Rangga menelusuri jalan sepanjang malioboro malam itu.
Saat ini, Ia hanya ingin menyendiri. Rangga tahu keberadaan Isye, kekasih hatinya yang sangat Ia sayangi. Kini Isye ada di sini.
Isye telah memenuhi janji akan menyusulnya ke kota ini.
Namun, Rangga masih saja enggan untuk menemui Isye.
Hatinya masih saja memendam amarah, ketika Ia ingat kalau Isye sudah tega berbagi hati dengan yang lain.
Huffft...
Rangga menghela napas panjang, ingin rasanya ia berlari ke tempat yang jauh dan sunyi.
Ingin rasanya Ia berteriak, melampiaskan segala emosi yang membuat Ia terisak dalam hati.
Meski Rangga laki-laki, tetap saja diam-diam Ia pun menangis dalam hati ketika hancur lebur.
Rangga merasa hancur, impiannya menjadikan Isye sebagai cinta pertama dan terakhirnya hancur sudah.
Rangga bimbang, apa Ia akan melanjutkan hubungan mereka atau...
Arggh...
Rangga menyugar rambutnya dengan kasar.
Ia tak bisa berpikir panjang, jika sampai hal itu terjadi.
Rangga memandangi lalu lalang orang di sepanjang malioboro.
Rangga memesan segelas teh hangat dan seporsi mie jawa, Ia merasa lapar setelah berjalan jauh.
Isye tengah berjalan ke arah kedai mie di Malioboro.
Isye memesan seporsi nasi goreng dan telor ceplok kesukaannya.
Isye menuju tempat duduk, hatinya bersorak girang, tanpa sengaja ia bertemu dengan Rangga di sini.
"Kak Rangga." Isye mendekati Rangga yang terkejut melihat kedatangan Isye.
Isye langsung duduk di bangku panjang, di samping tempat Rangga duduk.
Kedai belum begitu ramai.
"Kak Rangga..." Suara isye tercekat di tenggorokan. Ia menahan rindu dan juga rasa takut kehilangan yang amat sangat kali ini.
Rangga tersenyum simpul, Ia menyeruput teh panasnya.
"Kak..." Panggil isye lagi dengan suara manjanya.
"Kakak, kemana aja?" Tanya Isye lagi.
Isye mulai menyantap makanan yang dipesannya.
Rangga diam, bingung mesti menjawab apa pertanyaan dari Isye.
Isye memandang wajah Rangga yang tertunduk
"Aku sibuk." Ujar Rangga tegas.
Rangga cepat-cepat menghabiskan makanannya.
"Biar aku yang bayar." Ujar Rangga
Melihat Rangga yang hendak beranjak pergi, Isye menarik lengannya.
"Kak...Tunggu." Isye menyeruput teh hangatnya dan segera mengekor di belakang Rangga yang hendak membayar makanan pesanan mereka.
Rangga menelusuri jalan malioboro, Isye tampak terengah-engah mengikuti langkah kaki Rangga yang cepat.
"Kak, kita harus bicara." Isye merasa kesal, karena sedari tadi Rangga hanya diam saja.
Rangga menghentikan langkahnya ketika sampai di sudut jalan. Ia menyandarkan diri di tembok sebuah toko yang terletak di sudut jalan.
"Ada yang ingin Kamu katakan? Aku siap mendengarkannya." Ujar Rangga lagi.
Isye menahan amarah yang sedari tadi bergejolak, akhirnya air matanya luruh juga satu persatu.
Rangga yang melihat Isye menangis sesenggukan, tak tega juga rasanya membiarkan Isye. Diraihnya tangan Isye dan diusapnya pelan punggung tangannya.
"Ka-kakak kenapa menghindariku?" Isye menyeka air matanya yang jatuh di pipi caby-nya.
"Aku sibuk, banyak kegiatan di kampus." Kilah Rangga.
"Bukan karena kakak sengaja mau melupakan Aku?" Sergah Isye dengan nada tinggi.
Tangisnya mulai terdengar.
Rangga menghela napas panjang. Ingin sekali Ia katakan kalau semua akar masalah dalam hubungan mereka adalah pengkhianatan Isye. Namun, Rangga enggan menyakiti hati Isye, biarlah apa yang Ia tahu, Isye tak perlu tahu juga.
Tapi, lambat laun Isye juga pasti tidak akan menerima begitu saja dengan ketidaknyamanan suasana di antara mereka.
Hufft...
Rangga menghembuskan napas, menghilangkan sesak di dadanya.
"Sudahlah, yang penting Kamu tahu, Aku sibuk."
"Bahkan untuk menyisihkan waktu seperti ini pun. Aku tak punya banyak waktu. Maaf." Ujar Rangga lagi.
Isye menarik napas lega, ternyata Rangga bukan sengaja menghindar atau berusaha untuk melupakannya. Namun, kesibukan Rangga yang memang lumayan padat.
Rangga mengusap wajahnya dengan gusar. Ia merasa bersalah pada Isye.
Rangga telah berbohong demi menjaga perasaan Isye.
Rangga tak tega mengemukakan alasan yang sebenarnya, namun Ia juga enggan bersikap seperti dulu lagi pada kekasihnya.
Rasanya ada jarak yang menghalangi. mereka, hingga hubungan mereka tak seperti dulu lagi.
Rangga juga merasa malas untuk sekedar menanyakan kabar Isye.
\=\=\=
Isye mencoba merajut hubungannya dengan Rangga, kembali. Namun, Rangga tetap saja bersikap dingin. Isye menganggap bahwa itu satu bentuk sikap Rangga yang berubah menjadi lebih dewasa karena Ia bukan lagi anak SMA.
Isye tak pernah tahu, kalau Rangga sebenarnya ingin memutuskan hubungan mereka berdua. Namun, rasa tak teganya muncul saat melihat Isye menangis sedih.
\=\=\=
"Hai, Kak." Seru Isye saat bertemu Rangga di depan Kampusnya.
Seperti biasa Rangga menjemput Isye, jika jadwal kuliah mereka bersamaan. Rangga melarang Isye bertandang ke tempat kostnya, dengan alasan menjaga etika.
Isye hanya bisa menurut.
Senyum khas Rangga yang sangat Isye suka, mengembang, "Eh-hai" Sapa Rangga.
"Nyenyak tidurmu semalam?" Perhatian Rangga ke hal-hal kecil, membuat Isye tak bisa jauh dari Rangga. Ia sadar, telah salah menduakan Rangga dengan Aldi.
Isye tak mau hubungannya dengan Rangga hancur karena kehadiran Aldi di antara mereka berdua.
Ia berjanji akan terus berusaha memperbaiki hubungan mereka, hingga Rangga kembali bersikap seperti dulu lagi.
"Hu um..." Sahut Isye tersenyum simpul.
Mereka berdua berjalan pelan dalam diam, tak ada kata. Rangga mengantar Isye seperti biasanya, sampai di depan pintu gerbang tempat kostnya.
Sebenarnya Isye ingin sekali berbincang tentang apa saja dengan Rangga. Namun sikap Rangga yang dingin membuat Isye tak berani mengusiknya.
"Assalamu'alaikum." Rangga meninggalkan Isye setelah mengucap salam.
"Wa'alaikumussalam." Isye menjawab salam Rangga.
Isye menatap kepergian Rangga dengan hati yang campur aduk, antara rindu dan rasa sebal juga marah pada diri sendiri bercampur jadi satu.
Isye membuang napas perlahan, dibukanya pintu gerbang tempat kostnya. Sepi, sesepi hatinya saat ini.
\=\=\=
Malam itu, Rangga menekuri beberapa catatan yang harus dipelajarinya.
"Bro..." Suara Danang terdengar dari pintu kamarnya. Danang mengetuk pintu kamar Rangga dengan agak keras.
"Pake salam kek, kurang kencang gedor pintunya, tau." Sungut Rangga.
Danang terkekeh, "Sorry, Aku pikir Lo tidur tadi, jadi ya-maaf, aku gedor aja pintunya."
"Ada yang penting?" Tanya Rangga masih dengan nada kesalnya.
"Nyantai, Bro..."
"Gini nih, Niar cewekku punya sahabat namanya Dinda. Nah, Dinda ini sudah berkali-kali ditinggalin cowoknya. Ceritanya sekarang dia putus asa. Niar punya rencana, untuk ngenalin Lo sama Dinda."
"Begitu ceritanya." Danang mengamati wajah Rangga yang tanpa ekspresi.
"Kenapa nggak buat Kamu aja?" Tantang Rangga pada Danang yang langsung saja pasang raut muka garang.
"Gila Lo. Niar mau dikemanain? Tanya Danang lagi.
"Hem...Maaf, Aku sama sekali nggak tertarik." Sahut Rangga seraya memegang gagang pintu bermaksud menutupnya kembali.
"Eits, sabar Bro. Yakin nggak tertarik? Dinda is beautiful. Tapi bagiku sih Niar yang paling cantik." Celoteh Danang.
"Nih..." Danang mengeluarkan selembar foto dari dalam saku bajunya. Niar menitipkannya pada Danang kemarin sore agar Ia menyampaikannya pada Rangga.
Danang meraih tangan Rangga dan meletakkan foto itu di tangannya.
"Lo-pikir-pikir lagi, Bro."
Danang meninggalkan Rangga yang tak bergeming.
Rangga menutup pintu kamarnya, Ia duduk di meja belajarnya, ditatapnya foto yang tadi Danang berikan.
Dilemparnya foto Dinda ke sudut ruang, Ia sedang tak tertarik dengan cewek secantik apapun.
Ia sedang ingin fokus kuliah. Belum tuntas rasa sakit hatinya, saat tahu kalau Isye kekasih hatinya telah tega menduakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments