikit dingin, tapi baik kok.” Alenna memperkenalkan Rangga pada Mario.

Usai mengantar Rangga, Alenna turun. Dia sibuk mengecek smartphone karena baru saja ada panggilan suara tak terjawab dari rekan bisnis.

Beberapa menit berlalu, Alenna melihat Anjani turun dan pamit pulang. Jeda beberapa menit lagi, Alenna melihat Rangga dan Mario juga turun.

"Ini adikku. Namanya Alenna. Sudah kenalan kan tadi?" tanya Mario.

"Ya belumlah. Gimana mau kenalan, Mas Rangganya keburu pengen ketemu pemilik ruko," terang Alenna.

"Kalau begitu silakan berkenalan. Aku tinggal menelepon ayah dulu. Rangga, aku tinggal dulu. Sampai bertemu besok," kata Mario ramah.

Mario menjabat tangan Rangga, lalu kembali ke lantai dua untuk menelepon sang ayah.

"Mas Rangga sudah mau pulang?" tanya Alenna.

"Iya, ini mau nyari ojek dulu di depan. Adiknya Bos, pamit pulang dulu, ya?" pamit Rangga.

Alenna mengangguk. Dia senang dengan julukan Adiknya Bos yang baru didapatkannya. Namun, Alenna lebih senang dipanggil menggunakan namanya. Lain waktu Alenna berniat meminta Rangga mengganti sapaan untuknya.

"Huft." Hembusan nafas Alenna kentara.

"Mas Rangga bikin kaki gemeteran. Benar-benar gagah. Jauh sekali jika dibandingkan dengan Juno. Juno boleh menang tampan, tapi badan kekar Mas Rangga tak ada tandingan. Uuuh, Mas Rangga. Kau berhasil mencuri hatiku di pertemuan pertama kita," tutur Alenna bergumam sendiri sambil memperhatikan sosok Rangga yang mulai naik ojek.

Inisiatif muncul. Alenna memberi usul pada Mario untuk menyediakan kendaraan operasional ruko. Sebenarnya itu hanya dalih. Niat awal Alenna adalah mempermudah Rangga dengan ketersediaan motor yang bisa digunakan karyawan. Mario setuju dengan ide Alenna.

Hari-hari berlalu. Alenna tidak punya kesempatan berkunjung ke ruko karena kesibukannya di kantor. Banyak meeting, pertemuan dengan relasi, dan kerjasama baru di luar kota. Sebagai anak pemilik tiga pabrik sepatu beserta perusahaannya, Alenna memiliki tanggung jawab pada pekerjaan dan kepercayaan yang diberikan padanya.

Hari terus berlalu, Alenna mendengar kabar bahwa Rangga begitu dekat dengan Anjani. Alenna awalnya santai saja karena dia tahu bahwa sang kakak tidak akan diam saja. Hingga kemudian, Alenna mendengar kabar bahwa Rangga terlibat adu jotos dengan kakaknya lantaran telah berani mengungkapkan cinta pada Anjani.

"Mas Rangga parah nggak kondisinya?" tanya Alenna via telepon begitu Mario selesai menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka.

Alenna mendengar penjelasan sang kakak dengan seksama. Usai menawarkan diri untuk membantu menyiapkan keperluan Rangga selama tinggal di ruko, Alenna bergegas izin pulang lebih dulu dari kantor dan menemui Rangga di ruko. Rangga izin tinggal di ruko sampai luka memarnya sembuh. Tidak mungkin baginya untuk pulang dengan kondisi muka memar. Yang ada hanya akan membuat khawatir semua orang.

Alenna mengupaskan buah untuk Rangga. Alenna terus-terusan tersenyum sembari menemani Rangga. Dalam hati Alenna begitu miris melihat muka bonyok Rangga. Ingin rasanya Alenna protes pada sang kakak.

"Terima kasih Adiknya Bos," kata Rangga.

“Panggil saja aku Alenna. Aku masih muda dan belum menikah, kok.” Alenna menyuapi Rangga.

Rangga tampak ragu-ragu. Namun, Rangga mengizinkan Alenna menyuapinya buah apel.

Alenna tersenyum. Wajah kebuleannya begitu khas dan sungguh cantik. Rangga sedikit terpana karenanya.

Alenna pamit pulang karena Rangga hendak istirahat. Alenna tidak mau mengganggu tidur Rangga dan memilih pulang setelah berjanji besok pagi akan membawakan makanan dan obat untuk Rangga.

"Mending aku mengharapkan cintanya Mas Rangga, daripada Juno yang jelas-jelas masih memiliki perasaan pada Anjani. Huft,” gumam Alenna.

