Bab 18

Senyum Vero merekah indah. Di genggaman tangannya sudah ada setangkai mawar putih dan sekotak cokelat kacang mete. Tanpa memudarkan senyumnya, Vero memberikan bunga dan cokelat itu pada Alenna. Sedikit memaksanya agar menerima.

“Babang Vero mau ngapain pagi-pagi ke sini?” Rantilah yang bertanya.

“Hai. Kamu Ranti, sahabatnya Alenna kan?” tanya Vero berusaha mengakrabkan diri.

Mimik wajah Ranti seketika berubah lebih cerah. Hatinya berbunga-bunga karena seorang Arvero Dewanggi bisa tahu namanya.

“Benar sekali. Gue … ehem, maksudku, Alenna ini sahabat baikku. Aku jadi cantik seperti ini juga karena Alenna. Em, Babang Vero ke sini pasti mau ketemu Alenna, ya? Maaf, Alennanya mau pergi ke ….”

Alenna lekas membungkam mulut Ranti. Tak habis pikir rasanya, Ranti bisa langsung seakrab itu hanya karena Vero tahu namanya.

“Maaf, Vero. Aku ada keperluan bersama Ranti,” terang Alenna tanpa penjelasan lebih.

“Yaah. Padahal aku mau diceramahin lagi. Sekalian mau minta saran untuk mengubah ayahku jadi lebih baik,” sahut Vero.

Mimik wajah Vero sengaja dibuat kecewa. Hilang sudah wibawa yang biasanya ditunjukkan di depan karyawan di perusahaannya. Cinta memang mampu mengubah hati, tapi juga akan melukai bila tak hati-hati.

Usai berpikir sejenak dan menyuruh Vero menunggu, Alenna langsung menelepon seseorang. Yang ditelepon adalah seseorang yang sudah hafal lingkungan Jakarta, dan pernah menerima kebaikan Alenna dengan uang 100 juta.

“Vero, boleh kirimkan alamat rumahmu?” tanya Alenna usai menelepon.

“Tentu saja. Kamu mau main ke rumahku, ya?” Vero antusias.

“Tidak juga. Mulai nanti sore akan ada ustad yang akan membimbingmu. Namanya ustad Barra!” tegas Alenna sembari memotret kartu nama Vero.

Vero mematung. Dikiranya Alenna sendirilah yang akan ke rumahnya untuk membantunya berubah.

“Tapi aku maunya kamu yang datang ke rumahku, Alenna.” Vero menolak.

“Modus!” celetuk Ranti.

Alenna lekas berbalik dan memberi kode mata agar Ranti diam sejenak. Ranti pun mengangguk, lantas memilih duduk di sofa.

“Vero, maaf. Aku sedang terburu-buru. Sekarang aku tanya. Apa kamu serius mau berubah?” tanya Alenna tanpa mimik bercanda.

“Tentu. Aku ingin menjadi baik seperti kamu, agar pantas menjadi pendampingmu.” Vero menegaskan.

“Fix. Mulai nanti sore kamu akan dibimbing ustad Barra. Senin sore ada tes yang harus kamu jawab. Seputar belajarmu dengan Ustad Barra. Kalau berhasil menjawab, kamu boleh menemuiku. Tapi jika tidak, jangan harap untuk bisa bertemu denganku. Bunga dan cokelat ini aku terima. Sekarang, kamu boleh pulang!” Alenna menutup penjelasannya dengan riang. Senang rasanya bisa mengusir Vero setelah bicara panjang lebar.

Mendapat perlakuan seperti itu malah membuat Vero senang. Sama sekali Vero tidak merasa telah diusir Alenna. Justru Vero merasa, jalan untuk bisa lebih dekat dengan Alenna semakin terbuka.

“Aku tau kamu akan pergi ke Jember. Kubiarkan kau pergi. Begitu kembali, kau tak akan pernah kulepaskan lagi,” janji Vero dalam hati.

“Aku pamit dulu, ya. Ranti, ayo!” Alenna memanggil Ranti.

Vero mengangguk lantas meninggalkan Alenna bersama Ranti.

***

Pukul setengah sembilan pagi, Alenna dan Ranti sudah mendarat di kota Jember. Dua gadis cantik itu berjalan beriringan menuju pintu keluar. Alenna berencana memakai jasa transportasi online menuju hotel yang sebelumnya telah dipesan via online juga.

"Dekatkan ke sini kopermu, Ran. Tunggu sebentar. Aku pesan online car," terang Alenna.

Baru saja Alenna selesai memesan, dua lelaki tampan menghampiri seraya memberi salam.

"Assalamu'alaikum, adikku."

Salam sapa Mario membuat Alenna langsung menoleh. Alenna refleks menutup mulutnya karena kaget dengan kedatangan Mario, sang kakak. Lebih mengejutkan lagi baginya, ada Rangga di sebelah Mario. Calon suaminya itu melambaikan tangan sebentar, lantas tersenyum dan memberi salam.

