"Mak, Nia berangkat ya."
"Iya, hati-hati." Ucap Emak yang sedang berolahraga di halaman rumah mereka.
"Iya Mak." Sahut Nia, lalu ia bergegas menuju gerbang rumah nya.
"Repot juga gak ada mobil. Harus pesan taxi online, boros banget hidup gue." Gumam Nia.
Nia celingukan di depan gerbang rumahnya. Tiba-tiba saja ia teringat oleh Bobby yang sudah dua hari tidak mengganggu dirinya.
"Kemana itu bocah ya? Kok tumben sih?" Nia bertanya-tanya di dalam hatinya.
"Arghhhh...! Kenapa gue jadi mikirin dia sih? Ya, sekolah lah dia, masa ia nongkrong di sini." Gumam Nia lagi.
Lalu, Nia masuk ke dalam taksi online yang sudah menunggu di depan gerbang rumah nya.
..
Empat puluh menit kemudian, Nia sudah sampai di kantornya. Di lobby, Nia bertemu dengan Roy yang sudah memberikan senyuman manis nya kepada Nia.
"Pagi Pak." Sapa Nia mencoba biasa saja, seakan-akan tidak ada yang terjadi pada kemarin malam.
"Pagi." Sahut Roy yang berjalan mengiringi Nia menuju lift.
Roy terus menatap Nia saat mereka berada di lift. Ia tidak peduli dengan tatapan karyawan-karyawan nya yang memperhatikan dirinya yang sedang terpaku menatap Nia.
Tring..!
Pintu lift pun terbuka di lantai sepuluh gedung itu. Nia, Roy dan beberapa karyawan yang lain nya pun keluar dari lift tersebut satu persatu.
Roy langsung menuju ruangannya, begitu pun Nia. Tetapi, sebelum Nia keruangan nya, ia menyempatkan diri untuk mampir ke ruangan Farah yang bersebelahan dengan ruangan Roy.
Nia melihat ruangan Farah masih kosong, Farah belum juga tiba di kantor. Nia melirik jam tangan nya dan mengernyitkan dahinya.
"Tumben banget Farah belum datang." Gumam nya.
Nia menutup kembali pintu ruangan Farah. Lalu, ia melangkah menuju ke ruangan nya.
Bobby membuka kedua matanya dan menatap Farah yang tertidur di sisi ranjang nya. Bobby berusaha bangun dari pembaringan nya. Tetapi, rasa sakit di sekujur tubuh nya membuat ia mengurungkan niat nya.
Bobby melirik tangan kirinya, ia melihat gips terpasang di sana. Lalu, ia menghela napasnya dengan berat.
"Siapa yang menyuruh orang-orang itu untuk mencelakakan gue ya?" Gumam Bobby, sambil mengingat-ingat apakah ia pernah menyinggung atau melakukan kesalahan kepada orang lain.
Bobby juga mencoba mengingat-ingat plat nomor kendaraan salah satu sepeda motor milik orang yang telah mencelakakan dirinya.
"Kamu sudah bangun?" Farah menatap Bobby yang termenung di ranjang nya.
"Tante." Ucap Bobby sambil menundukkan pandangannya. Ia tidak berani menatap Farah, karena ia tahu bahwa dirinya akan segera menerima omelan-omelan dari Farah.
"Kamu berantem sama siapa lagi sih Bobby?" Ucap Farah, gusar.
Bobby terdiam, tak menjawab pertanyaan dari Farah.
"Jawab Bobby. Kamu tidak kasihan sama kedua orangtua mu? Kamu tidak kasihan dengan Tante? Tante pusing melihat mu kalau kamu terus seperti ini Bobby!" Nada suara Farah meninggi.
"Maafkan Bobby, Tante." Ucap Bobby.
"Mau sampai kapan kamu seperti ini Bob?" Farah menatap Bobby dengan raut wajah yang khawatir.
"Kamu itu akan segera lulus SMA. Bila kamu tidak berubah dari sekarang, kamu akan menjadi apa Bob? Ingat, kamu adalah anak tertua, kamu yang akan melanjutkan perusahaan Papa mu!" Farah mencoba menasihati Bobby.
"Sekarang cerita sama Tante, siapa yang membuat kamu seperti ini?" Desak Farah sambil menatap Bobby lekat-lekat.
"Kalau Bobby cerita apa Tante akan percaya?" Tanya Bobby, lalu ia membalas tatapan Farah.
Farah mengerutkan keningnya dan duduk di pinggir ranjang Bobby.
"Iya Tante percaya, sekarang katakan sejujurnya." Ucap Farah.
"Bobby di keroyok delapan orang yang tidak Bobby kenal. Mereka sudah dewasa semua dan mengendarai sepeda motor. Bobby tidak merasa mempunyai musuh sebelum nya. Tetapi, Bobby yakin dia adalah suruhan orang, Tante." Ucap Bobby.
"Apa kamu yakin mereka di suruh sama seseorang? Masalah nya apa? dan siapa yang menyuruh nya?" Tanya Farah.
"Itu dia, Bobby tidak mempunyai musuh. Tetapi, mungkin saja Bobby pernah melukai hati seseorang." Ucap Bobby.
