*Masnaini Muslimah Rekayasa*
Telepon seluler di atas meja samping tempat tidur menyala dan berbunyi musik angklung yang nyaring. Tak berapa lama, dari dalam kamar mandi keluar seorang pria tua berpiyama putih berbulu halus dengan wajah segar, menunjukkan bahwa ia baru selesai mandi.
Pria yang tidak lain adalah Profesor Saduya Renta Buana itu segera mendatangi meja dan meraih ponselnya.
“Hallo?” sapa Profesor seraya menempelkan gawainya tersebut ke telinga kanan.
“Assalamu ‘alaikum, Pak!” salam suara wanita dari dalam telepon.
“Wa ‘alaikum salam, siapa ini?” jawab Profesor dengan kening berkerut dan langsung bertanya. Ia tidak mengenali suara itu.
“Saya Masnaini, Pak. Murid baru yang Bapak tahu rahasianya,” jawab gadis yang adalah Masnaini.
“Oh, ya!” seru Profesor agak keras, ia langsung ingat dan langsung mencerna maksud dari telepon di waktu maghrib itu. “Kamu sudah dapat petunjuk?”
“Jefry 12D. Itu pelakunya,” jawab Masnaini.
“Baik... baik.... Kerja bagus, Masnaini,” puji Profesor.
“Tugas saya selesai, Pak. Assalamu ‘alaikum.”
“Wa ‘alaikum salam,” jawab Profesor mengakhiri komunikasinya. Frofesor berdiri terdiam di kamar hotelnya. Dalam hatinya bertanya-tanya, “Siapa sebenarnya anak itu?”
Sementara itu, Masnaini yang baru saja selesai melaksanakan salat Maghrib di ruangan musik bersama Melisa, meraih tasnya. Melisa sudah berdiri di pintu kelas yang sudah kosong dari orang lain.
“Ain, pulang ikut saya saja, yuk?” ajak Melisa.
“Aaa, pasti mobilmu terlalu mewah buat saya,” kata Masnaini sambil tertawa kecil. “Saya tetap naik sepeda saja.”
“Jangan gitu ah, saya kan jadi malu mau tawarin lagi,” kata Melisa sedikit merengut imut menggemaskan dengan wajah gemuknya.
Masnaini hanya tertawa kecil sambil mencubit pelan pipi Melisa. Ia lalu menggandeng tangan kanan sahabat sejilbabnya itu dan mengajaknya pergi meninggalkan kelas musik.
“Mulai besok, kamu tidak perlu lagi merasa terintimidasi dengan Geng LC Girls,” kata Masnaini.
“Sudah lama saya tidak merasa demikian, karena saya sudah terbiasa dengan tingkah memuakkan orang-orang yang berpikiran seolah dunia bisa diatur oleh kelakukan sok jagoan seperti itu,” kata Melisa.
“Tapi kali ini beda, Mely. Mereka tidak akan mengejek, mengintimidasi, atau meminta uang ke kamu,” tandas Masnaini.
“Kok bisa?” tanya Melisa seraya memandang Masnaini yang berjalan di sisinya.
“Karena, sekarang Ketua Geng LC Girls adalah saya!” kata Masnaini agak kencang, seolah memberi kejutan kepada Melisa.
“Hah!” kejut Melisa sambil berhenti berjalan dengan wajah mengerenyit kaku dan lucu memandang Masnaini. “Tipu, ah!”
Melisa kembali berjalan. Masnaini segera mendahului lalu berjalan mundur di depan langkah Melisa.
“Coba lihat, Mel!” kata Masnaini sambil menunjuk ke atas kepalanya yang tidak ada apa-apa. “Apakah ada setan yang menari di atas kepala saya? Buat apa bohong jika hanya untuk bercanda?”
“Lalu kamu serius kalau kamu sekarang yang jadi ketua geng?”
“Ya.”
“Kok bisa?” tanya Melisa dengan wajah yang kini separuh percaya.
“Lucy saya hajar waktu anak buahnya culik saya dengan taruhan tahta dia sebagai ketua geng. Jadi sekarang sayalah ketua gengnya. Bagaimana, mau daftar jadi anggota gengku?” ujar Masnaini masih berjalan mundur menuju tangga turun yang akan langsung ke pintu utama gedung.
“Tidak mau, saya tidak mau jadi bandel!” tolak Melisa yang hanya membuat Masnaini tertawa lalu kembali berjalan normal dan mereka menuruni tangga.
Di luar gedung, kondisi alam sudah gelap, tapi cahaya lampu membuat sekolah itu seolah selalu siang.
Sebagian besar warga sekolah elit itu sudah keluar dari gedung dan meninggalkan area sekolah dengan kendaraannya masing-masing. Namun, tidak sedikit pula siswa yang memilih pulang agak belakangan dengan dalih masing-masing. Seperti Masnaini dan Melisa yang pulang lebih belakang karena harus melaksanakan salah Maghrib dulu.
“Selama ini kamu salat Maghrib di mana, Mel?” tanya Masnaini saat Melisa mengaku tidak punya tempat salat khusus di sekolah itu.
