Bab 19

Pikiran Ranti mendadak berat. Anjani, si cantik berhijab yang baru hari ini dikenalnya, rupanya pernah dikejar-kejar Juno. Ranti sendiri pun tak bisa mendustai diri, bahwa dirinya telah menaruh hati pada Juno sejak pertama kali bersua via VC selama di Jakarta. Rasa aneh yang kini melanda hatinya pastilah rasa cemburu. Ya, Ranti cemburu.

Alenna menangkap perubahan sikap Ranti. Sengaja Alenna membeberkan fakta Anjani dan Juno di masa lalu agar Ranti lebih bersiap diri. Lebih baik terkejut saat ini, daripada tahu nanti-nanti.

“Sst. Jangan dipikirkan lagi, Ran. Itu sudah masa lalu. Aku hanya ingin kamu tau. Anjani sudah jadi milik kakakku,” bisik Alenna.

Dalam hati Ranti membenarkan perkataan Alenna. Betul sekali, semua itu sudah menjadi bagian dari masa lalu. Bibir Ranti kini ditarik membentuk lengkung senyum. Sedikit bersyukur karena tahu lebih tentang kehidupan masa lalu Juno.

“Makasih, Len. Nanti beri tau aku lebih banyak tentang Juno, ya?” pinta Ranti, dan masih juga berbisik.

“Ehem!” dehem Rangga yang sedari tadi merasa diacuhkan.

Alenna dan Ranti seketika menoleh melihat Rangga. Alenna lebih dulu tersenyum, disusul Ranti yang ikut-ikutan senyum tanpa tahu apa yang sedang disenyumkan Alenna.

“Ran, setelah ini aku antar ke kamarmu. Istirahatlah dulu. Aku … em, aku mau ngobrol sama Mas Rangga,” kata Alenna.

“Oke. Tapi kapan ketemu Junonya?” bisik Ranti.

“Kita atur nanti,” jawab Alenna yang sebenarnya sama sekali belum mempunyai rencana.

Awalnya Alenna sudah merencanakan dengan matang. Begitu sampai di bandara, langsung menuju hotel, rehat sebentar, lantas menelpon Juno untuk tahu posisinya dan segera menemuinya. Namun, sekarang keadaan berubah. Alenna bahkan tak pernah membayangkan akan dipergoki sang kakak dengan elegan.

***

Dua gelas es jeruk dalam gelas dihidangkan Alenna untuk Rangga yang sudah menunggu di sofa ruang tamu. Usai mengantar Ranti ke kamarnya tadi, Alenna menuju dapur untuk meminta bibi juru masak membuatkan dua gelas es jeruk untuknya dan Rangga.

“Silakan diminum, Mas.” Alenna mempersilakan.

“Terima kasih, adiknya bos.” Rangga antusias menyambar es jeruk bagiannya.

Alenna terkekeh melihat sikap Rangga. Sudah mirip orang kehausan saja.

“Pelan-pelan, Mas. Nanti tersedak, lho!” Alenna mengingatkan,

Rangga cengar-cengir. Sejak mengetahui fakta bahwa dirinya akan dinikahkan dengan Alenna, sedikit banyak mempengaruhi sikapnya pada calon istrinya ini. Rangga sering merasa canggung, kikuk, dan apa pun itu, kadang ada pula perasaan malu, meski sebenarnya Rangga sangat mau lebih dekat dengan Alenna.

“Em, Mas Rangga kenapa masih manggil aku dengan sapaan adiknya bos?” Itulah topik yang dipilih Alenna. Bukan membahas rencana pernikahan, malah membahas sapaan.

“Nanti juga akan berubah sendiri. Kalau sudah nikah kan pasti panggilnya ‘Sayang’,” terang Rangga, sejujurnya.

Betapa membuncah bahagia hati Alenna mendengarnya. Sungguh dirinya ingin segera menyandang status sah sebagai istri Rangga. Sama sekali Alenna tidak memandang ekonomi keluarga Rangga, tidak mempermasalahkan pekerjaan Rangga, ataupun lain-lainnya. Perasaan cinta Alenna tanpa alasan. Kecuali satu sih, Alenna tergila-gila dengan perawakan kekar nan gagah dari seorang Rangga.