"Len, mereka siapa? Ganteng-ganteng semua." Ranti terpesona melihat Mario dan Rangga.

Mario tersenyum dan memperkenalkan dirinya pada Ranti seraya mengatupkan tangan di depan dada. Ranti pun mengangguk sambil menirukan gerakan tangan Mario.

"Ke-kenapa kamu bisa tau aku di sini?" tanya Alenna pada sang kakak, dengan hati-hati.

Jantung Alenna berdegup kencang akibat pertemuan yang tidak direncanakan. Apalagi, sedari tadi bola mata Alenna tidak bisa berhenti mencuri pandang ke arah Rangga.

"Kamu lupa koneksiku di mana-mana?" Mario tersenyum, agar adiknya itu tidak lagi ketakutan dengan kedatangannya yang pastilah mengagetkan.

Senyum aneh dipilih Alenna demi mengatasi kecanggungan. Alenna telah tertangkap basah. Rencana pulang diam-diam, justru dialah yang mendapat kejutan.

"Lalu, kamu mau kemana setelah ini? Rangga? Dia sudah kuajak kemari." Niat sekali Mario merencanakan.

Kembali Alenna senyum-senyum tak jelas. Dia melirik Ranti, tapi yang dilirik justru mengangkat bahu. Tanda bahwa Ranti pun tak tahu.

"Ehem. Em ... Ranti, yang tampan ini kakakku. Namanya Mario. Dan yang itu tuh, dia Mas Rangga. Calon suamiku," terang Alenna.

"Saya Ranti. Sahabatnya Alenna di Jakarta. Senang sekali bisa berkenalan dengan kalian. Wajah kalian sebelas dua belas sama oppa korea. Hehe," puji Ranti.

Mario dan Rangga sama-sama tersenyum mendengar pujian Ranti.

"Batalkan reservasi hotelnya. Kamu pulanglah ke rumah. Tidak perlu bersembunyi lagi dariku. Mommy keluar kota tadi pagi bersama temannya. Mencarikan souvenir untuk pestamu nanti. Ayah juga dalam perjalanan bisnis, dan seharusnya bertemu denganmu Senin nanti di Jakarta," terang Mario panjang lebar.

Lega. Itulah yang saat ini dirasakan Alenna. Sejujurnya yang paling dia takutkan adalah kemarahan Mario, karena pulang diam-diam. Alenna pun setuju untuk pulang ke rumahnya. Tentunya bersama Ranti. Urusan bertemu dengan Juno, itu bisa dipikirkan nanti.

"Ranti, ayo!" ajak Alenna, supaya Ranti mengekorinya menuju mobil Mario.

Tatapan Alenna sedari tadi tidak bisa lepas dari sosok Rangga. Sesungguhnya Alenna ingin sekali mengobrol, tapi ada perasaan sungkan yang tetiba melanda. Hal yang sama juga dirasakan oleh Rangga. Sosok gagah calon suami Alenna itu mendadak kehilangan kata-katanya saat melihat sosok Alenna.

"Anjani!" seru Alenna lantas menghambur ke pelukan istri sang kakak.

Sedari tadi rupanya Anjani menunggu di dekat mobil. Alenna yang begitu rindu pada Anjani pun lekas memeluk erat dilanjut cipika-cipiki.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Anjani.

"Aku baik. Apa kakakku memperlakukanmu dengan baik? Atau tiap hari dia malah minta jatah padamu?" tanya Alenna blak-blakan.

"Alenna, sepertinya kau kurang mengonsumsi petai, hingga boros kata seperti itu. Nanti saja tanya-tanyanya jika sedang tidak ada aku. Sekarang, ajak temanmu masuk mobil!" tegur dan nasihat Mario bersamaan.

Alenna manyun lantas mengajak Ranti masuk mobil.

***

Di kompleks perumahan mewah.

Ranti terbengong-bengong mengagumi penampakan rumah mewah yang ditempati keluarga Alenna. Lebih terkagum lagi dengan keramahan dan keanggunan Anjani. Kini, Ranti duduk bersama Mario-Anjani, Rangga dan Alenna di meja makan. Juru masak telah mempersiapkan menu masakan kesukaan Alenna.

Usai acara makan bersama, Anjani pamit menuju ruko. Mario pun ikut pamit untuk menemani Anjani, lantas menuju anak perusahaan. Ada yang harus diurus di sana. Khususnya penggelapan dana investasi dari perusahaan Vero.

"Mommy baru pulang besok malam. Rangga hari ini kusuruh libur kerja. Berbicaralah padanya. Kalian sebentar lagi akan menikah. Aku tidak mungkin terus melarangmu bertemu Rangga. Tapi ingat, jaga jarak dan jaga sikap." Mario menasihati.

"Hehe. Kamu sudah percaya lagi padaku, kan?" tanya Alenna.

