...Di rumah Ami...
Sesampainya di rumah, Ami tampak bingung dan murung.
"Udah Mi, Kamu ini jangan begini. Besok juga kan bisa ketemu lagi." Ibu berusaha menenangkan Ami yang tampak sangat galau.
"Ya...kalau dia datang, kalau enggak?" Ami berkata dengan pelan, tersirat binar kesedihan di wajah nya.
"Kalau dia memang serius pasti dia datang menemui kamu mi!" Jawab ibu dengan penuh penekanan.
"Coba Ami punya..." Ami tidak melanjutkan perkataannya.
"Punya apa Mi? hp ?" Tanya ibu, sementara Ami hanya nyengir.
"Kamu tahu kan hp itu mahal, jadi jangan banyak mau dulu." Ibu mengelus kepala Ami.
Padahal alasan ibu dan bapak tidak mau membelikan hp. Takut, Ami jadi malas ngaji. Karena, asik main hp seperti anak tetangga nya.
Meski di desa, orang tua Ami tidak susah. Dia memiliki hektaran kebun dan sawah.
Apa lagi Amar, Kakak nya menjadi salah satu pengusaha sukses di kota.
"Ami cuma asal ngomong aja kok bu, maap ya bu!" Ami berkata dengan nada penuh rasa penyesalan.
Ibu memeluk Ami.
"Ibu berharap kamu bisa secepatnya dapat jodoh Mi, menikah dengan orang yang baik dan mapan supaya kamu bahagia." Ibu menasehati Ami.
Ami terdiam sejenak.
"Kenapa aku gak jawab saat itu juga ya, dasar bodoh. Kan sekarang perasaan jadi gak jelas mau ketemu juga gak tahu." Ucap nya dalam hati.
...*keesokan harinya*...
Pagi - pagi sekali Ami sudah bangun, seperti biasa Ami membereskan rumah lalu menyiapkan sarapan. Dia tidak ingin hari ini terlambat menemui Andi seperti kemarin.
Ami berharap hari ini andi akan datang kembali ke taman desa tempat mereka janjian kemarin.
"Mi, wah ada apa nak baru jam 4 pagi tapi semua kerjaan rumah udah beres?" Sapa ibu yang baru bangun dari tidurnya dengan sebuah pertanyaan.
"Enggak Bu, enggak ada apa -apa Ami cuma mau cepet beres aja kok." Jawab Ami sambil duduk dan minum teh manis hangat buatan nya.
"Gak usah bohong sama ibu, ibu tahu kamu takut terlambat lagi kaya kemarin kan? kamu ingin bertemu dengan si Andi itu ?" Tanya ibunya sambil tersenyum menggoda Ami.
"Aduuuh, kok tebakan ibu bener ya. Aku harus jawab apa." *G*umam Ami dalam hatinya.
"Gak usah bingung gitu, ibu ngerti kok." Ibu berkata sambil tertawa kecil, sedangkan Ami hanya tersenyum simpul.
"Ya udah ibu mau mandi dulu sebentar lagi adzan subuh." Ujar ibu nya sambil berlalu menuju kamar mandi. Sementara Ami hanya mengangguk dan tersenyum malu.
...sore nya...
Kali ini Ami datang lebih awal, dia menunggu kedatangan Andi sampai hampir magrib. Tapi tidak ada tanda - tanda kedatangan nya. Akhirnya Ami pun pulang dengan langkah gontai dan sedih.
Sesampainya di rumah ia langsung mengurung diri di kamar. Membaringkan tubuhnya, namun tidak bisa tidur karena hatinya merasa gelisah.
Setiap hari Ami selalu pergi ke tempat itu, hingga tak terasa 10 hari sudah penungguan Ami.
...S**ore hari sekitar jam 3**...
"Tok...tok...tokkk " Terdengar suara ketukan pintu rumah Ami.
Ami segera membukakan pintu, Ami sangat terkejut melihat seseorang yang ada di depan pintu rumah nya. Pria yang selama sepuluh hari ini di tunggu-tunggu nya dan sekarang ada di hadapannya.