“Oya, aku dengar dari Bos Mario, katanya kamu pulang ke sini diam-diam? Kenapa?” tanya Rangga pada akhirnya.

“Em, sebenarnya aku ada urusan, Mas. Karena ayah, mommy, juga kakakku melarangku pulang, ya makanya aku diam-diam. Eh, ternyata malah dikasih kejutan di bandara. Hihi.” Alenna menjelaskan tanpa menyebut-nyebut nama Juno.

Rangga mengangguk-angguk. Dia memahami situasi Alenna.

“Oya, sebenarnya ibuku ingin sekali bertemu denganmu. Ibu sempat tidak percaya lho. Dikiranya aku mengkhayal jadi pasangan hidupmu,” ungkap Rangga.

“Benarkah? Wah, sepertinya aku harus bertemu ibu Mas Rangga, nih. Bisa ke sana sekarang nggak, Mas?” Alenna ingin segera bertemu ibu Rangga.

“Kalau sekarang ibu masih di pasar. Jualan. Baru pulang sekitaran jam 2 nanti siang. Paling ada Ardi sama Ardan, itupun kalau sudah pulang sekolah,” terang Rangga.

“Oke, deh. Sekarang aja ke rumah Mas Rangga. Aku kenalan dulu sama adiknya Mas Rangga yang katanya kembar itu. Boleh ya, Mas?” Alenna setengah memohon.

Mimik wajah Alenna yang seperti itu tak kuasa ditolak Rangga. Tak lagi menimbang, Rangga pun mengizinkan Alenna mengunjungi rumahnya. Setelahnya Alenna bergegas menuju kamar Ranti untuk pamit dan memberikan arahan untuk mendapatkan info tentang Juno.

“Ran, kamu coba pancing Juno dengan chat. VC juga oke sih. Aku yakin kamu bisa dapat info posisinya dengan mudah. Juno pasti tidak akan mengira kamu ada di kotanya. Kalau aku yang telepon, pasti dia curiga. Gimana?”

“Oke, Len. Tapi ntar, ya. Gue mau nyoba kolam renang lu, nih. Boleh kan? Mumpung di sini,” pinta Ranti.

“Jangan, deh. Nanti kalau ada kakakku datang gimana? Itu kolam renangnya terbuka, lho.” Alenna khawatir.

“Yaah. Nggak asik. Oke deh, gue mau istirahat aja dulu. Jangan lama-lama ya perginya. Jangan sampai malam. Sore harus balik!” tegas Ranti.

“Iya-iya. Sip, deh!”

Usai tawar menawar dengan Ranti, Alenna pun mengambil tas kecilnya, lantas kembali menemui Rangga yang ternyata sedang meminta izin pada Mario untuk membawa Alenna berkunjung ke rumahnya.

“Kakakku kasih izin?” Alenna kepo.

“Iya, tapi ada embel-embel pesannya. Jaga jarak!” tegas Rangga menirukan gaya bicara Mario.

Alenna terkekeh. Pesan yang sama juga sudah didapatkannya tadi sebelum Mario-Anjani berangkat ke ruko.

“Ayo berangkat. Mas Rangga yang bawa mobilnya, ya!” Alenna sudah tahu bahwa Rangga jago mengemudi.

“Siap!”

Perjalanan menuju rumah Rangga terasa begitu lama. Sebabnya sederhana, kurangnya obrolan di dalam mobil. Wajarlah jika Alenna dan Rangga masih suka merasa canggung. Hingga beberapa menit pun akhirnya berlalu, mobil melambat dengan terus mengarah ke sebuah rumah sederhana di tepi sawah.

“Hemm. Rumah Mas Rangga kelihatan sejuk,” ungkap Alenna.

Mata Alenna seketika dimanjakan oleh hijaunya sawah. Rumah Rangga yang teramat sederhana itu baru pertama kali ini dijumpainya. Meski tak sebanding dengan rumah mewahnya, tapi Alenna sama sekali tidak masalah. Alenna menerima semua kondisi Rangga, lingkungan, dan kehidupan keluarganya.

“Maaf, rumah Mas nggak sebagus rumahmu,” aku Rangga.