"Aku percaya kau tidak akan berbuat mesum lagi dengan Rangga. Paman Li sudah banyak bercerita tentang perubahanmu di Jakarta. Jadi, tidak perlu sembunyi-sembunyi datang ke sini untuk bertemu Rangga," kata Mario, dia sengaja berbicara agak jauh dari lainnya.

Sepertinya kakakku ini tidak tau niatanku yang sebenarnya. Aku pulang untuk membantu Ranti bicara dengan Juno. Ah, niat baikku malah langsung dihadiahi pertemuan dengan Mas Rangga. Ya aku senanglah. Pikir Alenna. Tanpa sadar dia senyum-senyum sendirian.

"Kenapa senyum-senyum? Usir jauh-jauh pikiran mesummu pada Rangga!" tegas Mario.

"Enggak! Siapa juga yang mau mesum. Aku sudah berubah baik. Di Jakarta sana bahkan aku sering bantuin Mas Barra, Mbak Jeni, Ranti, bahkan Vero untuk jadi baik juga." Alenna malah curhat.

Mario menarik nafas lega, lantas tersenyum. Dia percaya pada adiknya itu.

"Aku pergi dulu. Anjani juga. Kami baru akan pulang sore hari nanti. Jika Rangga ingin pulang, bilang saja pada sopir untuk mengantarnya."

Mario pun pamit. Setelah menyampaikan beberapa pesan pada Rangga, dia melangkah menghampiri Anjani, lantas menggandengnya keluar menuju mobil.

Alenna tersenyum. Dia melirik ke arah Rangga yang masih menghabiskan makanannya di meja makan. Alenna kembali bergabung bersama Ranti dan Rangga di meja makan.

"Ran, makan yang banyak. Jangan sungkan!" suruh Alenna.

"Sip!" sahut Ranti.

Pandangan Alenna beralih menuju Rangga. Rupanya saat itu Rangga juga melihat ke arah Alenna. Jadilah, pandangan mereka bertemu seketika.

"Mas Rangga ... sudah latihan ijab qobul?" tanya Alenna.

"Uhuk!" Rangga tersedak mendengar pertanyaan Alenna yang tak terduga.

Entah apa yang ada di pikiran Alenna saat itu. Dari sekian banyak pertanyaan, justru itulah topik yang dia ajukan.

"Em, maaf-maaf. Mas Rangga selesaikan dulu makannya, deh. Sebentar lagi kita ngobrol bareng-bareng sama Ranti." Alenna jadi tidak enak hati.

Rangga tersenyum lantas mengangguk. Lidah Rangga kelu karena gerogi akibat pertemuannya dengan Alenna.

"Sst. Malu-maluin. Harusnya lu tanya kabar, Len!" Bisik Ranti.

"Biarin!" balas Alenna.

"Hihihi. Btw, seriusan Mario-Anjani masih kuliah?" tanya Ranti tanpa berbisik lagi.

"Benar. Bos dan istrinya masih mahasiswa. Tapi mereka sudah mandiri dan pandai berbisnis. Bos Mario malah sudah membantu anak perusahaan," terang Rangga yang sudah tidak kikuk lagi.

"Wow. Yang muda, yang sukses dan berbahagia. Jadi pengen seperti mereka. Apalagi, Anjani. Uuh, baru ketemu aja udah meninggalkan kesan baik. Cantik, anggun, lemah lembut. Pasti dulunya sebelum nikah sama kakak lu, Anjani pasti banyak yang naksir. Iya kan, Len?" tanya Ranti yang kepo.

"Uhuk!" Rangga kembali tersedak.

Alenna paham betul kenapa Rangga tersedak. Rangga adalah salah satu lelaki yang pernah jatuh hati juga pada Anjani.

"Ehem. Ran, mau tau satu rahasia kecil? Kamu harus tau ini agar lebih lapang menerima semua hal tentang Juno," bisik Alenna.

Begitu melihat Ranti mengangguk, Alenna lekas melanjutkan bisikannya.

"Juno bukan hanya mantan pacarku. Sebenarnya, Juno juga pernah mati-matian mengejar cinta Anjani," imbuh Alenna.

"Apa?!"

Ranti terkejut. Amat sangat terkejut. Ranti jauh-jauh datang dari Jakarta untuk meminta Juno agar segera menikahinya. Namun, apakah akan semudah itu melihat fakta yang ada? Apalagi, janji Juno malam itu hanya sebatas akan berusaha mulai belajar mencintai dirinya.

Mudahkah jalanku untuk bisa terjalin ikatan pernikahan dengan Juno? Batin Ranti.

Bersambung ....

Suka? Like Like Like. Terima kasih sudah mampir dan membaca. 💚

Terpopuler

Comments

Cahya

Cahya

Semoga Vero ga jahat. Posisi dua kan kuat

2020-12-21

1

Nay⚘

Nay⚘

lanjutt kak

salam dari "Aku Bukan Pelacur"

2020-12-18

1

Asyilah

Asyilah

Uhhh, Anjani benar² wanita solihah...


Salam hangat dari KAMI AKAN MENIKAH

2020-12-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!