Alenna pulang. Perlahan mobilnya melaju menjauhi ruko. Meninggalkan Rangga yang sudah terlelap dalam mimpinya.

“Alenna,” desis Rangga, mengigau menyebut nama Alenna.

***

Keesokan harinya, Alenna kembali menemui Rangga di ruko. Sosok Rangga kembali membuat Alenna terpana, apalagi saat melihat otot-otot kekar Rangga. Alenna terpaku, diam sejenak sambil menelan salivanya. Setelah sadar, Alenna mendekat dan mengobati luka Rangga dengan obat oles.

"Alenna, maaf nih. Bisa munduran dikit nggak?” Rangga dengan nada khas jawanya meminta dengan sopan.

Berhenti mengoleskan obat, Alenna menatap Rangga dengan heran.

“Mundur? Apa cantikku kelewatan?” Spontan saja Alenna berkata demikian.

“Bukan begitu. Anu … Em, itu tuh!” Rangga menunjuk ke arah bibir Alenna dengan hati-hati.

Mata Alenna mengerjap cepat. Dia sedikit kaget saat Rangga menunjuk ke arah bibirnya.

“Kenapa dengan bibirku, Mas? Apa warna lipstikku mengganggu Mas Rangga?” tanya Alenna blak-blakan.

Rangga tersenyum canggung. Dia tidak enak hati mau menjelaskan. Posisinya dengan Alenna saat ini masih tetap sama. Wajah mereka terlalu dekat.

“Bukan! Anu, itu. Em, bau … petai,” ucap Rangga pada akhirnya.

“Astaghfirullah,” seru Alenna.

Alenna menutup mulutnya. Mendadak dia teringat belum menggosok giginya. Padahal tadi pagi dia menyantap petai dengan lahapnya. Buru-buru Alenna mundur dan langsung berlarian menuju kamar mandi di lantai dua.

Tingkah konyol Alenna membuat Rangga tertawa.

“Adiknya Bos lucu juga,” kata Rangga.

Dia mengambil alih obat oles yang dibawa Alenna. Diraihnya cermin dan mulai mengoles obat pada luka dan lebam di wajahnya.

“Ah,” pekik Rangga menahan sakit.

Beres dengan bau mulutnya. Alenna kembali dan mendapati Rangga sudah selesai mengolesi lebam dan lukanya. Rangga juga sudah meminum obat tablet yang diberikan Alenna.

Rangga tidak menyadari bahwa obat yang diberikan Alenna bukanlah obat pereda nyeri, melainkan obat tidur. Rangga terkantuk-kantuk. Dia berusaha duduk tegak di atas ranjang begitu tahu Mario akan datang. Namun, karena tak bisa menahan kantuknya, Rangga pun terlelap.

Alenna tersenyum melihat Rangga tertidur. Diselimutinya tubuh gagah Rangga. Dipandanginya lekat-lekat wajah lebam Rangga yang sungguh masih tetap saja memikat hati Alenna.

"Tubuh Mas Rangga benar-benar kekar. Sungguh gagah,” gumam Alenna sambil tetap tersenyum. “Sayangnya, Mas Rangga pernah menaruh hati pada Anjani.” Senyum Alenna seketika berubah.

Tak lama kemudian, Mario-Anjani datang membawa bubur Rangga. Ketika Mario hendak membangunkan Rangga, terciumlah gelagat aneh Alenna. Alenna pun mengaku telah memberikan obat tidur dosis rendah agar Rangga bisa istirahat tanpa merasa nyeri. Ya, niat Alenna memang seperti itu.

"Aku tidak tahu sejak kapan kamu berani bermain dengan obat tidur. Aku tidak akan tanya alasannya. Jangan diulangi lagi. Mengerti?” Mario berusaha menasihati Alenna dengan lembut.

Alenna mengangguk. Dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Namun, rupanya janji itu dilanggar. Alenna kembali memberikan obat yang sama pada Rangga keesokan harinya.

"Mas Rangga sudah merasa lebih baik?" tanya Alenna setelah Rangga menelan obat yang dia berikan.

"He'em. Kemarin habis minum obat yang kamu berikan, tidurku nyenyak. Sepertinya setelah ini juga," kata Rangga santai. Dia tidak tahu bahwa obat yang diberikan Alenna adalah obat tidur.

"Kalau gitu Mas Rangga tidur, ya. Setelah ini aku kembali ke kantor," tutur lembut Alenna.

"Aku tidak apa-apa, Alenna. Kamu pergilah," kata Rangga.

"Ish, Mas Rangga ngusir aku?" Alenna mencebik.