"Apa kamu mengingat nomor plat kendaraan nya?" Tanya Farah.
"Salah satu nya ingat Tante, nomor nya B xxxx J." Ucap Bobby.
"Tidak bisa di biarkan! Tante akan berikan mereka pelajaran. Tante akan laporkan ke polisi. Tante juga sudah menghubungi Papa dan Mama kamu, mereka akan ke Jakarta nanti malam." Ucap Farah.
"Kok di bilang sama Mama dan Papa sih Tante." Bobby terlihat kesal karena orang tuanya akan menyusul dirinya ke Jakarta.
"Lah, masa anak nya begini, orangtua nya gak boleh tahu? Terus sama siapa Tante laporan tentang keadaan kamu?" Ucap Farah sambil menatap Bobby dengan kesal.
Bobby hanya diam dan membuang pandangannya ke luar jendela.
Bobby tahu orang tua nya pasti akan menyalahkan dirinya. Apa pun yang di lakukan Bobby selalu salah di mata orangtuanya. Terlepas itu salah Bobby atau tidak.
Bobby menghela napasnya dengan berat. Lalu, mencoba memejamkan matanya kembali.
"Makan dulu." Farah meraih sebuah nampan berisi makan siang untuk Bobby yang di sediakan dari rumah sakit tersebut.
"Nanti saja Tante." Sahut Bobby.
"Kamu harus makan Bob, Tante mau pulang, mau mandi dan mengganti pakaian." Ucap Farah, kesal.
"Bobby bisa makan sendiri Tante, kalau tidak bisa nanti minta tolong suster." Ucap Bobby.
Farah menghela napas panjang. Lalu, menghembuskan dengan kesal.
"Terserah kamu lah, Tante mau pulang dulu." Ucap Farah. Lalu, ia beranjak dari kursi dan bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya.
Drettt...! Drettt...! Dret...!
Tiba-tiba saja ponsel Farah berbunyi. Farah langsung meraih ponselnya yang ia taruh di tepi ranjang Bobby.
Farah menatap layar ponselnya dan mendapati nama Nia di sana.
"Halo." Sapa Farah saat ia mengangkat panggilan dari Nia.
"Halo, Far, lu baik-baik saja kan? Lu sakit? kok nggak kerja?" Tanya Nia.
Terdengar suara Nia yang sangat khawatir dari ujung sana.
"Iya gue nggak berangkat kerja, keponakan gue lagi masuk rumah sakit nih. Karena dikeroyok orang semalam."
"Astaga..! Kok bisa dikeroyok? kenapa?"
Tanya Nia semakin khawatir.
"Menurut keponakan gue sih, dia tiba-tiba saja dikeroyok. Delapan orang yang mengeroyok! gila!"
"Hah..!" Seru Nia.
"Untung diselamatkan oleh Satpol PP. Terus, dibawa ke rumah sakit. Enggak kebayang sama gue, kalau enggak ada yang lihat." Sambung Farah lagi.
"Ya ampun! Lapor polisi lah, nanti sore gue nyusul lu ke rumah sakit ya." Ucap Nia.
"Iya, ini gue menunggu Kakak gue dulu. Nanti malam mereka ke Jakarta, Biar mereka saja yang melaporkan ke polisi. Kasihan keponakan gue, bonyok muka nya, tangan nya pun patah, kaki keseleo, semalam sampai muntah darah!" Ucap Farah.
"Ya Allah. Ya sudah, nanti sore gue temani lu di rumah sakit ya. Pulang dari kantor gue langsung kesana." Ucap Nia.
"Ok lah, thanks ya." Ucap Farah. Lalu, mereka mengakhiri percakapan mereka.
"Tante pulang dulu ya, jangan lupa makan. Awas kalau Tante datang lagi kesini, tapi kamu belum makan. Tante jijilin itu makanan sama nampan-nampan nya ke mulut kamu!" Ancam Farah kepada Bobby.
"Tante rasa Ibu tiri ya begini ini." Ucap Bobby.
"Ye... ini anak..!" Farah menjitak kepala Bobby.
"Aduh..! Sakit Tante..! Ini bekas di pukulin orang. Masa di tambah dijitakin lagi." Bobby mengusap-usap kepalanya yang masih terasa pusing dan nyeri.
"Rasain..!" Ucap Farah. Lalu, ia bergegas meninggalkan ruangan Bobby.
"Begini amat punya Tante, ck ck ck..!" Keluh Bobby.
Setelah Farah pergi, Bobby pun melamun menatap jendela kamar rawat inap nya. Tiba-tiba saja Ia terbayang wajah cantik Nia.
"Duh Tante, perjuangan banget ya untuk bertemu Tante. Segala di keroyok orang pula." Gumam Bobby.
Lalu, ia tersenyum mengingat semua tentang Nia.
"Andai Tante ada disini, pasti gue langsung sembuh." Bisik Bobby sambil tersenyum malu-malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
susi 2020
😍😍😍
2023-06-04
1
susi 2020
🙄🙄🙄
2023-06-04
1
ama luph endhe
kl da q cpt sembuh jg donk😁😁
2022-07-30
1