Senyummu Tetap Mengikuti

Semakin hari, Rangga sepertinya makin merasa dekat saja dengan Dinda.

Entah mengapa Dinda seakan memiliki magnet yang begitu kuat, hingga bisa menariknya untuk mengenal Dinda lebih jauh lagi.

\=\=\=

Rangga memutar tubuhnya saat seseorang memanggilnya dari kejauhan, Dinda. Bisiknya dalam hati.

Kenapa harus selalu kebetulan seperti ini, mungkinkah ini pertanda agar aku harus segera move on dari rasa yang selalu.membuatku tak nyaman? Tanya Rangga dalam hati.

Sekelebat bayangan Isye hadir menyapa.

Rangga cepat-cepat segera menepisnya.

Rangga membalikan badannya ke arah suara yang memanggilnya. Dinda setengah berlari mendekat ke arah Rangga.

"Hai." Sapa Dinda dengan riang yang dibalas seulas senyum oleh Rangga.

Entah kenapa, Dinda membuat hidupnya sedikit lebih berwarna.

Dinda yang selalu ceria membuatnya segera lupa, kalau Ia tengah sakit hati.

"Rangga..." Dinda sedikit tersengal napasnya ketika sampai di depan Rangga.

"Kenapa Kamu?"

"Dikejar penagih hutang?" Tanya Rangga dengan mimik muka yang dibuat serius.

"Enak aja." Dinda terkekeh mendengar lelucon Rangga.

"Kamu kayaknya tuh, yang keseringan dikejar." Balas Dinda.

"Enak aja." Sungut Rangga.

"Dikejar para cewek-maksudnya." Ledek Dinda lagi, kali ini Dinda tertawa lepas.

"Mana ada cewek yang berani ngejar-ngejar aku?" Kilah Rangga masih dengan sikap cueknya.

"Ada-kok." Jawab Dinda.

"A-a...".Dinda segera menutup mulutnya, hampir saja Ia keceplosan mengakui isi hatinya sendiri.

Wah, apa tanggapan Rangga nanti kalau Ia sempat mendengar isi hatinya.

"Kamu-kenapa?" Tanya Rangga heran, melihat Dinda yang tidak melanjutkan apa yang dia katakan.

"Ehm, nggak kok-nggak kenapa-napa." Sahut Dinda lagi.

\=\=\=

Rangga tersenyum simpul, ingat tingkah Dinda yang selalu salah tingkah jika bertemu dengan Rangga. Ada saja alasan Dinda untuk bisa selalu bertemu dengannya.

Bukannya Rangga merasa ge-er, tapi nggak mungkin juga kan, kalau Dinda tak punya maksud selain itu.

\=\=\=

"Bro..." Rangga terlonjak kaget, ketika Danang menepuk keras pundaknya.

"Kurang kencang mukulnya." Sungut Rangga dengan mimik muka yang dibuat kesal.

"Marah mulu, ntar cepat tua-loh." Danang tersenyum ketika melihat Rangga masih saja tak bergeming.

"Jangan terlalu serius, Bro." Ujar Danang seraya duduk di dekat Rangga.

"Gimana Dinda-cantik, kan?" Tanya Danang seraya melirik ke arah Rangga yang masih dengan sikap cueknya.

Hufft, Rangga menghela napas panjang.

"Entah." Sahut Rangga masih dengan sikap dingin.

"Sampai kapan mau jomblo terus?" Tanya Danang lagi.

"Apa salahnya jadi jomblo?" Sergah Rangga.

"Ada yang salah?" Rangga membalikkan tubuhnya ke arah Danang.

Danang menatap Rangga yang terlihat menegang, "Setidaknya kita coba berusaha mencari pendamping hidup kita nanti."

"Aku sudah tidak percaya lagi dengan yang namanya cinta, lagipula belum saatnya cari pendamping hidup." Rangga menghela napas sesaat.

"Aku pernah merasa sakit hati, tapi aku tak bisa membenci dia yang telah menyakiti hatiku." Mata Rangga tampak menerawang jauh.

Rangga teringat kembali luka lama yang sempat tertoreh di hatinya hingga kini.

Danang merasa prihatin. dengan apa yang Rangga alami.

"Kamu-sudah coba move on dari dia?" Tanya Danang kemudian.

"Mungkin saja-dengan hadirnya Dinda akan membuat hidupmu jauh lebih baik. Asal kamu mau mencobanya." Usul Danang dengan nada pelan.

"Aku takut sakit hati lagi." Ujar Rangga kemudian.

"Cobalah untuk membuka hati, pelan-pelan pasti luka dalam hatimu juga akan sirna. Apa kamu masih cinta dengan pacarmu yang dulu?" Tanya Danang lagi.