"Eh, bukan begitu maksudku. Masa iya aku ngusir adiknya bos." Rangga tersenyum canggung karena bingung menjelaskannya.

"Yasudah kalau begitu. Aku duduk di sofa. Beberapa menit lagi aku kembali ke kantor. Mas Rangga tidurlah. Eit, nggak boleh ngusir aku lagi!" ancam Alenna sembari menunjukkan senyuman manisnya.

Rangga mengalah. Sejujurnya dia sudah tidak sanggup berdebat lagi karena kantuk yang mulai menyerang dirinya. Rangga merebahkan tubuhnya. Sesaat kemudian, dia sudah memasuki alam mimpi yang indah.

Sosok cantik Alenna sedang bergelayut manja di tubuh kekar Rangga. Berulang kali Alenna mencubit gemas perut Rangga. Tangan Alenna juga merasakan dada bidang Rangga. Menyentuhnya dengan lembut. Begitulah gambaran mimpi Rangga.

Di saat yang sama, bukan di alam mimpi, Alenna tersenyum melihat Rangga yang terlelap. Ditatapnya wajah Rangga. Lebam dan luka Rangga terlihat sudah mulai memudar.

"Maaf, Mas Rangga. Setelah ini nggak pakai perantara obat lagi, kok. Aku cuma ingin melihat Mas Rangga terlelap seperti ini," gumam Alenna.

Ya. Niat awal Alenna hanya ingin melihat Rangga terlelap. Puas memandangi wajah Rangga, Alenna berniat kembali ke kantor. Begitu Alenna sudah mau beranjak dari ruko, bola mata Alenna melihat lengan kekar Rangga. Selimut yang tadi dipasang Alenna tidak sengaja tersingkap.

Alenna tergoda dengan tubuh Rangga. Sekuat mungkin Alenna mengontrol dirinya. Pada akhirnya Alenna memilih kembali memandangi wajah lebam Rangga. Tangan Alenna terjulur perlahan, lalu mengusap pipi Rangga dengan lembut.

"Izinkan aku mencintaimu, Mas." Alenna lirih berkata. Lebih seperti sedang berbisik.

Perhatian Alenna beralih pada bibir Rangga. Meski ada bekas luka di ujungnya, tetap saja Alenna tergoda. Seolah kehilangan akal, Alenna memutus jaraknya dengan Rangga. Alenna menikmati sensasi lembut nan kenyal yang dilakukan sepihak oleh dirinya.

Usai melakukan aksinya, wajah Alenna berseri sembari kembali memandangi wajah Rangga. Namun, detik berikutnya Alenna terkaget-kaget mendengar suara Anjani. Anjani memergoki perlakuannya pada Rangga.

"Apa yang kamu lakukan Alenna?” tanya Anjani lembut, khawatir membuat Alenna ketakutan. Anjani mendekat.

“Ak-aku, aku hanya … em, dosis rendah. Mas Rangga akan segera bangun.” Alenna kelagapan.

"Hai, Alenna.” Meli, sahabat baik Anjani yang baru naik ke lantai dua pun menyapa.

Alenna melambaikan tangan kanannya sembari nyengir kuda.

“Kamu nggak ke kantor?” tanya Meli sembari berjalan mendekat.

“Iya, ini mau kembali ke kantor. Aku pergi dulu,” kata Alenna.

Sebelum pergi, Alenna menyempatkan diri untuk berbisik di telinga Anjani.

“Kumohon jangan adukan perbuatanku pada Mario. Aku sungguh mendukung pernikahanmu dengan kakakku,” bisik Alenna.

Anjani bingung harus merespon apa. Pada akhirnya Anjani memilih untuk mengangguk saja. Begitu melihat anggukan Anjani, Alenna tersenyum, berterima kasih, dan langsung pergi dari ruko.

Bersambung ....

Mampir juga yuk ke novel Cinta Strata 1. Kisah Alenna dan Rangga bermula dari sana. Like, Vote, Rate5, Fav, dan tinggalkan jejak komentar kalian. See You.

Enjoy Reading, dan terima masih sudah mampir.

***

Terpopuler

Comments

IG: @Thalinda Lena

IG: @Thalinda Lena

Mampir, ah, siapa tahu dapat gelas🤣🤣🤣💃🙏

2022-07-01

3

Bagus Effendik

Bagus Effendik

aku mulai datang berkunjung ya

bawa rate 5 n like

buat semangaaaat mu 👍
dapat salam dari novel T O H

2021-01-24

0

Biruuuu

Biruuuu

aku datang berkunjung kak

2021-01-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!