Hatinya senang dan berbunga-bunga, Ami berjanji pada hatinya untuk mengungkapkan rasa yang di pendam nya.
"Mas Andi ayo masuk mas." Ajak Ami dengan senyuman manis yang lebar merekah di bibir nya.
Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di hati Andi. " Kenapa sikap Ami seperti yang senang menyambut kedatangan nya? apakah dia menyukainya? kalau benar kenapa saat itu dia tidak datang untuk memberikan jawaban?"
"Aaah sudah lah jangan berkhayal kalau Ami suka padamu Andi." Gumam nya dalam hati.
"Gak usah, di sini aja. Saya cuma mau antar undangan saja kok." Jawab Andi dengan suara lesu tanda tak senang harus mengucapkan itu.
"Undangan, undangan apa?" Ami merasa bingung karena setahunya Andi adalah anak semata wayang. Ataukah di suruh salah satu kerabat nya pikir Ami.
"Undangan pernikahan..." Andi berhenti sejenak, dadanya terasa sesak untuk mengatakan hal ini.
"Huuuh." Andi menghela nafasnya panjang, sebenarnya dia tidak mau mengatakan hal ini.
"Undangan siapa?"
Suara Ami mulai bergetar, takut dugaan nya menjadi kenyataan.
"Pernikahan ku." Jawab Andi pelan, sambil membuang muka karena tak sanggup menatap Ami.
"Hah! menikah? Kamu? Bukannya Kamu bilang waktu itu kamu menunggu jawaban ku tapi..."
Ami terkejut dan sangat marah merasa di permainkan. Hatinya bagai terbakar, air matanya mulai mengalir di pipinya dengan deras bagaikan sungai.
Melihat itu Andi jadi semakin yakin kalau sebenarnya Ami juga ada rasa.
"Tapi kamu gak datang untuk memberikan jawaban mu." Andi berkata dengan sedih nya.
Andi berhenti sejenak.
"Saat itu aku menunggu sampai magrib, berharap kamu datang menjawab ya, tapi kamu gak muncul -muncul." Lanjut Andi, dengan suara bergetar menahan sesak di dadanya.
"Saat itu aku ada panen di kebun, ku akui aku salah, aku lupa dan baru ingat malam nya. Tapi keesokan nya aku datang dan berharap kamu akan datang kembali. Bahkan sampai kemarin sore aku masih datang, itu artinya sudah 10 hari ini aku terus-terusan datang mengharapkan kamu, tapi ternyata kamu gak sungguh - sungguh. Aku kecewa." Ami tak kuasa lagi menahan sesak di dadanya hingga tangisan nya pun pecah.
Sebenarnya orang tua Ami mendengar pembicaraan mereka, tapi mereka membiarkan Ami dan Andi yang menyelesaikan masalah nya.
"Maap kan aku mi, sebenarnya aku di jodohkan. Tapi aku minta pada orang tua ku untuk memberikan ku waktu mencari pasangan sendiri. Aku yakin sama kamu sehingga aku berani menyatakan perasaan ku itu." Ucap Andi yang berusaha menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
Berhenti sejenak.
"Waktu ku gak banyak hanya 2 hari saja. Setelah 2 hari itu aku pikir jawaban mu tidak, jadi terpaksa aku terima perjodohan itu." Lanjut Andi, dengan mata yang berkaca-kaca.
Diam sejenak
Hening
"Sekarang semuanya sudah terlambat mungkin kita memang tidak berjodoh. Maapkan aku mi, Aku juga terluka apalagi setelah aku tahu kamu juga menyukai ku." Andi pun pergi dengan perasaan sedih dan melow meninggalkan Ami sendirian di teras rumah nya.
Ami hanya menangis terisak, memegang undangan yang merobek hatinya.
Lalu ibunya keluar, memapah Ami masuk kedalam rumah.
Ami tersungkur di pelukan sang ibu sambil menangis tersedu -sedu.
