*Masnaini Muslimah Rekayasa*
Masnaini masih berdiri di tempatnya. Pandangannya mengitar dengan seksama mencari wajah yang pernah ditemuinya. Ruang makan kelas 12 yang awalnya ramai oleh suara obrolan, sejenak hening. Pusat perhatian tertuju kepada Masnaini.
Pandangan Masnaini sejenak terhenti di meja yang berada di sudut ruangan. Meja itu ditempati oleh Lucy dan para anggota gengnya. Temu pandang pun terjadi sesaat antara Masnaini dengan Lucy dan anggota gengnya. Ternyata jumlah sekawanan Lucy lebih dari sepuluh wanita. Geng LC Girls juga memiliki anggota di kelas lain selain 12A.
Sorot mata Masnaini kali ini dingin terhadap mereka, tidak ada ekspresi senyum atau pun sirat keciutan nyali sedikit pun.
Masnaini kembali edarkan pandangannya. Pandangannya kembali terhenti ketika bertemu pandang dengan Marlina, Sinta dan Virna.
Teg!
Sepasang mata Marlina melebar samar seiring ada hantaman rasa misterius ke jantungnya ketika beradu pandang dengan Masnaini.
“Rasa apa ini? Anak itu seolah bukan anak baru, tapi seperti orang yang sedang mencari mangsa,” membatin Marlina.
“Kenapa, Mar?” tanya Resta Mawar, siswi cantik berambut lurus panjang sepantat. Ia melihat ekspresi samar yang ditunjukkan oleh Marlina. Resta turut satu meja dengan Marlina. Ia termasuk sahabat Marlina di kelas 12C. Kedekatan mereka terjalin karena ayah mereka adalah sahabat karib. Ayah dan ibu Resta adalah seorang pengacara.
“Tidak,” jawab Marlina dengan wajah tenang berusaha menutupi keterkejutannya. Lalu katanya kepada ketiga sahabatnya, “Coba perhatikan, meski dia anak baru, tapi tingkahnya seperti bukan anak baru. Saya merasa aneh.”
Mereka berempat kembali memperhatikan Masnaini yang telah berjalan sambil fokus memandangi ke sebuah meja sekelompok siswa.
“Kaki tangan siapa sebenarnya dia?” membatin Masnaini.
Ternyata Masnaini telah menemukan wajah yang dicarinya sejak tadi, yaitu seorang siswa yang memiliki gaya rambut lancip-lancip seperti kulit duren. Siswa itu adalah pemuda yang dilihat Masnaini sedang menelepon di dekat pintu area parkiran motor. Sementara siswa itu memandang tajam kepada Masnaini, menunjukkan wajah gelisah bercampur marah.
Kelima teman siswa berambut duren yang makan bersamanya jadi tersenyum saling colek sendiri, karena dipandangi dan didatangi oleh gadis cantik yang baru kali ini mereka lihat.
Di sisi lain, suara obrolan para siswa dan dentingan peraduan sendok dengan piring kembali aktif terdengar. Namun, sebagian masih memperhatikan tindak tanduk Masnaini, karena mereka penasaran dengan apa yang akan dilakukan murid baru tersebut.
Di meja yang lain pula, Ronin bersama Afghan dan beberapa teman prianya diam memperhatikan Masnaini. Mereka pun bertanya-tanya dengan apa yang akan dilakukan oleh gadis berlesung pipi itu. Kenapa Masnaini tidak langsung pergi memesan makanan?
Di sudut yang lain, seorang siswa berkepala botak plontos juga berhenti makan. Sejak terjadi riuh di ruang makan sebelah, ia tidak lepas dari memperhatikan Masnaini. Cara ia memakai baju seperti anak jagoan dengan satu kancing atas dibuka sehingga membiarkan dadanya yang memang kekar agak terlihat. Kedua lengan bajunya dilipat sehingga lebih tinggi memperlihatkan otot kekar lengannya dan sedikit menampakkan gambar ekor merah tato naganya. Ia bernama Oji Purnama, tokoh siswa kelas 12E.