“Ish, Mas Rangga ngomong apa, sih. Udah ayo masuk. Kenalin aku sama adik kembarnya Mas Rangga!” pinta Alenna.

Rangga dan Alenna pun masuk ke dalam rumah. Namun, kosong. Tidak ada tanda-tanda Ardi dan Ardan sudah pulang. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas kurang. Biasanya kedua adik kembar Rangga itu sudah pulang.

“Oh, atau mungkin ada kegiatan ekstra ya? Aku sampai lupa kalau sekarang bukan Jumat, tapi Sabtu ya?” Rangga terkekeh pelan begitu tersadar.

“Aduh, Mas Rangga ini terlalu giat kerja sampai jadi pelupa gini. Yaudah, deh. Kita tunggu aja, Mas. Em, Alenna boleh lihat-lihat rumah Mas Rangga, nggak?” Mendadak saja Alenna ingin menjelajahi rumah sederhana Rangga.

“Ya boleh, dong. Nantinya kan kamu bakal tinggal di sini juga,” terang Rangga.

Alenna terdiam sejenak. Dia mencerna baik-baik perkataan Rangga.

“Mas, setelah kita menikah, Kira-kira Mas Rangga keberatan nggak kalau pindah kerja di Jakarta?” tanya Alenna hati-hati.

Gantian Rangga yang kini terdiam. Dia mengira setelah menikah nanti akan tetap tinggal di rumah sederhananya, dengan ibu dan juga adik kembarnya. Lagipula, Rangga saat ini juga sudah nyaman bekerja di ruko.

“Kita ngobrol di teras belakang, yuk. Di sana langsung menghadap ke arah sawah,” ajak Rangga.

Alenna mengangguk. Melangkah pelan, dia mengekori langkah Rangga, sekalian bisa melihat-lihat bagian dalam rumah Rangga.

Teras bagian belakang rumah Rangga rupanya lebih sederhana. Kanan kiri dan bagian depan terlihat sawah, hijau membentang. Sungguh menyejukkan pandangan. Di dekat tembok pemisah bagian dapur dan teras belakang terdapat tempat duduk lebar dari bambu. Rangga mengaku, tempat duduk itu buatan tangannya sendiri.

“Duduklah di sini. Kita mengobrol santai sambil menunggu Ardi dan Ardan,” tutur lembut Rangga.

Lagi-lagi Alenna mengangguk. Dia begitu nyaman dengan sikap sopan Rangga.

“Alenna, sejujurnya Mas agak malu menikah denganmu. Pekerjaan dan keahlian Mas ya gini-gini aja. Kalaupun harus tinggal di Jakarta, apa akan ada yang menerima Mas kerja dengan keahlian Mas yang seperti ini?” Rangga terang-terangan.

Seketika Rangga melihat Alenna tersenyum. Sungguh manis di pandangan Rangga. Menatap wajah ayu kebule-bulean Alenna rupanya membuat dadanya berdebar. Cepat-cepat Rangga menundukkan pandangannya.

“Mas Rangga kenapa nunduk gitu?” Alenna tersenyum lebih manis lagi, membuat Rangga semakin berdebar.

“Takut khilaf,” sahut Rangga.

Alenna terkekeh pelan. Seharusnya Alennalah yang lebih pantas mengatakan itu. Sedari awal melihat Rangga di bandara tadi pagi, Alenna sudah sangat ingin memeluk Rangga.

“Em, kita lanjut bahas yang tadi ya, Mas.” Alenna kembali pada topik.

Rangga menghela nafas agar lebih tenang. Kembali dia duduk tegap dan mendengarkan Alenna.

“Ibunya Mas Rangga belum ceritakah? Em, sebenarnya aku tau ini dari Mommy sih. Mas Rangga sudah diizinkan tinggal di Jakarta. Untuk pekerjaan, ayah sudah mengurusnya. Mas Rangga tetap kerja di ruko, tapi di Jakarta. Ruko milik Mas Rangga sendiri,” terang Alenna.

Sungguh Rangga teramat kaget mendengarnya. Rangga benar-benar tidak tahu menahu tentang itu.

“Lalu, ibu dan adik-adikku bagaimana?” Tetiba Rangga teringat.