“Dirumah, jamak dengan salat Isya. Sebab, pernah saya salat Maghrib di sini, saya justru di kerjai habis-habisan oleh anak geng itu,” kilah Melisa.
Di sekolah itu memang tidak ada ruang khusus untuk melaksanakan salat. Karenanya Masnaini berinisiatif sendiri untuk melakukan salat di kelas musik setelah kelas itu bubar.
Masnaini mengantar Melisa hingga di depan pintu gerbang.
Sebuah mobil sedan mewah berwarna merah cerah berharga lebih Rp1 miliar berhenti di depan gerbang. Sopir yang adalah seorang pria agak tua menengok kepada Melisa. Di kursi belakang duduk seorang wanita bertubuh agak gemuk dan berjilbab mewah, ia juga memandang kepada Melisa dan Masnaini.
“Gak mau ikut, Ain?” tanya Melisa menawarkan.
“Kalau saya ikut, sepeda saya siapa yang bawa?” kilah Masnaini seraya tersenyum. Ia mengulurkan tangan kepada Melisa sebelum gadis gemuk itu pergi.
Seraya tertawa kecil, Melisa menjabat tangan Masnaini. Masnaini dengan akrab melakukan cipika cipiki yang membuat Melisa hanya mendelik takjub. Apa yang dilakukan Masnaini kepadanya terasa begitu membuat mereka kian lebih bersahabat.
Maka dengan perasaan bahagia, Melisa meninggalkan Masnaini.
“Assalamu ‘alaikum!” seru Masnaini agak keras.
Salam perpisahan itu membuat Melisa berhenti di bawah anak tangga dan berbalik kepada Masnaini seraya tertawa.
“Wa ‘alaikum salam!” jawab Melisa.
Masnaini lalu membungkuk hormat. Cara itu dibalas serupa oleh Melisa, membuat keduanya jadi tertawa sendiri. Setelah itu Melisa pergi ke mobil mewah yang sudah menunggunya.
Setelah Melisa naik, mobil langsung berjalan pergi. Tampak Melisa begitu gembira menemui ibunya di dalam mobil.
Masnaini meninggalkan tempatnya langsung menuju ke area parkir motor. Area parkir motor mulai sepi, tidak sepadat waktu pagi. Deretan motor-motor keren yang terparkir tinggal sedikit.
Masnaini langsung menuju tempat ia memarkir sepedanya. Namun, ia harus agak terkejut ketika tiba di lokasi parkir sepedanya. Sepeda kuning berkeranjang miliknya kini terpotong dua, terpisah menjadi potongan depan dengan roda depan dan potongan belakang dengan roda belakang. Masnaini menghampiri bangkai sepedanya dan memperhatikan beberapa patahan yang membuat sepeda itu membelah diri.
“Potongannya rapi. Pasti pakai alat pemotong besi,” membatin Masnaini.
Masnaini lalu berdiri dari jongkoknya dan memperhatikan area parkir itu. Beberapa siswa tampak sibuk dengan urusannya sendiri untuk segera pulang. Tidak ada orang yang dianggapnya mencurigakan.
Ia pun akhirnya berbalik pergi, karena kenyataannya sepedanya sudah tidak bisa dipakai. Tidak mungkin ia memikul bangkai sepeda itu.
“Woi! Cewek berjilbab!” teriak seorang lelaki tiba-tiba.
Teriakan memanggil itu membuat Masnaini berhenti dan menengok ke samping. Ia melihat seorang satpam berdiri di dekat pos penjaga parkir memanggil dengan melambai tangan kepadanya. Dengan menyimpan pertanyaan, Masnaini tanpa ragu mendatangi pos parkir.
“Assalamu ‘alaikum, Pak!” salam Masnaini seraya tersenyum lalu membungkuk hormat.
“Wa ‘alaikum salam,” jawab satpam yang masih tergolong muda itu seraya tertawa kecil. “Eh, ada pesan buat kamu.”
“Dari siapa, Pak?” tanya Masnaini.
“Jefry, anak 12D. Saya disuruh kasih pesan ke siswi berjilbab yang parkir sepeda di sini. Itu kamu, kan?” ujar satpam tersebut.
“Iya,” jawab Masnaini tetap tersenyum, meskipun ada kecurigaan.
“Katanya, besok pagi jangan lupa telepon mobil jenazah.”
“Oooh, yayaya. Tentu, Pak,” tanggap Masnaini seraya tertawa kecil untuk mencegah adanya kecurigaan dari satpam, meskipun ia belum tahu jelas apa arti pesan itu.
“Memangnya arti pesannya apa, Neng?” tanya satpam.
“Oh, mungkin ada kerabat yang meninggal hari ini,” kilah Masnaini. “Hanya itu pesannya ya, Pak?”
“Iya.”
“Terima kasih, Pak. Assalamu ‘alaikum!” kata Masnaini lalu membungkuk hormat.
“Wa ‘alaikum salam.” (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ
lanjut ah
2023-10-21
0
Bagus Effendik
aku bayangkan punya cewek kayak masnaini asyik kali ya hahaha
2021-01-05
0
ARSY ALFAZZA
Nada dering aklung memang terkesan menarik dan klasik🎉
2021-01-02
0