Bab 9

Pagi hari pukul enam. Rangga membantu si kembar Ardi-Ardan memakai dasi sekolah mereka. Rangga juga memastikan setiap adik-adiknya tidak lupa membawa bekal ke sekolah.

"Sudah siap?" tanya Rangga pada adik kembarnya.

"Sudah, Mas. Hari ini waktunya beli buku-buku baru," curhat Ardi.

"Pensil-pensil Ardan juga udah sebesar jari kelingking, Mas." Ardan ikutan curhat.

"Ini untuk beli buku-buku baru, dan ini untuk beli pensil. Doakan Mas Rangga lancar rejekinya, ya?" pinta Rangga pada adik kembarnya.

"Aamiin. Ardi doakan Mas Rangga juga cepat punya istri. Seperti yang sering dibilang ibuk," kata Ardi dengan polosya.

Bu Anis yang sedang menyiapkan bahan-bahan untuk jualan pun seketika terkejut. Rupanya si kembar selalu memperhatikan ucapannya pada putra pertamanya.

"Ehem. Bagus, Le. Doakan juga masmu ini berhenti ngayal bisa dapetin hati adik majikannya, yo?" sahut Bu Anis.

"Loh memangnya Mas Rangga belum pacaran sama adik bos?" Giliran Ardan yang kepo.

Si kembar Ardi-Ardan rupanya sering meniru kata ataupun panggilan yang dibuat Rangga bahkan ibunya. Saat itu pun Ardan ikutan memanggil dengan sebutan adik bos.

"Eit. Anak kecil kok udah tahu pacaran, sih?" Rangga menyentil kening Ardan atas ucapannya.

"Terserah Mas Rangga aja, deh. Pokoknya Ardi sama Ardan pengen punya Mbak yang cantik dan pinter masak," seru Ardi.

"Setuju. Ayuk, kita berangkat sekolah saja! Nanti Mas Rangga pasti nyariin Mbak Cantik buat jadi kakak kita." Ardan mengajak kembarannya berangkat ke sekolah.

Obrolan pagi itu membuat Rangga geleng-geleng kepala. Dia menatap punggung dua bocah kecil adik-adiknya itu hingga halaman depan rumah.

"Tuh. Adikmu saja ingin lihat kamu nikah, apalagi ibuk, Le. Jangan mengkhayal sama adik bosmu melulu. Sana cepat cari istri," desak Bu Anis. "Biar ada yang mijitin kamu kalau lelah kerja," imbuhnya.

"Sabar dulu, Bu. Nanti kalau adik bos udah balik dari Jakarta, pasti Rangga ajak ke sini," terang Rangga.

"Repot wes. Terserah kamu. Ibu capek nasihatin kamu. Sekarang, ayo antar ibu ke pasar! Kamu masuk shift apa hari ini? Eh tunggu-tunggu, itu kenapa motor bosmu malah dipakai terus?" Bu Anis memberondong tanya.

"Rangga masuk shift sore hari ini. Jadi Rangga menginap di ruko. Terus, motor itu sama bos emang disuruh pakai. Bos Rangga baik loh, Bu!" Rangga memuji kebaikan Mario-Anjani.

Bu Anis tersenyum. Dia mendekati putra yang begitu dibanggakannya itu.

"Yasudah. Yang penting kamu kerjanya di sana harus jujur. Harus amanah juga," nasihat Bu Anis yang lekas disusul anggukan oleh Rangga.

Rangga pagi itu mengantar sang ibu ke pasar. Sebenarnya jualan rujak cingurnya agak siang, tapi beberapa hari lalu sang ibu mencoba peruntungan baru dengan menambah menu jualan nasi pecel. Bu Anis juga berangkat lebih pagi dari sebelum-sebelumnya.

"Mas Rangga. Aduh tambah gagah saja," puji ibu-ibu pasar yang juga berjualan di dekat tempat sang ibu berjualan.

Rangga hanya cengar-cengir mendengar pujian itu. Sudah sering dia dengar orang-orang pasar yang memuji tubuh kekarnya. Rangga sama sekali tidak membentuk otot-otot di tubuhnya. Semua terbentuk alami karena dulunya Rangga sempat kerja kasar sebagai buruh angkat barang. Ya, itu dulu, di masa lalu. Setelahnya Rangga lebih suka bekerja di pertokoan.

"Mas Rangga. Aku kangen, Mas." Putri ibu-ibu yang memujinya tadi tiba-tiba mendekat ke arah Rangga.

"Tapi aku nggak kangen," celetuk Rangga.