“Lanjutkan makan kalian. Jika terjadi apa-apa, bergerak semua!” kata Oji kepada teman-temannya tanpa beralih dari memandang Masnaini.
Mendengar arahan dari Oji, siswa dan siswi yang makan di lima meja dengan jumlah jiwa sampai 20 orang, serentak kembali melanjutkan aktivitas makannya, tapi untuk sementara mereka tidak berbicara. Mereka juga sesekali memperhatikan aktivitas Masnaini. Di sudut itu tercipta keheningan dan ketegangan sendiri.
“Assalamu ‘alaikum!” salam Masnaini kepada para siswa di meja yang didatanginya, lalu membungkuk hormat ala ojigi.
Salam dan hormat itu membuat para siswa itu tertawa rendah dan siswa-siswa di meja lain memandang dengan tatapan sinis dan tersenyum mengejek. Sebab mereka sangat anti dengan tata krama agamis seperti itu, apalagi ditambah model orang Jepang.
“Wa ‘alaikum salam!” jawab para siswa itu setelah tertawa merasa lucu.
“Nama saya Aini, murid baru di kelas 12A,” kata Masnaini memperkenalkan diri seraya tersenyum ramah yang membuat luluh hati para siswa di meja itu, kecuali si rambut lancip-lancip yang merasa heran dan masih berwajah tegang.
“Aini tinggal pilih siapa, cowok-cowok 12D semuanya ganteng-ganteng plus 50 persen imut. Hahaha!” kata seorang di antara mereka menggoda Masnaini.
“Mau bertemu dia, tapi belum tahu namanya,” jawab Masnaini sambil menunjuk siswa berambut landak dengan tunjukan mata. Senyumnya tetap terjaga.
Terkejut siswa berambut landak.
“Hahaha! Oh, Bang Jefry, dia....”
Siswa berambut landak yang bernama Jefry Sukoso cepat bentangkan tangan kanannya ke depan wajah temannya agar berhenti bicara. Tidakan Jefry itu seketika membuat siswa-siswi sekitar memandang kepada meja mereka.
“Hei, anak baru! Kalau kamu mau aman, jangan banyak mulut!” ancam Jefry langsung menggertak. Wajahnya yang tidak sedap dipandang itu menunjukkan bahwa dia sedang marah kepada Masnaini.
Situasi itu membuat ketegangan merembet kepada para siswa yang lain.
Pertengkaran-pertengkaran mulut antara siswa selevel memang kadang terjadi di ruang makan, tapi kali ini berbeda, karena Masnaini yang belum genap sehari bersekolah sudah membuat keributan. Terlebih ia adalah murid perempuan dan lawannya adalah murid yang tergolong bandel.
Ancaman Jefry membuat senyum Masnaini pudar berubah menjadi ekspresi dingin. Kelima teman Jefry pun berubah berwajah serius, faktanya bahwa mereka belum mengerti apa masalah gadis asing itu dengan Jefry.
Di sisi lain, tampak Melisa yang seorang diri di sebuah meja menunjukkan wajah cemas melihat apa yang dilakukan oleh sahabat barunya itu.
“Jefry,” sebut Masnaini sambil berjalan memutari meja dan berhenti di belakang kursi Jefry. Masnaini sedikit membungkuk lalu berbisik kepada Jefry yang masih bisa didengar oleh teman-temannya, “Nanti malam kamu akan ditangkap terkait kasus ular-ular itu.”
Terkejutlah Jefry dan teman-temannya. Sementara Masnaini telah berlalu pergi meninggalkan kelompok itu.
Jefry memandang liar, seiring akalnya berpikir harus berbuat apa. Dengan wajah merah menahan marah, tiba-tiba Jefry berdiri, hingga kursinya terdorong ke belakang.
“Hei!” teriak Jefry keras kepada Masnaini.
Teriakan itu membuat Masnaini berhenti berjalan dan berbalik memandang Jefry. Teriakan itu juga mengejutkan seisi ruang makan dan serentak mereka fokus memperhatikan apa yang terjadi.
Keheningan sejenak tercipta. Namun, tiba-tiba keheningan itu kembali dikejutkan oleh seseorang dari satu sudut.
Brak!
