Berujung Sepi

Sepi mendera...

Suara jangkrik yang berbunyi nyaring di luar, merdu terdengar. Meningkahi desir angin yang bertiup perlahan.

Isye berlibur sejenak di rumah pakde, yang berjarak hampir 20 kilometer dari kampusnya.

Kakak dari bundanya yang biasa Ia panggil dengan sebutan pakde, tinggal bersama bude istrinya dan anak semata wayangnya yang saat ini tengah kuliah di Solo.

Rumah yang begitu besar terlihat sepi jika Mas Bowo sedang kuliah. Mas Bowo, anak pakde dan bude kost di sebuah kota kecil dekat dengan kampusnya.

"Ngopo, Nduk?" Bude Tini mendekatinya sambil membawa secangkir teh panas dan sepiring pisang goreng.

Diletakannya baki di atas meja, "Ayo dimakan Nduk, mumpung masih anget pisang gorengnya. Kalau tehnya masih ngepul itu."

Isye menganggukkan kepalanya, "Terima kasih, Bude."

Isye mengambil sepotong pisang goreng dan memakannya pelan-pelan.

"Ehm...kalau pengamatan Bude nggak salah, sepertinya-kamu lagi menyimpan sesuatu."

"Opo kuwi, Nduk?"

"Tapi-kalau nggak mau cerita ya ndak apa-apa, Bude maklum kok."

"Namanya juga anak muda." Bude tersenyum sekilas seraya memperhatikan wajah Isye.

"Kan-Bude juga dulu pernah muda." Ujar Bude lagi.

Isye tertawa kecil mendengar lelucon budenya.

"Bude bisa aja." Sahut Isye.

"Kalau anak muda itu-persoalannya pasti nggak jauh dari teman lawan jenis, ya toh?" Bude menatap Isye seolah ingin menyelidiki sesuatu.

"Bude bisa aja." Kilah Isye seraya meraih cangkir teh dan menyeruputnya.

"Hmmm...enak banget Bude. Apa cuaca di sini ya-yang bikin tehnya jadi seenak ini?" Isye memuji teh buatan budenya.

"Selain tehnya yang memang enak, udara di sini yang lumayan dingin juga bikin ngeteh jadi terasa nikmat, Nduk." Papar Bude lembut.

"Ya sudah-Bude masuk dulu, ya." Ujar Bude seraya melangkah ke dalam rumah.

Isye menatap pemandangan sekitar rumah Bude. Kerlip lampu tampak terlihat indah di bawah sana, walau malam hari. Rumah pakde yang berada di ketinggian beberapa kilometer dari dusun sebelah, membuat view-nya terlihat indah.

Isye mencoba membuang semua masalah yang terasa mengusik otaknya akhir-akhir ini. Sebelum kembali ke kampus, aku harus sudah siap jika bertemu dengan Rangga lagi.

Hufft...

Aku tak mau jadi gadis cengeng yang hanya bisa menangis karena cinta. Memang ini semua salahku dan untuk meraih hati Rangga kembali, Isye sadar perlu perjuangan ekstra.

Tapi, aku juga harus melanjutkan hidupku sendiri. Rangga akan kubiarkan pergi. Biarlah dia bahagia. Aku akan mencoba menata kembali apa yang sudah sempat hilang.

Aku akan buktikan pada Rangga, kalau aku sanggup untuk melepaskannya.

Rangga berhak untuk bahagia, biarlah aku yang menanggung akibat dari perbuatanku sendiri.

Biarlah sepi mendera, asal aku bisa melihat lagi senyum Rangga yang dulu.

Isye menghela napas perlahan.

Malam kian larut, udara dingin terasa menusuk tulang.

Isye menyilangkan kedua tangannya di dada. Dingin terasa, tapi enggan rasanya untuk beranjak meninggalkan indahnya pemandangan malam ini.

Terdengar suara pakde memanggil, "Sudah malam-angin malam nggak terlalu baik, Nduk."

pakde mengingatkanku, terdengar nada khawatir dari suaranya.

"Nggih, Pakde." Sahutku seraya melangkah ke dalam dan menutup pintu yang menghubungkan balkon dengan ruang keluarga.

Dua hari mengistirahatkan pikirannya di rumah pakde, kini Isye merasa lebih fresh dan siap kembali melanjutkan aktifitas.

Aku harus siap dengan perubahan yang akan terjadi nanti.

Iya, ini awal dari segalanya. Tanpa Rangga lagi di sisi. Bisik hati Isye.

Awal menginjak usia remaja, Ranggalah yang menemani hari-harinya. Kini di usia yang menjelang dewasa, Ia harus rela melepas Rangga demi kebahagiaannya.