"Itulah cinta sayang, bisa membuat hatimu terluka jika kamu kecewa. Sudahlah ini adalah pengalaman hidup, hidup tidak hanya manis tapi juga pahit." Bapak nya menasehati dengan bijak, walau hatinya sebenarnya ikut terluka melihat kesedihan sang anak.
"Ami mau ke kamar dulu ya bu,pak." Tanpa menunggu jawaban Ami langsung masuk ke kamarnya mengunci diri.
...Beberapa saat kemudian...
"Tok...tok...tok..." Suara pintu di ketuk
"Ada tamu pak, siapa lagi yang datang ya?" ujar ibu.
"Biar bapak saja yang buka" Ujar Bapak, sambil beranjak dari duduk nya dan berjalan menuju pintu.
"Ceklek " Suara pintu dibuka.
"Diah!"
"Bu! Diah, Bu!" Seru bapak nya.
Dengan Segera ibu Ami pun berjalan ke luar.
"Mbak Diah." Ibu Ami langsung memeluk Diah dengan senang nya.
"Ayo masuk mba!" Ajak ibu Ami.
Diah adalah kakak dari ibu Ami, kebetulan dia mengambil cuti dari pekerjaan nya selama 3 hari. Dia bekerja sebagai pembantu di kota besar.
"Bagaimana kabar kalian semua?" tanya Diah
"Baik, kami baik -baik saja," jawab bapak.
Sementara ibu Ami pergi ke dapur membuatkan teh manis untuk mereka bertiga.
"Mana Ami, kok gak kelihatan. Masa jam segini udah tidur?" Tanya Diah, sambil lirik sana sini berharap melihat Ami.
"Ya itu mbak, Ami lagi sedih." Jawab ibu yang datang membawa teh manis, ubi dan jagung rebus.
"Loh, emang sedih kenapa?" Diah merasa heran.
"Itu loh patah hati, karena pujaan hatinya mau nikah 2 hari lagi." Ibu berkata dengan suara pelan, karena merasakan kesedihan anaknya.
"Jangan di biarkan berlarut -larut, nanti bisa stres loh! lebih baik ikut mbak aja besok ke kota, kebetulan majikan tempat mbak bekerja lagi butuh pembantu baru, soal nya pembantu lama baru mengundurkan diri." Ujar Diah, sambil menyuapkan ubi rebus ke mulut nya.
"lumayan dapat uang, dari pada disini nanti dia susah lupa sama cowok nya. Kalau di sana dia bisa sibuk kerja dan jauh dari orang yang sudah bikin hatinya luka. Siapa tahu juga nanti dapat jodoh di kota, apalagi Ami itu kan cantik." Lanjut Diah, lalu menyeruput teh manis nya.
"Menurut bapak gimana?" Ibu dan Diah menoleh ke arah bapak.
"Kalau itu sih terserah Ami, biar dia aja yang memutuskan." Bapak dengan mode datar, ada rasa khawatir jika puteri nya itu setuju pergi ke kota.
"Tapi katanya mbak cuti 3 hari, tapi kok udah mau balik lagi?" tanya ibu Ami.
"Iya. Kan mbak dari kota langsung ke rumah mbak, ketemu sama anak cucu nginep di sana udah dua hari," jawab Diah.
"Nah ini hari ketiga, sengaja mbak datang kemari karena kangen sama kalian
terutama sama Aminah, mana anak nya panggil sana!" ujar Diah.
"Iya sebentar saya panggil dulu." jawab ibu, lalu ibu pun pergi ke kamar Ami untuk mengajak nya menemui uwa nya.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Patah hati pasti sakit banget ya...
...Rasanya lebih pedih dari tertusuk duri...
...Tapi melangkah lah maju kedepan,...
...jangan karena patah hati membuat mu tak berdaya....
...Terima kasih telah membaca cerita saya...
...Tunggu episode berikutnya......
...Kalau bisa bantu untuk memberi like dan vote ya terima kasih....
...salam...
...mirastory...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
🫧Alinna 🫧
5 Like sudah meluncur. Nanti balik lagi ya
2021-01-21
0