Bulir bening Ranti tertahan jatuh. Pipinya memanas akibat tamparan Alenna yang tak seberapa itu. Bukan sakit yang terasa, perasaan malulah yang justru meraja hatinya. Tak lama, bulir bening itu kembali membasahi pipi Ranti. Kali ini Ranti menghambur tanpa aba-aba ke pelukan Alenna.
Tubuh Alenna mematung. Kekecewaan yang tersalur melalui telapak tangannya rasanya kurang. Akan tetapi, apalah daya Alenna tak mampu meluapkan lebih rasa kecewanya itu. Meski tamparan kembali mendarat pun waktu yang telah berlalu tak akan bisa terulang lagi. Semua sudah terlanjur terjadi.
"Maafin gue, Len!" seru Ranti di sela isak tangisnya. Pelukannya dipererat, tapi tak ada balasan pelukan dari Alenna.
"Gue salah! Nggak seharusnya gue ngelakuin itu sama mantan pacar lu. Pasti lu kecewa sama gue. Please, maafin gue, Len." Ranti memohon.
Hati Alenna tak tega juga. Dirinya pun merasa bersalah telah mendaratkan tangan kanannya di pipi Ranti. Perlahan dilepasnya pelukan Ranti dari dirinya.
"Apa sih yang kamu pikirkan semalam sampai kamu berani melakukannya, Ran? Kalian belum ada ikatan, lho!" Alenna ingin penjelasan.
"Gue yang salah, Len. Gue yang menggoda Juno. Semalam Juno awalnya menolak, tapi ... lama-lama Junolah yang mengambil alih kendali," aku Ranti.
Alenna menggeleng pelan. Tak habis pikir rasanya dengan fakta yang baru saja dia dengar dari sahabat baiknya itu. Ranti telah berani bermain cinta dengan mantan pacarnya. Bukan tentang mantan pacar, yang Alenna sesalkan adalah kelakuan mereka berdua semalam.
"Maafin gue, Len. Maafin gue!" Ranti menggenggam tangan Alenna. Sorot matanya terlihat memohon.
"Harusnya kamu tahu harus meminta maaf pada siapa. Bukan padaku, Ran. Kalau kau menyesal, lekas memohon ampun pada-Nya," nasihat Alenna.
"Gue bakal lakuin. Apa pun yang lu suruh bakal gue lakuin. Yang penting lu maafin gue," sahut Ranti.
Alenna menghela nafas dalam. Pikirannya sedikit penat.
"Bukan karena aku, Ran. Berubahlah baik karena kamu benar-benar telah menyesal," pesan Alenna. Hatinya melunak karena prihatin melihat sahabatnya yang tampak gelisah itu.
Ranti mengangguk. Detik berikutnya dia menghambur lagi memeluk Alenna.
"Apa Juno bilang akan bertanggung jawab?" tanya Alenna setelah melepas pelukannya.
Ranti menggeleng. "Juno bilang akan mencari penyelesaian untuk ini. Juno juga janji akan mulai belajar mencintaiku," terangnya.
Mendengar itu membuat Alenna memijit pelan kepalanya.
"Lalu kamu percaya begitu saja?" tanya Alenna.
"Iya. Lagipula gue di sini yang salah karena sudah berani menggoda Juno semalam. Mau minta tanggung jawab model apa ke Juno, kalau guelah si jalang yang nggak tau malu itu. Pasti lu jijik sekarang sama gue, ya Len." Ranti tertunduk. Jelas sekali mimik penyesalan memenuhi ekspresi wajahnya.
Alenna tak langsung menjawab. Dia tampak berpikir. Kini urusan Ranti secara tidak langsung telah menjadi urusannya, karena Alenna telah tahu dan akan melibatkan diri di dalamnya. Ditambah lagi, Ranti mengenal Juno karena dirinya.
"Akhir pekan ini kamu ikut aku menemui Juno. Kita ambil penerbangan Sabtu pagi. Akan kuselesaikan urusan kantor sebelum kita berangkat," terang Alenna.