"Aku pernah menginginkan dia untuk menjadi hanya satu-satunya cinta dalam hidupku." Ujar Rangga.

"Itu yang membuatku tak bisa membencinya hingga saat ini, meski Ia sudah tega menyakiti hatiku." Rangga menyugar rambutnya.

Ia merasa menjadi pecundang, di satu sisi Ia menginginkan kebahagiaan dengan membuka celah baru untuk hatinya bersama Dinda. Namun di lain sisi, Ia pun merasa tak bisa menampik kehadiran Isye begitu saja. Meski Ia merasa sakit hati dengan apa yang telah Isye perbuat.

\=\=\=

Aldi menyusuri jalanan dengan sepeda motornya.

Dipacunya perlahan sepeda motornya menuju rumah Fian, gadis itu membuatnya tak bisa memejamkan mata semalaman.

"Assalamu'alaikum..." Aldi mengetuk pintu rumah Fian.

Terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah Fian dan tak lama kemudian pintu pun terbuka.

Seulas senyum mengembang di bibir Fian saat Ia melihat kedatangan Aldi.

"Eh, Aldi..." Ujar Fian seraya memberi isyarat dengan tangannya agar Aldi duduk di teras.

"Sorry, Aku datang pagi-pagi. Ganggu-nggak?" Tanya Aldi sembari menatap lekat wajah Fian.

Fian menggelengkan kepalanya, Ia segera memalingkan mukanya.

Ia masih saja merasa malu jika harus bersitatap dengan Aldi.

"Ehm-nggak kok-nyantai aja." Ujar Fian seraya pamit ke dapur untuk membuatkan minuman buat Aldi.

Aldi dan Fian kembali meniadakan jarak di antara mereka. Aldi berusaha untuk tak menjauh lagi dari Fian, ia merasa tak sanggup jika harus kehilangan Fian.

Namun di sisi lain, Fian tak banyak berharap dengan kedekatan mereka lagi. Ia merasa tak percaya diri menerima Aldi sepenuhnya. Hatinya masih saja terkoyak manakala ingatannya kembali melayang ketika Aldi pernah bersama dengan yang lain.

Bagi Fian, Ia masih terlalu dini untuk menaruh harapan besar pada Aldi. Biarlah waktu yang akan mengurai segalanya. Kelak, entah ke arah mana hubungan yang mereka rajut saat ini.

Berbeda dsngan Aldi, Ia berjanji dalam hatinya akan menjadikan Fian cinta terakhirnya. Ia tak akan lagi dengan mudahnya tergoyahkan dengan gadis cantik manapun.

"Diminum tehnya." Fian mengangsurkan cangkir teh untuk Aldi.

"Thanks." Aldi menatap wajah Fian yang lembut.

Fian tersenyum seketika, semburat merah di wajahnya tak bisa lagi Ia sembunyikan dari Aldi.

Aldi membalas senyum Fian dengan hati bahagia.

Mampukan aku untuk selalu bisa membahagiakannya, doa Aldi dalam hati.

\=\=\=

Isye menatap sendu foto Rangga di meja kecil dekat tempat tidurnya.

Ia mengusap pelan Foto Rangga.

Ia menyesal telah tega mengkhianati Rangga, sikap Rangga kini sudah jauh lebih baik padanya. Namun, tetap saja Isye merasa Rangga membuat jarak di antara mereka berdua.

Rangga tak seperti dulu lagi, Ia masih tetap dengan sikap cueknya tapi sekarang Rangga jauh lebih mementingkan kegiatan di luar kampusnya dibandingkan untuk sekedar menemaninya ngobrol atau jalan-jalan di akhir pekan.

Isye menghembuskan napas panjang, Ia merasa kesal dan juga gelisah. Ia tak bisa memaksa Rangga untuk sekedar menemaninya.

Setelah mengantarnya kemarin, Rangga memberitahukan jadwalnya yang begitu padat di akhir pekan.

Ia merasa tak lagi berarti untuk Rangga, namun Ia sadar ini semua salahnya. Mungkin ini yang harus Ia terima akibat ulahnya sendiri.

Isye membuka jendela kamarnya lebar-lebar Dilihatnya lalu lalang kendaraan yang tampak ramai di jalanan depan rumah kostnya.

Isye menutup kembali jendela kamarnya dan berjalan keluar kamar. Ia ingin meredakan rasa galaunya, sendirian. Saat Ia hendak membuka pintu pagar, Ia ingat pesan Rangga yang tak memperbolehkannya keluar setelah Isya, berbahaya buatnya begitu pesan Rangga.

Rangga masih saja care dengannya walau sikap cueknya tak juga berubah.

Tak terasa air mata Isye menggenang di sudut matanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!