Banyak anak pejabat yang bersekolah di SMA Gemas, dari anak petinggi polisi, anak jenderal hingga anak gubernur dan menteri. Anak pengusaha besar mendominasi jumlah siswa di sekolah itu.
Marlina dan seangkatannya adalah generasi pertama di sekolah itu. Praktik status “senior-junior” sangat kental di sekolah itu. Namun, tidak jarang pengaruh status orang tua siswa sangat berperan di sekolah tersebut.
Sebagai putri seorang jenderal purnawirawan, Marlina adalah salah satu murid yang memiliki status kuat di sekolah itu. Adapun Sinta, ia bisa turut bersekolah di Gemas karena ia ditugaskan jadi pengawal Marlina. Virna sendiri adalah putri Kepala Sekolah SMA Generasi Emas.
“Tuh, si anak baru!” kata Virna saat mereka melihat siswi berjilbab bersepeda muncul di depan gerbang sekolah.
Siswi berjilbab berhenti sejenak di depan gerbang. Ia diam sejenak memandang jauh ke dalam gerbang. Pandangannya sempat bertemu dengan pandangan Marlina, Sinta dan Virna, tapi ia tidak merasa ada yang aneh.
Tiit!
Gadis berjilbab itu agak terkejut ketika sebuah mobil mewah merah mengklaksoni dirinya agar menyingkir dari depan gerbang tempat mobil antar berhenti. Gadis berjilbab menengok lalu tersenyum lalu buru-buru bergerak menepi ke depan satpam yang berdiri di depan gerbang.
“Hahaha!”
Terdengar tawa dari dua orang siswi yang turun dari mobil mewah merah tersebut. Keduanya berwajah cantik etnis Tiong Hua. Mereka tertawa melihat keterkejutan siswi berjilbab saat mendengar klakson. Kedua gadis itu adalah siswi tingkat 10, anak seorang staf di Kedutaan Besar Tiongkok.
“Assalamu ‘alaikum, Pak!” salam siswi berjilbab kepada satpam sekolah disertai dengan senyum ramah, lalu membungkuk ojigi seperti budaya orang Jepang.
“Wa ‘alaikum salam,” jawab satpam dengan senyum manis pula.
“Parkir sepeda di mana ya, Pak?”
“Hmm!” gumam pak satpam seraya berpikir. “Murid baru, ya?”
“Iya, Pak.”
“Namamu siapa?”
“Masnaini, Pak.”
“Di sini tidak ada parkiran sepeda. Parkir saja di tempat parkir motor. Lurus saja terus, nanti masuknya lewat gerbang samping,” kata satpam mengarahkan.
“Jazakallahu khairan, Pak. Ini hadiah dari saya,” kata gadis cantik itu dengan senyum manis dan menjadi sangat manis dengan lesung pipinya. Ia memberikan sebuah permen gagang kepada pak satpam.
Perbuatan baik siswi yang mengaku bernama Masnaini itu membuat Virna dan Sinta tertawa di tempatnya, meski mereka tidak bisa mendengar dialog di depan gerbang itu. Sementara Marlina tidak tertawa sedikit pun.
“Hahaha! Pak Wilo dikasih permen gagang,” kata Virna merasa lucu.
“Dia pasti cari tempat parkir sepeda!” terka Sinta.
Masnaini lalu kembali membungkuk hormat kepada pak satpam. Kemudian mengucapkan salam, lalu meluncur pergi menuju ke area parkiran.
“Ayo!” ajak Marlina sambil berbalik pergi menuruni tangga.
Sambil tertawa-tawa, Virna dan Sinta segera ikut pergi.
“Eh iya, Mar!” kata Sinta seolah baru ingat. “Kata Rendy, Norel jatuh hati sama cewek itu pas ketemu pertama di hotel!”
“Kalian sudah pernah bertemu dengan anak baru itu?” tanya Virna cepat.
“Kemarin ketemu dua kali, di jalan dan di hotel tempat manggung Norel. Entah kebetulan atau sengaja, ternyata ketemu lagi di sini,” kata Sinta.
“Kalau Norel jatuh hati sama dia, bisa habis sama Ony,” kata Virna.
“Langsung ke ruang Paskibra aja!” kata Marlina setelah mengecek jam di gawainya.
Beberapa menit lagi bel akan berbunyi yang mewajibkan seluruh warga sekolah berada di lapangan, kecuali keamanan yang bertugas di posnya atau berpatroli di saat jam upacara bendera.
Marlina, Sinta dan Virna tiba di sebuah ruangan seluas kelas. Di atas pintu ruangan menempel plang bertuliskan “Ruang Paskibra”.
Di ruangan itu telah ramai oleh para siswi yang lain. Sebagian di antaranya sudah berpakaian lengkap seragam paskibra. Marlina yang sudah pernah terpilih sebagai anggota Paskibra 17 Agustus di Istana Merdeka tahun lalu, membuat ia dipilih sebagai Ketua Paskibra SMA Generasi Emas. Sinta pun termasuk anggota Paskibra. Sementara Virna bukan anggota, karenanya ia hanya berdiri di sisi pintu memperhatikan kesibukan teman-temannya.
Marlina segera menuju loker miliknya dan mengambil satu setel seragam paskibra. Di ruangan itu ada bilik ganti yang tertutup.
Di sekolah ini, petugas pengibar bendera di setiap upacara adalah tugas Paskibra, sehingga pelaksananya tetap.
Sementara itu di parkiran, Masnaini meletakkan sepedanya di antara deretan motor-motor mahal dan keren. Melihat keberadaan gadis berjilbab memarkir sepedanya di parkiran motor, beberapa siswa memperhatikan, bahkan ada yang tertawa bersama temannya. Karena memang, baru kali ini ada murid SMA di sekolah itu yang datang memakai sepeda.
“Bu, guru baru ya?” tanya seorang siswa dari belakang Masnaini.
Masnaini segera menengok, lalu tersenyum kepada siswa yang bertanya kepadanya itu. Melihat wajah cantik dan kemudaan Masnaini, siswa itu agak terkejut, karena telah salah menilai.
Masnaini berbalik lalu membungkuk hormat kepada siswa berbadan besar dan berkumis halus itu.
“Maaf, gua kira ibu guru baru!” kata siswa bernama Ronin Gyakarta itu, setengah malu.
“Tidak apa-apa, kok. Saya murid baru,” kata Masnaini seraya tersenyum, yang membuat Ronin agak terpukau dengan kecantikan yang manis dan langka itu. Masnaini yang memiliki lesung pipi memang membuat kecantikannya jadi langka, karena jarang ada gadis yang memiliki lesung pipi.
“Kelas berapa?” tanya Ronin.
“Dua belas,” jawab Masnaini.
“Gua juga 12, tapi tigkat 12 itu ada lima kelas.”
“Oh.”
Sebuah sepeda motor Byson hitam datang mendekati keduanya. Seorang siswa tanpa helm berambut keriting yang menungganginya.
“Siapa, Ron?” tanya siswa bernama Afghan itu.
“Murid baru,” jawab Ronin.
Masnaini bergerak membungkuk hormat kepada Afghan.
“Oh, keturunan Jepang?” tanya Afghan seraya tersenyum merasa agak lucu.
“Bukan, asli Bugis,” jawab Masnaini.
“Manado!” terka Afghan yakin.
“Bukan, itu Sulawesi Utara. Saya Sulawesi Selatan,” ralat Masnaini.
“Anak gubernur?” tanya Afghan lagi.
“Bukan, bapak saya pengusaha,” jawab Masnaini lagi, tetap tersenyum.
“Ah, gak ada tebakan gua yang benar,” gerutu Afghan. Lalu katanya kepada Ronin, “Lesung pipinya gak tahan, Bro.”
Ronin hanya tertawa kecil. Afghan memilih pergi untuk memarkirkan motornya.
“Ayo, sebentar lagi upacara!” ajak Ronin.
“Terima kasih. Maaf, duluan saja. Saya mau kunci sepeda dulu,” kata Masnaini.
“Oke, duluan ya!” kata Ronin.
“Baik,” kata Masnaini pula lalu membungkuk hormat lagi.
Ronin hanya tersenyum lalu melangkah pergi. Namun setelah sepuluh meter, Ronin berhenti dan berbalik.
“Hoi! Nama kamu siapa?!” teriak Ronin kepada Masnaini.
Masnaini yang sedang berjongkok di sisi sepedanya jadi bangun menengok.
“Masnaini!” jawab Masnaini setengah berteriak.
Setelah itu Ronin kembali berbalik dan pergi seraya tersenyum sendiri.
Setelah merapikan perlengkapannya, Masnaini meraih tas kuningnya dan melangkah pergi menuju halaman sekolah. Berjalan dari parkiran untuk sampai ke gedung sekolah yang berlantai empat, cukup memakan waktu.
“Benar-benar sekolah elit,” membatin Masnaini. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ
apa? naksir ya? 😅
2023-10-20
0
Fahrizal
kaget bisa - bisanya ular ikut upacara.. bikin gagal fokus saat upacara..
2021-01-07
1