Oji yang melihat tindakan Jefry segera berdiri dan mengangkat kursinya lalu dengan keras dihentakkan ke lantai. Suara keras kursi itu membuat Jefry menengok memandang kepada Oji. Demikian pula siswa-siswi yang lain.
Oji dengan tatapan tajam menunjuk wajah Jefry dengan telunjuknya, diikuti oleh tatapan teman-teman Oji kepada Jefry.
Tunjukan yang merupakan simbol ancaman itu membuat perasaan Jefry terserang hingga muncul sedikit keciutan. Begitu pun dengan teman-temannya. Namun, Jefry dan teman-temannya tidak habis pikir, kenapa tiba-tiba Oji melibatkan diri membela Masnaini. Pertanyaan yang sama muncul di benak para siswa lainnya.
“Kamu jangan buat kita terbongkar, Jef!” desis siswa di samping Jefry sambil menarik tangan temannya agar kembali duduk.
Jefry akhirnya menurut dengan memendam emosinya yang tinggi.
“Sepertinya Masnaini punya hubungan sama Oji,” kata Virna menerka.
“Pantas saja jika sikapnya berani,” kata Sinta.
Oji sendiri telah duduk kembali di kursinya lalu menyedot teh botol dinginnya sambil lebih santai mengawasi Masnaini.
Jefry dan kelima temannya bangkit bubar dan pergi meninggalkan meja dan makanannya yang masih tersisa.
Sementara itu, Masnaini berjalan menuju meja Lucy dan teman-temannya. Ia merogoh saku di balik jilbabnya. Dengan tersenyum dan tanpa basa-basi lagi, segepok uang ratusan ribu rupiah ia langsung letakkan di sisi piring makan Lucy.
Lucy dan teman-teman semejanya tersenyum melihat Masnaini menepati janjinya.
“Hitung, Ri!” perintah Lucy kepada Anri.
Siswi yang berambut seperti lelaki di sisi Lucy segera mengambil tumpukan uang tersebut dan menghitungnya.
“Pas,” kata Anri.
“Masnaini, mulai sekarang, kamu harus setor uang keamanan dan kenyamanan 4 juta seminggu kepada kami!” kata Lucy dengan tatapan tajam.
“Maaf, ini uang terakhir untuk kalian. Jika kalian masih memeras Mely, urusan kalian bukan dengan saya lagi. Harap kalian pikirkan!” tandas Masnaini.
Prakr!
Suasana makan di siang itu kembali terganggu oleh gebrakan meja Lucy yang membuat piring dan gelas sempat tergerak ingin melompat. Lucy kini berdiri dari duduknya menunjukkan kemarahannya.
“Pegang!” perintah Lucy.
Susan dan Leni yang duduk di kanan dan kiri Masnaini cepat bergerak mencekal kedua lengan Masnaini agar tidak ke mana-mana. Keduanya tetap dalam posisi duduk. Keduanya mengerahkan tenaga yang kuat untuk mengunci gerakan Masnaini.
Lucy yang berdiri di seberang segera memajukan badan atasnya untuk bisa menjangkau wajah Masnaini. Namun, sebelum itu, sesuatu lebih dulu dilakukan oleh Masnaini dengan cepat.
Dak!
“Aww!” pekik Leni terkejut ketika tiba-tiba kaki kursinya dihantam keras oleh sepakan kaki Masnaini, membuat kursi dan tubuhnya bergerak tumbang ke belakang.
Brakr!
Tap!
Seiring jatuhnya Leni bersama kursinya, cekalan di tangan kanan Masnaini pun lepas. Maka dengan cepat tangan kanan Masnaini menangkap gerakan tangan Lucy yang mengincar wajahnya.
“Kamu!” pekik Lucy terkejut bukan main. Ia tidak menyangka jika serangannya akan ditangkap dengan mudah oleh Masnaini.
Masnaini lalu menarik tangan Lucy sehingga kepala dan tubuh atasnya tertarik kepada Masnaini, sampai-sampai meja makan itu ikut bergeser.
Masnaini memegang kepala Lucy dan menahannya.