“Yang itu juga sudah disepakati. Ibu dan adik kembar Mas Rangga tetap di sini, tapi tidak di rumah ini. Ayah dan Mommy sudah menyiapkan rumah. Untuk bisnis rujak cingur dan pecel ibunya Mas Rangga, akan didaftarkan di aplikasi online. Jadi ibunya Mas Rangga tetap bisa menjalankan bisnisnya,” terang Alenna lagi.

Kembali Rangga dibuat terbengong-bengong dengan penjelasan Alenna. Sungguh dia sama sekali tidak diberi tahu ibunya.

Pantas saja beberapa hari ini ibu senyum-senyum sambil bilang rumah baru, bisnis baru, kehidupan baru. Jadi karena ini? Pikir Rangga.

“Ish, Mas Rangga kok melongo, sih? Itu tuh, ntar netes loh, Mas!” Alenna menahan tawanya melihat ekspresi calon suaminya itu.

Rangga tersadar dan langsung menutup mulutnya. Sejujurnya Rangga senang mendengar kabar baik dan kemudahan yang diterima keluarganya. Akan tetapi, ada sedikit yang masih mengganjal di hatinya. Rangga merasa Alenna terlalu baik, sampai memberikan banyak hal untuk keluarganya.

“Alenna, maaf. Aku benar-benar menyukaimu bukan karena hartamu. Sungguh,” ungkap Rangga. Itulah yang terus mengganjal di hatinya.

“Aku tau, Mas. Cinta Mas Rangga tulus tanpa alasan. Begitu pula aku. Cinta ini terus tumbuh sampai bermekaran indah luar biasa. Hihi, lebay deh kata-kataku. Tapi seriusan nih, Mas. Aku cinta banget sama Mas Rangga.” Ada jeda pada kata-kata Alenna. “Dari dulu sampai sekarang perasaan ini semakin bertambah,” imbuhnya.

Alenna menatap Rangga. Tak kuasa Rangga mengabaikan tatapan mata Alenna. Keduanya kini sama-sama terjerat keindahan bola mata. Senyum mereka sama-sama merekah. Hingga begitu saja Alenna menggeser posisinya, mendekat ke arah Rangga, duduk di pangkuannya, merangkulkan kedua tangannya, lantas mengikis jarak bibirnya dengan Rangga.

Terlupakan sudah niatan awal untuk hanya bertemu Juno. Terkikis sudah benteng pertahanan yang selama ini dipertahankan Alenna dan Rangga. Percuma Alenna terpisah jarak dengan Rangga selama ini. Nyatanya, saat bertemu tetap saja dirinya tak mampu menguasai diri.

Lupakan pesan Mario pada Alenna dan Rangga sebelum ini. Lupakan kebaikan-kebaikan Alenna yang selama ini diagungkan di Jakarta sana. Lupakan pula nasihat-nasihat Alenna pada Ranti selama ini.Sekarang, justru Alennalah yang terbakar api cintanya sendiri. Setan yang menjadi pihak ketiga pastilah tak luput disalahkan setelah ini.

“Uhmm. Alenna, ini salah!” Rangga mendorong pelan bahu Alenna.

Alenna mengusap bibirnya. Dirinya belum juga puas setelah cukup lama mengikis jaraknya dengan Rangga.

“Sekali lagi, Mas.” Alenna merajuk.

Rangga tergoda. Kembali mereka berdua mengulang aksi mengikis jarak bibir mereka. Hingga kemudian, suara melengking Bu Anis membuyarkan semua.

“Rangga!” seru Bu Anis yang sudah bersiap dengan sapu ijuk di tangan.

Bersambung ….

Suka? Like, Fav, Rate5. Terima kasih sudah mampir dan membaca 😉

Terpopuler

Comments

Cahya

Cahya

Duuuuh...Mario benar, deportasi Alenna. Begitu berduaan ma Rangga langsung ga terkendali. Hadeeeh....

2020-12-21

1

Wiguna84291776

Wiguna84291776

Khilaf lagi 🤦🏼‍♀️

2020-12-20

1

Anyle Tiwa

Anyle Tiwa

suka selalu

2020-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!