Dilema

Isye merasa kaget dengan kedatangan Rangga hari itu.

Kenapa Rangga nggak ngabarin kalau mau datang ya? Tanya Isye dalam hati.

Seperti biasa, Isye hanya terdiam jika sedang bersama Rangga di dalam mobilnya. Rangga tak pernah mau diganggu jika Ia sedang menyetir.

Rangga membelokkan mobilnya ke arah taman dekat rumah Isye.

"Apa nggak sebaiknya kita langsung pulang aja, Kak?"

Rangga terdiam dan memiringkan badannya di belakang kemudi, seraya menatap Isye.

"Siapa cowok tadi?" Tanya Rangga sejurus kemudian.

Isye sudah menduga pertanyaan itu akan keluar juga dari bibir Rangga.

Isye menarik napas dalam, "Bukan siapa-siapa."

Isye berkata tanpa berani menatap mata Rangga.

Rangga tersenyum masam, seraya membalikkan badannya ke posisi semula menghadap kemudi.

Rangga menyalakan mobilnya kembali, kali ini ke rumah Isye. Ia bermaksud mengantarkan pacarnya pulang.

Rangga seolah bisa membaca kebohongan yang berusaha Isye sembunyikan. Terlihat dari sikap Isye yang tampak berbeda sejak Ia menjemputnya di sekolah.

"Sudah sampai," Rangga masih menyalakan mobilnya.

Tak seperti biasanya, jika Rangga mengantarkan Isye Ia akan segera turun dan membukakan pintu mobil buat Isye.

Kali ini rasanya Rangga enggan melakukan itu, Ia ingin segera pulang.

Melihat Isye yang masih belum beranjak turun, "Isye, maaf-hari ini- Aku ada janji sama teman kuliah, salam aja buat Bunda ya."

Isye memandang Rangga dengan tatapan penuh keheranan.

Apa Rangga marah sama aku? bisik batinnya.

Isye beringsut membuka pintu mobil.

Rangga melajukan mobilnya setelah Isye menutup pintu gerbang rumahnya.

Rumah bernuansa hijau yang selalu saja Ia rindukan, kini terasa asing baginya.

Apakah Ia terlalu dini mengambil kesimpulan kalau kekasihnya tak lagi setia seperti dulu lagi. Apakah jarak yang terentang membuat jarak juga pada hubungan mereka?

Adakah kesalahannya, ataukah Ia tak lagi semenarik dulu bagi Isye?

Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam benaknya.

Janji bertemu dengan salah satu teman kuliahnya tadi adalah satu alasan yang sempat terlintas saat Ia merasa enggan mampir ke rumah Isye karena rasa kecewanya.

Alih-alih membuang kebohongan yang seharusnya tak Ia ciptakan untuk membalas kebohongan pacarnya, Rangga menelpon Sakti, teman satu kampus dengannya.

\=\=\=

Isye duduk di dalam kamarnya, terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.

"Ya..." Isye beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamar.

"Ya, Bun." Isye membuka lebar pintu kamar.

Tampak bundanya bersiap untuk pergi, dengan dress rapi.

"Bunda-mau pergi?" Tanyaku dengan sedikit mengernyitkan dahi.

Isye tampak menghela napas, bundanya selalu saja sibuk.

"Kamu, mau ikut? nanti pulangnya Bunda ajak main ke rumah teman Bunda."

"Bunda acaranya ke mana aja? kalau lama-mendingan aku di rumah aja.." Tanya Isye dengan nada malas.

"Nggak...paling 15 menitan, ganti bajumu. Bunda tunggu di teras." Bunda beranjak meninggalkan Isye.

Daripada bete, aku ikut Bunda aja ah. Gumamnya dalam hati.

Rumah Isye sering terlihat sepi, ayah dan bundanya sibuk setiap hari, sedangkan kakak sulungnya melanjutkan kuliahnya di Solo. Bibi yang biasa membantu pekerjaan rumah, pukul lima sore sudah pulang ke rumahnya.

Isye terlihat cantik dengan dress potongan coklat milo dan cardigan yang senada, rambutnya diikat ekor kuda.

Bunda tersenyum melihat anak gadisnya sudah tampil rapi dan terlihat cantik.

"Cantiknya anak Bunda..." Seru bunda seraya tersenyum dan menuju ke mobil.

Setelah usai acara yang dihadiri oleh bundanya, Isye diajak menuju ke rumah teman bundanya.

"Assalamu'alaikum..." Suara Bunda rupanya terdengar oleh si pemilik rumah, karena tak berapa lama kemudian pintu pun dibuka.

"Wa'alaikumussalam." Seru si pemilik suara yang rupanya sudah Isye kenal.

"Isye..." Seruku melihat kedatangannya bersama dengan seorang wanita. Mungkin itu ibunya, pikirku.

"Eh, kalian sudah saling kenal ternyata." Bunda Isye tersenyum senang.

Siapa juga yang nggak kenal, dia rivalku. Gerutu Fian dalam hati.

Segera Fian menepis rasa kesalnya.

Isye terhenyak kaget, ternyata bundanya kenal dekat dengan keluarga Fian.

"Ibu ada, Fian?" Tanya Bunda Isye.

"Eh-iya lupa, masuk dulu Tante. Ibu ada kok." Ujar Fian mempersilahkan mereka masuk ke dalam ruang tamu.

Fian mengetuk pintu kamar ibunya perlahan, "Bu-Ibu...ada Tante Marsha."

Ibu menuju ruang tamu setelah sebelumnya berpesan pada Fian, agar Ia membuatkan minum untuk tamunya.

"Silahkan diminum Tante Marsha." Fian meletakkan minuman dan kudapan di atas meja.

Ia segera beranjak hendak masuk ke dalam agar tak bertemu dengan Isye lebih lama, namun tangan ibu malah menahannya.

"Fian, ajak ngobrol Isye dulu." Ujar Ibunya mengingatkan anak gadisnya yang punya sifat pemalu.

Males banget, rutuk Fian dalam hati.

Fian menahan rasa kesalnya. "Ehm-iya, Bu."

"Isye...kita ngobrol di dalam sambil nonton TV, yuks." Ajakku seraya membawakan minuman untuknya ke dalam.

Isye mengekor di belakangku.

Kunyalakan TV, tak begitu menarik acaranya. Sebagai tuan rumah yang baik kupersilahkan Isye meminum teh yang sudah kubuatkan. Kusodorkan remote TV, "Barangkali mau acara TV yang lain."

Kubolak-balik majalah remaja yang baru dua hari lalu aku beli dari uang sakuku.

Kami berdua terdiam. Aku merasa enggan untuk memulai percakapan.

Isye tampak serius menonton acara di TV yang mengupas kehidupan selebritis, acara yang kurang aku suka.

"Fi..." Suara Isye memecah kesunyian di antara kami berdua.

Aku tergeragap, "Hmm-iya, kenapa?" Tanyaku dengan suara selembut mungkin, naif memang.

"Tentang Aldi, bagaimana menurutmu?" Isye memelankan volume TV. Sementara di ruang tamu ibu dan bunda Isye asyik berbincang dan bercengkerama, sesekali tawa mereka terdengar akrab dan hangat. Beda jauh dengan kami berdua.

"Fi...Hay." Isye mengibas-ngibaskan tangannya di depan mukaku.

Gerakannya yang gemulai membuatnya terlihat menawan, inikah yang buat Aldi suka padanya?

Rasa kesal atau entah cemburu meraja dalam dada. Mestikah aku menjelek-jelekkan Aldi agar Isye tak lagi suka padanya.

it's not my type.

Isye masih saja menatapku.

"Ehm...dia-seperti yang kamu tahu." Ujarku sekenanya.

"Kamu-sepertinya nggak suka Aku dekat dengan Aldi." Tukas Isye dengan nada sedikit pelan.

"Hah-yang bener aja, sok tahu Kamu." Kilahku sambil mencoba berkelakar.

"Aku tuh, coba jaga perasaan kalian. Kan kamu tahu kalau aku lebih dulu dekat dengan Aldi." Alasan yang telak menurutku.

"Hmm...benar juga."

"Jadi-selama ini dugaanku salah ya?" Isye menanyakan satu hal yang aku sendiri tak mampu menjawabnya.

Kukedikkan bahuku.

"So...Kamu-setuju, kalau Aku jalan sama-Aldi?" Tanya Isye lagi.

Pertanyaan telak dari Isye, tentu saja aku tak pernah bisa setuju dengan permintaannya.

Aku memutar otak.

"Lalu-siapa cowok yang kemarin aku lihat menjemputmu di sekolah?" Pertanyaanku kali ini membuat Isye tampak gelisah menyembunyikan sesuatu.

Terpopuler

Comments

Biruuuu

Biruuuu

Hai kak..
aku bawa like di setiap bab kakak.. serta 5 rate untuk kakak.
jangan lupa mampir ya kak🙏

2020-11-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!