“Ini peringatan buat kamu. Ini sekolah, bukan terminal!” kata Masnaini kepada Lucy yang posisinya sudah terkunci, karena ia kini berdiri dengan satu kaki, sementara badannya tertarik di atas meja.
Masnaini kemudian hanya menepuk pelan kepala Lucy dan melepaskannya.
“Jangan diam saja!” teriak Lucy kepada teman-temannya yang hanya terpaku terkejut dengan kejadian itu. Lucy benar-benar murka karena kejadian tadi sama saja mempermalukan dirinya di depan mata sekelas 12.
Komando itu membuat Masnaini memilih mencengkeram tangan Susan yang masih mencekal lengan kirinya. Tangan Susan dipelintir hingga ia kesakitan.
Masnaini bergerak mundur dengan tenang seraya bersiaga, sebab sepuluh lebih anak buang Lucy bangun dari duduknya bergerak hendak menghampiri Masnaini.
“Bergerak!” perintah Oji di sudut lain.
Suara berisik dari gerakan puluhan kursi di sudut lain membuat Lucy dan anggota gengnya berpaling ke sana. Tampak Oji bersama lebih dua puluh temannya, perempuan dan laki-laki, berjalan meninggalkan tempat makannya dan mendatangi lokasi Masnaini dan Geng LC Girls.
“Wow! Gelagat tawuran gengster nih!” celetuk Afghan.
Virna segera melakukan perekaman dengan ponselnya. Beberapa siswa juga berinisiatif melakukan perekaman.
Lucy dan teman-temannya kembali terkejut melihat pergerakan Oji bersama pasukan sekelasnya, meski Lucy dan anggotanya belum tahu Oji berada di pihak siapa.
Beberapa siswa yang makan di meja terdekat segera memilih menyingkir dan menjauh.
Masnaini sendiri hanya sekali memandang kepada Oji, lalu kembali fokus kepada Lucy dan gengnya.
Tak berapa lama, Oji telah berhenti dan berdiri di sisi kanan Masnaini, meski sebenarnya mereka belum pernah bertemu dan saling kenal sebelumnya. Di belakang mereka ada lebih 20 murid kelas 12E. Jumlah itu jelas dua kali lipat dari jumlah Geng LC Girls.
“Seru!” kata Resta Mawar dengan wajah tegang tapi bersemangat.
Jumlah yang kalah jelas membuat Lucy dan anak buahnya terserang perasaan ciut. Namun, untuk menjaga wibawanya, Lucy tetap menunjukkan wajah berani pantang surut.
“Berani lanjut?” tanya Oji kepada Lucy.
“Jangan sangka kita takut sama geng kamu, Ji. Saya enggak mungkin bikin ribut di sini,” ujar Lucy untuk menutupi kekalahannya. Lalu katanya kepada Masnaini, “Kamu selamat kali ini, Perempuan Aneh!”
“Jangan sampai yang terjadi sebaliknya!” balas Masnaini.
Dengan tatapan yang penuh permusuhan, Lucy bergerak mundur kembali ke kursinya. Para anggotanya pun bergerak kembali ke kursi makannya masing-masing.
“Jika ada ancaman, sampaikan saja ke kelas 12E, kita siap bela!” kata Oji kepada Masnaini.
“Terima kasih atas bantuannya,” ucap Masnaini seraya tersenyum kepada Oji. “Nama saya Masnaini, panggil saja Aini atau Ain.”
“Saya Oji,” kata Oji pula lalu tersenyum tipis kepada Masnaini. Ia kemudian memimpin teman-temannya kembali ke meja makan.
Masnaini lalu melangkah pergi mendatangi meja Melisa. Ketika melalui meja Marlina, Masnaini sempatkan diri memberi senyuman manis.
“Gila! Di hari pertama dia sudah perlihatkan kedudukannnya!” ucap Sinta.
“Masnaini bukan cewek sembarangan. Saya jadi penasaran,” kata Marlina menanggapi. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ
keren si Mas
2023-10-20
0
Bagus Effendik
aku sambung like ya om
2021-01-05
0
ARSY ALFAZZA
sambungan jejak boomlike 👍🏻
2020-12-06
1