"Ih. Dingin banget, sih. Emangnya Mas Rangga nggak tergoda untuk menikahiku apa? Aku di sini jadi rebutan, loh. Banyak yang pengen nikahin aku," aku si gadis tadi.

"Yaudah. Pilih aja salah satu dari mereka. Aku mau menikah sama gadis yang aku cintai," aku Rangga dengan santainya.

"Apa? Jadi Mas Rangga sudah punya pujaan hati? Huhuhuhu. Aku patah hati, nih. Ibuuuk. Mas Rangga ternyata udah punya kekasih. Sia-sia aku menunggu sambil mempercantik diri," si gadis mengadu pada ibunya.

Rangga menghela nafas dalam. Sesaat kemudian sang ibu menyuruhnya untuk kembali pulang dan mengabaikan ke-alay-an gadis tadi. Rangga menurut. Dia melangkah menuju motornya. Sebenarnya dia sudah terbiasa dengan adegan seperti saat itu di pasar. Tubuh gagahnya memang sering dikagumi banyak orang.

"Bahkan Alenna pun sempat tergoda dengan tubuhku. Ya Allah, semoga aku bisa berjodoh dengan Alenna. Aamiin," doa Rangga tiba-tiba.

Wajah cantik kebulean Alenna lekas membayang. Rangga tersenyum. Mendadak dia rindu.

"Alenna. Sedang apa kamu di sana? Adakah lelaki lain yang menyukaimu seperti aku saat ini? Semoga hatimu masih milikku, ya." Rangga membatin.

Motor dilajukan menuju rumah. Bayangan wajah Alenna mengiringi perjalanannya. Membuat Rangga semakin semangat untuk kerja lebih keras, menabung, hingga suatu hari nanti dia bisa melamar Alenna dengan layak.

***

Jakarta, kantor Alenna.

"Heeem. Tumben badanku pegal-pegal gini?" Alenna merenggangkan tubuhnya.

Tumpukan dokumen sejenak ditinggalkan. Alenna menuju sofa yang tak jauh dari meja kerjanya. Alenna melepas sepatu dan meluruskan kakinya.

"Padahal baru beberapa minggu di sini, tapi udah rindu aja sama yang di sana. Ah, Mas Rangga apa kabar?" gumam Alenna sambil menyandarkan kepalanya.

Alenna tetiba saja ingin mendengar suara Rangga. Sungguh ingin mendengar. Seketika Alenna pun mengeluarkan smartphone. Mencari kontak Rangga yang sama sekali belum pernah dihubunginya. Alenna pun sangat yakin bahwa Rangga tidak memiliki nomor ponselnya.

"Bismillaah. Semoga kakakku tidak tahu perbuatanku kali ini," gumam Alenna.

Panggilan telepon pertama tidak mendapat tanggapan dari Rangga. Alenna tampak sedikit kecewa.

"Apa iya Mas Rangga dapat shift pagi di ruko, ya?" pikir Alenna.

Tak ingin menyerah, Alenna pun kembali mencoba menghubungi Rangga. Berhasil. Kali ini ada jawaban. Jantung Alenna seketika berdebar-debar.

"Halo. Assalamu'alaikum. Ini dengan siapa, ya?" suara Rangga di seberang.

Alenna belum bisa mengendalikan debaran jantungnya. Mendadak dia gagap. Suara Rangga mengalihkan dunia. Alenna yang terkenal cakap berbicara pun seketika kehilangan kata untuk membuka salam sapa pada lelaki yang sangat dirindukannya itu.

"Halo. Apa mungkin salah sambung?" tanya Rangga yang masih belum mendengar sahutan dari nomor yang meneleponnya.

Alenna masih belum bersuara. Dia memegangi dada kirinya. Debar jantungnya sungguh kelewatan, tapi terasa merdu bersamaan.

"Baiklah. Aku matikan saja," kata Rangga.

"Jangan, Mas!" Itulah kata pertama yang meluncur dari mulut Alenna.

"Seperti kenal dengan suara ini. Apa ini Alenna?" tanya Rangga ragu-ragu.

"I-iya, Mas. Aku Alenna," aku Alenna pada akhirnya.

Bukan hanya Alenna yang jantungnya berdebar-debar. Rangga pun bernasib sama. Jantungnya tetiba saja berdebar-debar saat tahu yang menelepon adalah adik bos yang dirindukannya.

"Kamu apa kabar?" Nada Rangga melembut.