"Tapi, Len. Lu kan nggak boleh balik ke kota lu! Emangnya Paman Li bakal ngijinin lu pergi?" Ranti tampak khawatir dengan ide Alenna.
"Paman Li akan ke Surabaya besok pagi. Tidak akan ketahuan, kok. Ayahku baru akan ke sini tepat di hari Senin, masih ada waktu." Alenna terlihat santai dengan idenya.
"Duh, Len. Kok gue jadi was-was sih. Ntar kalau lu ketahuan ninggalin Jakarta gimana?" Ranti benar-benar khawatir.
"Calm down, Ran. Aku baik-baik saja. Pokoknya kita harus mendapatkan kepastian pertanggungjawaban dari Juno. Juno harus segera menikahimu!" tegas Alenna.
"Menikah? Haruskah? Tapi gue nggak hamil lho!" sahut Ranti dengan entengnya.
Alenna tepuk jidat. Tak lagi main tampar, Alenna memilih untuk menyentil kening dan hidung Ranti bergantian.
"Kalian harus menikah. Titik. Sekarang, kamu kembali ke ruang kerjamu. Aku tinggal ke ruang Paman Li, memastikan tiket Paman Li untuk terbang ke Surabaya sudah beres. Setelahnya baru akan kupikirkan untuk penerbangan kita," terang Alenna.
Ranti mengangguk. Dia percayakan semuanya pada Alenna.
"Em, pecahan gelasnya biar aku bersihkaan!" Ranti beranjak.
"Biar OB saja. Kamu bergegaslah ke ruang kerjamu. Jernihkan pikiranmu dan segera mulai taubatmu!" Kembali Alenna menasihati.
Ranti mengangguk. Perlahan dia meninggalkan ruangan kerja Alenna. Dadanya kembali bergemuruh rasa sesal dan bersalah.
***
"Paman, tiket penerbangan pagi ke Surabaya sudah Alenna pesankan. Salam untuk keluarga dan putra Paman, ya."
Paman Li berterima kasih seraya menunduk takzim.
"Oya, sebentar. Alenna pesankan oleh-oleh untuk dibawa Paman Li. Buah tangan jangan dilupakan." Alenna mengedipkan sebelah matanya.
Paman Li hendak mencegah. Merasa tidak enak hati atas kebaikan putri Tuan besarnya itu. Tetap saja, meski sudah dicegah tapi Alenna masih melanjutkan niatnya.
"Oya, siapa nama putra Paman Li?" tanya Alenna.
"Namanya Satria. Usianya sekitaran setahun lebih tua dari Nona Alenna," terang Paman Li.
"Putra Paman Li lulusan manajemen bisnis, kan?" Alenna khawatir salah ingat.
"Benar sekali, Nona."
"Kalau begitu bukan lagi penawaran. Putra Paman Li silakan membuat lamaran kerja di induk perusahan ini," terang Alenna.
"Em, untuk itu ... Saya tidak dapat memastikannya, Nona. Tapi akan saya coba bicarakan ini." Sejujurnya Paman Li telah lama tidak bertemu sang putra. Jangankan menawarkan pekerjaan, kedatangannya saja belum tentu disambut baik oleh sang putra.
Tetiba saja obrolan mereka terjeda karena dering telepon di smartphone Paman Li. Alenna menunggu Paman Li selesai menerima telepon itu. Sembari duduk di sofa, Alenna memperhatikan mimik wajah Paman Li yang mendadak berubah.
"Apa ada masalah dengan anak perusahaan di Jember sana?" tanya Alenna yang sempat sedikit mendengar.
"Benar sekali, Nona. Amanda mencurigai adanya penggelapan dana yang sudah diinvestasikan oleh Tuan Vero. Sementara ini yang tahu kasus ini hanya kakak Nona Alenna, Tuan Muda Mario dan sedikit tangan kanan Tuan Besar. Sementara Tuan Besar sendiri belum tahu soal ini," lapor Paman Li.