Isye tersenyum, Ia bisa dan harus kuat menghadapi ini semua.

Hidup tak sekedar hanya berkutat dengan persoalan cinta saja, masih banyak hal yang harus Ia hadapi. Isye bertekad akan berubah menjadi lebih baik lagi.

Isye berpikir lebih baik membiarkan Rangga pergi darinya, daripada memintanya untuk tetap bersama namun dengan sejuta luka yang mungkin tak akan pernah bisa hilang begitu saja.

Argh...

Aku tahu, hal itu tidaklah mudah bagi Rangga untuk bisa menerima semuanya. Seandainya saja aku berada di posisinya. Gumam Isye dalam hati.

\=\=\=

Sekembalinya Isye rehat sejenak di rumah pakde, Isye merasa lebih ceria.

"Rangga..." Isye memanggil Rangga yang tengah asyik membaca di depan teras rumah kostnya. Kebetulan sekali gerbang tempat kost Rangga terbuka lebar.

Rangga menoleh ke arah gerbang, "Isye?"

Rangga bergegas menuju gerbang.

"Hai." Sapa Isye dengan nada riang.

Rangga tersenyum, "Ehm...ayo masuk."

"Temani aku makan di ujung gang sebelah yuks." Ajak Isye.

"Ehm..." Rangga melirik kaos oblongnya sekilas.

"Nggak papa, nggak usah ganti." Isye tersenyum, Ia paham dengan maksud Rangga.

"Cuma temani aku makan kok, Aku lapar." Celoteh Isye.

"Baiklah." Rangga menutup pintu gerbang dan segera menjejeri langkah Isye.

"Rangga..." Seusai makan, Isye membuka pembicaraan.

Suasana rumah makan kali ini tak begitu ramai, hanya ada beberapa pengunjung yang membeli dan membawa makanannya pulang.

"Ya," Sahut Rangga dengan nada lembut.

"Aku-sudah berpikir masak-masak." Papar Isye.

"Tentang?" Rangga menatap wajah Isye tak mengerti.

"Pergilah, aku ingin kamu bahagia." Isye mengangkat kepalanya dan menatap wajah Rangga.

Seolah Isye enggan melepas tatapannya.

Inikah terakhir kalinya aku bisa menatap wajahmu? Tanya Isye dalam hati.

Setelah ini, belum tentu aku bisa melakukan ini kembali. Apalagi jika kamu sudah bersama dengan yang lain.

Hufft, membayangkan itu semua, hati Isye terasa terbakar.

"Isye..." Suara Rangga terdengar seperti tercekat.

"Aku akan baik-baik saja dan aku mohon kamu harus bahagia, ya." Isye menepuk pelan bahu Rangga.

"Tapi-apa ini baik untuk kita?" Tanya Rangga lagi. Ia bingung harus bersikap bagaimana.

"Iya, ini yang terbaik." Sahut Isye.

"Jika kita paksakan hubungan kita kembali seperti dulu dengan luka yang sudah aku torehkan, rasanya mustahil bisa seperti dulu lagi." Isye menghela napas sejenak.

"Pasti ada satu masa kita akan meninjau ulang hubungan kita. Aku tak mau itu terjadi. Lebih baik dari sekarang aku melepasmu agar kamu bisa bahagia." Papar Isye dengan air mata berlinang.

"Aku minfa maaf atas semua kesalahan-kesalahanku." Ujar Isye lagi.

"Aku sudah maafkan semuanya." Sahut Rangga.

"Aku mohon jangan pernah menyimpan dendam atas kesalahanku." Isye menatap wajah Rangga dengan mimik muka sedih. Tak terasa bulir hangat yang sedari tadi Ia tahan, mengalir begitu saja.

Rangga meraih saputangannya dan mengulurkannya pada Isye.

"Apapun yang akan terjadi nanti, jika kamu adalah takdirku, kita pasti akan bersama lagi." Isye menyeka kembali air matanya mendengar apa yang diucapkan Rangga.

Rangga menganggukkan kepalanya, Isye benar. Mempertahankan hubungan mereka juga mungkin tak semudah yang mereka bayangkan.

Bahkan mungkin bisa lebih rumit. Karena, satu di antara mereka pernah merasa sakit hati sedangkan yang lainnya akan berusaha untuk mengobati luka atas apa yang Ia perbuat.

Jika itu terjadi, entah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengkondisikan hati mereka masing-masing.

\=\=\=

Mohon krisannya ya teman-teman.

Terpopuler

Comments

The Yelion

The Yelion

hai semangat nulisnya ya

Btw mampir ya ke karya aku
My Heart Choice^^
Mari saling mendukung

2021-02-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!