"Alhamdulillaah, Mas. Aku baik di sini. Mas Rangga sendiri bagaimana? Apa kakakku sering menyuruh-nyuruh Mas Rangga di ruko?" tanya Alenna yang sudah menemukan kembali kepercayaan dirinya. Kata-katanya deras meluncur.

Terdengar tawa ringan di seberang. Alenna tersenyum mendengar tawa Rangga.

"Alhamdulillah, aku baik juga. Bos selalu baik, kok. Yang lebih sering mengelola ruko saat ini istri bos." Rangga sedikit bercerita.

"Oh iya sih. Anjani yang sekarang mengelola ruko sambil kuliah. Em, Mas Ragga!" panggil Alenna.

"Iya. Ada apa?" tanya Rangga dengan nada bicara yang masih sama lembutnya.

"Aku rindu," kata Alenna sambil senyum-senyum.

Alenna memainkan jemarinya. Dia menunggu respon Rangga atas ucapannya barusan.

"Em, sebenarnya sih aku juga. Hehe," aku Rangga malu-malu.

Alenna dan Rangga sudah mirip sepasang kekasih yang tengah bertukar kabar rindu.

"Aku senang sikap Mas Rangga masih sama seperti saat pertama kali kita berpisah di bandara. Em, Mas. Bolehkah aku sering-sering menghubungi Mas Rangga?" tanya Alenna. Dia sudah terbawa suasana hatinya.

"Aku sih tidak keberatan. Tapi, apa sikap kita yang seperti ini benar? Maksudku, kita tidak ada ikatan. Nanti malah menjurus ke pacaran sebelum halal, loh." Tiba-tiba saja Rangga berkata demikian.

Alenna paham betul dengan apa yang dikatakan Rangga. Dia pun tidak ingin menambah lebih banyak dosa.

"Em ... Kalau misal kita menikah, Mas Rangga mau apa tidak?" tanya Alenna tiba-tiba.

Di seberang sana Rangga jingkrak-jingkrak. Dia tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu.

"Insya Allah bersedia. Eh, tapi kan kerjaanku nggak sebanding sama kamu. Apa iya orangtuamu akan menerimaku?" Tiba-tiba saja Rangga kepikiran seperti itu.

"Ssst. Soal itu Mas Rangga tenang aja. Yang penting Mas Rangga bersedia menikah denganku," terang Alenna.

"Hihi. Berasa aku yang sedang dilamar sama kamu nih," aku Rangga.

"Aku sih nggak masalah. Yang penting aku suka." Alenna kembali senyum-senyum. "Kalau begitu Mas Rangga tunggu kabar selanjutnya, ya. Doakan agar niat kita ini dipermudah."

"Aamiin. Kalau begitu selamat bekerja. Jangan lupa banyak bersedekah agar niat kita semakin dipermudah," pesan Rangga.

"Siaaap. Assalamu'alaikum Mas Rangga," salam Alenna.

"Wa'alaikumsalam," tutup Rangga.

Alenna berbunga-bunga. Dia mulai memikirkan sebuah cara agar niat baiknya direstui orangtua dan kakaknya. Saat larut memikirkan ide-ide, tiba-tiba saja smartphone bergetar tiga kali berurutan. Ada tiga pesan masuk dengan kompaknya. Pesan itu dari Juno, Barra, dan Vero.

"Ini kenapa juga mereka bertiga kompak ngirimin aku pesan. Juno tanya kabar Ranti. Ih, kan udah punya nomor ponselnya. Modus banget nih Juno. Em, Barra ngajak makan siang bareng? Aduh, nih anak kenapa jadi sering ngajak makan bareng, sih? Semoga Barra nggak lagi punya rasa sama aku. Hatiku udah milik Mas Rangga, nih. Huft." Alenna menggerutu.

Satu pesan lagi dia baca. Dia mengucap basmallah sebelum membuka pesan dari Vero.

Alenna, aku akan segera melamarmu. Menikahlah denganku. Vero.

"What?"

Alenna begitu kaget hingga refleks melepaskan smartphone sampai terjatuh di sofa.

Bersambung .....

Kepo? Nantikan lanjutan cerita IKATAN CINTA ALENNA. Mohon dukungannya untuk karya ini. Like. Vote. Komentari. Terima kasih 😉 Tengok juga yuk novel pertama author yang CINTA STRATA 1. Semua kisah berawal dari sana. See You. 💋

Terpopuler

Comments

Whiteyellow

Whiteyellow

like

2021-03-27

0

Bagus Effendik

Bagus Effendik

semangat semangat semangat

2021-01-24

0

Anyle Tiwa

Anyle Tiwa

nice

2020-12-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!