"Pasti kakakku melarang untuk memberi tahu ayah soal ini. Sementara ini kita harus mengawasi. Jangan gegabah. Khususnya Vero, jangan sampai dia tahu hal ini. Kepercayaan kerjasama yang baru dibangun tidak boleh runtuh begitu saja," tegas Alenna.
Paman Li mengangguk. Dia bahkan meminta izin untuk membatalkan niatan pergi ke Surabaya demi mengurus kasus yang terjadi.
"No! Paman Li tetap harus ke Surabaya. Jangan kembali sebelum hari Senin," perintah Alenna. Paman Li harus ke Surabaya agar aku bisa sembunyi-sembunyi membawa Ranti menemui Juno di Jember. Batin Alenna.
"Baiklah, Nona. Akan saya suruh orang kepercayaan untuk mengawasi gerak-gerik pimpinan anak perusahaan. Akan saya hubungi juga Tuan Mario."
Alenna mengangguk. Dia setuju dengan usulan Paman Li. Bekerjasama dengan sang kakak akan jauh lebih mudah demi mengatasi masalah yang terjadi. Yang lebih penting lagi, Alenna lega karena Paman Li tetap pergi ke Surabaya. Sehingga dirinya akan leluasa pergi bersama Ranti menemui Juno.
***
Sabtu pagi pun tiba. Ranti menuju apartemen Alenna untuk kemudian berangkat bersama menuju bandara.
"Pakai bajuku. Yang ini lebih tertutup!" Alenna sedikit memaksa Ranti agar berganti baju, karena pakaian yang dipakai Ranti pagi itu sungguh terbuka.
Ranti pun menurut meski dengan setengah hati. Lekas diganti pakaiannya yang terbuka dengan gamis yang disodorkan Alenna.
"Nah kan jadi tambah cantik. Sekarang, pakai jilbabnya!" Alenna dengan hati riang membantu Ranti memakai hijab.
Pantulan sosok baru di cermin membuat Ranti menitihkan bulir bening berharganya. Ada perasaan aman kala gamis dan hijab menutupi tubuhnya yang tadi terbalut pakaian terbuka.
"Len, gue makin merasa penuh dosa! Gue sendiri jijik mengenang kelakuan buruk gue. Nggak seharusnya gue menggoda Juno waktu itu," sesal Ranti. "Apakah masih ada kesempatan buat gue untuk memperbaiki diri?" tanya Ranti.
Alenna tersenyum pada sahabat baik yang kini merasa teramat menyesal itu.
"Kokohkan niatmu, Ran. Segala niat baik pasti akan dimudahkan oleh-Nya. Percayalah. Ayo berangkat ke bandara!" ajak Alenna kemudian.
Ranti mengangguk. Nasihat-nasihat Alenna sungguh merasuk, mencipta sebuah motivasi tersendiri bagi Ranti. Kini, dia mengekori Alenna. Hati dan langkahnya lebih mantap dari sebelumnya.
Usai mengingatkan Ranti dengan barang bawaannya, Alenna menuju pintu apartemen. Begitu pintu dibuka, alangkah terkejutnya Alenna melihat sosok tampan dengan balutan nuansa casual.
"Vero?"
"Selamat pagi, Alenna."
Bersambung ....
Ups. Babang Vero muncul pagi-pagi deh. Mau apa dia? Akankah niat untuk bertemu Juno di Jember lancar jaya? Atau justru di sana Alenna akan bertemu Rangga, calon suaminya? Heeem.
Suka? LIKE aja. Nantikan lanjutan ceritanya, dan berikan komentar untuk author agar lebih bersemangat update ceritanya 😉 Terima kasih sudah mampir dan membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Anyle Tiwa
suka banget
2020-12-16
1
Asyilah
Like selalu mendarat di karya mu Thor 🙏
2020-12-16
1
R.F
like, like balik ya
2020-12-16
1