Mengurai Waktu

Seusai kenaikan kelas, Fian tersenyum lega. