Menepis Rasa

Siang terik menyengat, setengah berlari aku bergegas menuju halte bus. Halte bus terlihat sepi, dua jam yang lalu bel tanda usai pelajaran berbunyi. Pantesan sepi, gumamku dalam hati.

Kutinggalkan Aldi yang tadi sempat pamit akan menemui Isye di kelasnya.

Aku iseng menunggu kedatangan Aldi sambil mengerjakan berbagai PR. Hari ini tak ada ekskul dan rapat OSIS yang harus aku ikuti.

Hampir dua jam lamanya, aku menunggu. PR-ku selesai sudah. Aku hendak menuju kelas Isye, niatnya pamitan sama Aldi.

Namun langkahku urung, saat melihat mereka berdua sedang asyik bercengkerama di koridor sekolah. Pedih tiba-tiba saja menyelusup ke dalam dadaku.

Aldi lebih meluangkan waktunya untuk Isye.

Eh...aku kan cuma sahabatnya, hiburku dalam hati. Kugigit bibir bawahku mengusir rasa di hati.

Aldi meraih tas yang masih tergeletak di bangku kelasnya.

"Hmmm...mana Fian ya? nggak biasanya dia pulang tanpa aku." Gumam Aldi sembari melangkahkan kakinya keluar kelas.

Kuhempaskan tubuh mungilku di atas ranjang.

Suara ketukan pintu kamar membuyarkanku yang tengah melamun.

"Fian...ada telepon." Suara ibuku terdengar dari balik pintu.

"Ya, Bu..." Dengan malas aku bangkit dari ranjang.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Suara Aldi terdengar dari seberang.

"Fian...Kamu ngak apa-apa, kan?" Tanya Aldi khawatir.

"Enggak...aku ngak apa-apa, kok." Aku sedang merasa malas ngobrol sama Aldi, biasanya hampir dua jam aku ngobrol di telepon dengannya.

"Suara kamu males gitu sih, nggak kayak biasanya." Cecar Aldi lagi.

"Aku ngantuk Aldi...tadi di sekolah iseng ngerjain PR sambil nungguin kamu yang lagi asyik sama pacar." Kilahku mencoba bercanda.

"Udah ya, aku ngantuk berat nih." Ujarku seraya menutup sambungan telepon.

Fian tak mau berlama-lama mendengar suara Aldi. Saat ini yang Ia butuhkan cuma tidur sejenak, agar bisa melupakan rasa yang seharusnya tak ada.

"Fi...tunggu!"

Tut...tut...

Sambungan telepon terputus.

Aldi menghela napas dengan gusar.

Sementara Fian duduk di meja belajarnya.

Dicorat coretnya selembar kertas, kemudin diremas dan dilemparkannya ke sudut ruang.

Diary...

Fian menulis di buku Diary berwarna hijau yang dihadiahkan oleh Aldi untuknya.

Fian menghela napas perlahan.

Aku tahu, Aldi itu sahabatku. Aku tahu itu.

Fian memutar-mutar bolpoint pilotnya yang berwarna hijau senada dengan buku diarynya.

Salahkah aku, jika memiliki rasa yang lain pada sahabatku sendiri?

Apa itu salah, Diary?

Sampai kapan aku bisa menahan rasa ini?

Harusnya, aku bahagia jika Aldi juga bahagia.

Dia, sahabat terbaikku.

Salahkah aku Diary...jika aku suka lebih dari sekedar sahabat?

Katakan saja, jika salah aku tak ingin terus menerus tersiksa seperti ini.

Baiklah, aku akan pelan-pelan pergi dari kehidupan Aldi. Biarlah Aldi bebas dengan yang lain.

Sementara, aku akan coba menghapus semua tentangnya.

-####-

"Fian...Fian, tunggu!" Aldi berusaha mengejar langkahku di sela siswa lainnya yang bergegas menuju kelas masing-masing.

Aldi berhasil menjejeri langkahku dengan napas tersengal.

"Fi-Fi-Fi..." Dia memanggilku seperti biasa.

Aku hanya terdiam. Aku ingin mulai menjauhi Aldi mulai hari ini.

Ingin-hanya ingin? gumamku dalam hati.

"Fi!" Sebuah tepukan agak kencang mendarat di bahu kiriku.

"Astaghfirullah hal adzim"

"Aldi!" Kutinju pelan punggung Aldi yang terkekeh menjauhi langkahku menuju kelas.

Beberapa kali Aldi melirikku dengan ekor matanya saat pelajaran berlangsung.

Aku pura-pura konsen menyimak pelajaran yang berlangsung. Sebuah gulungan kertas kecil mendarat di mejaku. Aldi baru saja melemparnya.

Aku menoleh ke arah Aldi dengan tatapan dingin. Aldi menyeringai senang.

"Pulang sekolah, aku mau traktir makan bakso." Kubaca tulisan Aldi. Aku pura-pura cuek dan tak menoleh ke arahnya yang masih saja melihatku dengan ekor matanya.

Bel tanda usai pelajaran berbunyi, aku segera membereskan buku di atas mejaku.

Aldi menahan bahuku ketika hendak berdiri.

"Ayo, aku traktir makan bakso." Aldi setengah memaksa menarik lenganku.

"Al..." Suara Isye terdengar memanggil, Aldi menoleh ke asal suara dan kemudian menatapku.

Kukedikan bahuku, sembari melangkah menjauhi Aldi.

"Fi..." Aldi memanggilku pelan yang kian menjauh.

Aldi menarik napas dan menghembuskannya kasar.

"Aku pingin pulang bareng kamu, boleh?" Isye menatap wajah Aldi dengan penuh harap.

"I-iya, tapi...sebenarnya aku ada janji sama Fian siang ini." Aldi tak mau berbohong di depan kekasihnya.

"Oh...Aku merusak acara kalian, ya?" Isye menatap Aldi dengan pandangan tak senang.

Aldi menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, "Bu-bukan gitu, maksudku."

Aldi tak mau mengecewakan Isye yang hari ini memintanya untuk pulang bareng usai sekolah. Tak seperti biasanya, karena Isye sendiri yang membuat kesepakatan di antara mereka kalau hanya bisa bertemu saat di sekolah. Aldi sontak merasa heran.

Aldi tampak mengernyitkan dahi.

"Kenapa?" Tanya Isye melihat raut muka Aldi.

"Heran ya, aku ngajak pulang bareng?"

"Atau...Kamu-merasa nggak enak sama Fian? kalau gitu, susul aja dia."

"Aku bisa pulang sendiri." Ujar Isye seraya melangkahkan kakinya melewati tubuh Aldi yang jangkung.

"Eh...tu-tunggu." Aldi berusaha menjejeri langkah Isye yang cepat

Tadi Fian yang sepertinya kesal padanya, sekarang Isye ikutan kesal juga. Gimana nih? Aldi menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sebenarnya Isye juga nggak mau pulang bareng Aldi, pacar barunya. Ia mengajak Aldi pulang bareng, karena Rangga pacarnya yang sudah lama menjalin hubungan dengannya sudah mulai kuliah di sebuah kota yang khas dengan gudegnya. Jadi, sementara ini Ia akan selalu pulang sekolah sendiri.

Fian membolak-balik halaman sebuah majalah remaja di teras rumahnya. Hatinya merasa tak tenang. Berkali-kali Ia mencoba mengusir bayangan Aldi, namun semakin kuat pula rasa yang tak seharusnya ada untuk Aldi.

Fian memandangi rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi. Sejuk rasanya. Sedikit mengurangi kesedihan hatinya. Ia selalu suka dengan hujan.

Sementara, Aldi di kamarnya tampak gelisah. Ia mencoba tidur karena di luar hujan.

Aldi beranjak ke meja belajarnya. Diambilnya buku diary yang ada di laci meja.

Hmmm...

Tangan Aldi mulai menulis,

Apa semua cewek seperti itu? ngambek nggak beralasan. Apa aku yang salah ya?

Sepertinya aku yang salah, menggagalkan rencana makan bakso dengan Fian sahabatku dan mungkin aku sedikit heran karena Isye pacarku tiba-tiba aja minta pulang bareng.

Yang bikin aku heran, Isye sendiri yang pernah bilang kalau kami hanya bisa bertemu di sekolah. Bahkan rumahnya aja aku nggak tahu di mana.

Aldi menyugar rambut lurusnya yang baru siang tadi dipotong ala artis mandarin.

Fian Sahabatku yang manis dan baik, jangan ngambek ya...

Sahabatmu yang ganteng ini akan selalu bersamamu.

Jangan bikin aku sedih, aku cuma ingin hubunganku dengan isye gadis yang aku suka berjalan mulus.

Tapi, sebenarnya aku juga heran sih. Isye melarangku mengaku-ngaku jadi pacarnya di sekolah. Hanya kamu yang tahu, Fi...Karena aku percaya padamu.

--###--

Terpopuler

Comments

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

kakak😊

asisten dadakan hadir lagi😉

mampir lagi yuk kak😊

2020-12-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!