Dua hari kemudian setelah malam penyergapan.
Sayup-sayup Rina mendengar suara kendaraan melintas yang terasa tidak begitu jauh darinya. Setelah suara mobil itu lenyap oleh kejauhan, datang suara kendaraan yang lain dan melintas cepat di pendengaran Rina.
Di saat yang sama, Rina merasakan tubuhnya terasa lelah dan ada sakit di beberapa otot anggota tubuhnya.
Dengan gigih ia coba membuka kelopak matanya yang terasa berat dan agak perih. Terangnya pagi membuat matanya harus beradaptasi setelah terpejam cukup lama.
Ketika matanya sudah bisa berfungsi normal, Rina pun bergerak bangun duduk dan memastikan suasana di sekitarnya.
Rina mendapati dirinya terduduk bersandar di bawah sebatang pohon yang tumbuh besar tidak jauh dari jalan raya. Daerah sekitarnya adalah hamparan berumput liar. Selain pohon besar yang disandarinya, ada beberapa pohon kecil lainnya. Posisi Rina terlindung dari penglihatan arah jalan raya.
Rina segera memeriksa dirinya. Ia masih mengenakan pakaian muslimah yang terakhir ia pakai di hari pertama bulan Ramadan. Di pangkuannya terpangku tas bagus miliknya.
“Badar, Badar mana? Badar mana?” tanya Rina tiba-tiba panik, tidak jelas ia bertanya kepada siapa.
Rina berusaha berdiri dengan ekspresi mengerenyit merasakan sakit di tubuhnya. Ia memandang lebih jauh ke daerah sekitar.
Rina melihat sebuah jalan raya yang tidak terlalu lebar, juga tidak terlalu ramai oleh kendaraan yang saling melintas dari dua arah. Di seberang jalan adalah sebuah tanah kosong yang dipagar tembok agak memanjang. Sementara sekitar ratusan meter di ujung sisi kanannya adalah perumahan warga. Di ujung sisi kiri sejauh puluhan meter adalah sebuah bangunan mirip gudang atau pabrik.
Matahari sendiri terlihat belum lama keluar dari balik peraduannya. Hawa segar alam pagi masih kental terasa.
“Badar di mana? Badar di mana?” sebut Rina panik sambil memandang mencari ke sekeliling, mungkin orang yang dicarinya ada tidak jauh darinya. Ia pun berteriak memanggil.
“Badaaar!”
Namun, tidak ada jawaban atas panggilan itu, kecuali lintasan beberapa kendaraan di jalan raya.
Tidak adanya tanda-tanda keberadaan sahabatnya itu, membuat Rina mulai menangis panik dan khawatir.
“Badaaarrr!” teriak Rina lebih keras dan panjang sambil menangis.
Rina berjalan sempoyongan ke pinggir jalan sambil terus menangis dan pandangannya terus mencari ke sana dan ke mari.
Rina yang berdiri di pinggir jalan sambil menangis serius membuat pengendara yang melintas sekilas memperhatikan, tapi mereka terus berlalu membawa pertanyaan yang tidak akan terjawab.
Rina tidak tahu mengapa ia berada di tempat asing itu. Ia tidak tahu sedang berada di mana. Seingatnya, terakhir ia bersama sahabatnya yang bernama Barada di malam kedua bulan Ramadan. Saat mereka berdua turun untuk melihat penyebab ban mobil Rina bocor, tiba-tiba muncul sejumlah orang berpakaian hitam-hitam bersenjata militer, menodong dan menculik mereka.
Mengingat Barada, yang ia kini tidak tahu nasib dan keberadaannya, membuat Rina sangat khawatir.
Ketika tersadar bahwa tasnya masih ada, Rina yang tidak peduli lagi sebanyak apa air matanya tumpah, buru-buru memeriksa isi tasnya.
Di dalam tas itu, Rina mendapati dompetnya masih ada, lengkap dengan uang dan berbagai macam kartu-kartunya. Telepon seluler (ponsel) miliknya juga ada. Rina segera menyimpulkan bahwa serangan yang melandanya bukanlah bentuk perampokan.
Rina berusaha mengendalikan tangisnya dan mencoba berpikir tenang. Ia memikirkan langkah awal yang harus ia lakukan untuk bisa mengetahui keberadaan Barada.
Rina membuka ponselnya yang masih berfungsi normal. Untuk mengetahui keberadaan sahabat karibnya itu, Rina hanya bisa bertanya kepada satu orang yang nomornya tercantum di daftar kontak, yaitu “Calon Suami”.
“Bang Gazza,” ucap Rina lirih dengan napas yang masih sesegukan oleh tangis yang sudah mereda.
Panggilan Rina terhadap Calon Suami terdengar masuk. Tak perlu menunggu waktu lama.
“Assalamu ‘alaikum, Rin?” salam seorang pria dari dalam ponsel, menyapa dengan lembut.
Belum lagi Rina menjawab, justru tangisannya yang mengemuka, sulit untuk bicara.
Tangisan itu seketika membuat pria bernama Fath Gazza di ujung sambungan telepon terdengar bernada panik.
“Rin! Kenapa, Rin?!” tanya Gazza setengah berteriak khawatir. “Tenang, Rin. Bicara saja dengan tenang, Abang akan mendengarkan!”
“Badar, Bang...,” ucap Rina sambil menangis. “Badar di mana?”
“Oh, Badar,” ucap Gazza lemah, seakan memberi tafsir yang tidak baik.
“Badar kenapa, Bang? Badar sekarang ada di mana?” tanya Rina kian khawatir terhadap sahabat yang baru kali ini ia tangisi sedemikian rupa.
“Badar belum pulang dan belum ditemukan,” jawab Gazza masih lemah.
“Terus, terus... nasib Badar bagaimana, Bang?” tanya Rina masih menangis.
“Insyaallah Badar baik-baik saja,” kata Gazza mencoba menenangkan gadis yang jatuh hati kepadanya itu.
“Tapi saya dan Badar malam itu diserang dan diculik, Bang!” kata Rina masih panik, tangisnya mulai surut.
“Seseorang mengirim pesan kepada keluarga kami yang mencoba meyakinkan kami bahwa Rina dan Badar kondisinya baik-baik saja, tapi orang itu tidak menjelaskan rincian kondisi kalian sebaik apa dan kini ada di mana. Rina sekarang ada di mana?” kata Gazza.
“Tidak tahu, Bang. Saya baru sadar di pinggir jalan raya, tapi saya enggak tahu ada di mana ini,” jawab Rina.
“Jadi Rina belum pulang?” tanya Gazza lembut, memberi sedikit kesejukan tersendiri bagi Rina yang memang sedang membutuhkan seorang pengayom dalam kondisi seperti itu.
“Belum.”
“Rina kondisinya baik-baik saja?”
“Iya, Bang. Saya hanya lemas, lapar dan haus. Saya sangat khawatir sama Badar,” jawab Rina lalu ingin menangis lagi.
Gazza yang menangkap suasana batin Rina segera berkata, “Jangan menangis, Rin. Allah akan bersamamu dan bersama Badar.”
“Iya, Bang.”
“Rina lebih baik sekarang cari tahu sedang berada di mana, lalu telepon Abang, mungkin Abang bisa menjemput Rina,” ujar Gazza.
“Iya, Bang,” jawab Rina seraya tersenyum samar dalam dukanya.
Kalimat terakhir Gazza menjadi kalimat pamungkas penenang dan pembahagia perasaannya. Dijemput oleh pemuda yang dicintai, meskipun pemuda itu belum menyatakan suka pula, adalah hal yang sangat Rina dambakan sejak ia benar-benar merasa jatuh cinta kepada Gazza.
“Saya tunggu Abang Gazza datang ya?” kata Rina.
“Iya, Abang akan datang, insyaallah,” janji Gazza.
“Assalamu ‘alaikum, Bang,” salam Rina menutup sambungannya dengan perasaan berbunga, meski kekhawatiran terhadap sahabatnya tidak akan hilang selama tidak jelas kabarnya.
“Wa ‘alaikumussalam,” jawab Gazza.
Rina memutuskan untuk berjalan menuju rumah warga yang dilihatnya. Langkahnya terlihat bahwa ia memang dalam kondisi lemah.
Namun, ketika melihat sebuah sepeda motor datang dari kejauhan, yang dari jauh sudah jelas bahwa pengendaranya adalah seorang wanita, Rina segera berlari tertatih sambil melambai tangan agar pengendara yang membonceng seorang anak lelakinya itu mau berhenti.
“Alhamdulillah,” ucap Rina begitu bersyukur ketika ibu-ibu bertubuh agak gemuk itu mau menghentikan motornya.
Wajah ibu berhelm biru berambut panjang itu tampak bertanya dan pandangannya separuh mengandung kesiagaan, tampaknya khawatir jika gadis berjilbab cantik yang menghadangnya adalah penipu yang bermaksud jahat.
Rina segera menghampiri seraya tersenyum kelelahan.
“Maaf, Bu!” ucapnya dengan wajah mengerenyit, menunjukkan bahwa dirinya sedang kepayahan.
“Ya?” taya ibu itu, agak tegang.
“Ini daerah mana, ya?” tanya Rina.
“Kebon Nanas, Neng,” jawab ibu itu.
“Kebon Nanas...” ucap Rina lalu diam berpikir. Lalu tanyanya lagi, “Kebon Nanas itu di Jakarta Timur ya, Bu?”
“Iya.”
“Terima kasih, Bu,” ucap Rina sambil tersenyum lemah.
Ibu itu pun segera pergi dengan membawa pertanyaan dalam hati yang ia juga tidak bisa jawab.
Rina kembali menelepon “Calon Suami”-nya untuk memberi tahu keberadaannya.
“Jauh banget saya dibuang,” kata Rina lirih seraya menunggu Gazza menyambut panggilannya. (RH)
**********
Bagi yang suka dengan cerita Om Rudi, tolong bantu dengan rate, like, komentar, favorit, dan vote 😁🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
delete account
melihat keadaan lemah diramai warga itu maksud nya apa🤔
2024-05-15
1
ˢ⍣⃟ₛ🇸𝗘𝗧𝗜𝗔𝗡𝗔ᴰᴱᵂᴵ🌀🖌
aku kira kebun nanas yang di lampung om
2024-05-13
1
ˢ⍣⃟ₛ🇸𝗘𝗧𝗜𝗔𝗡𝗔ᴰᴱᵂᴵ🌀🖌
apa yang mereka incar
2024-05-13
1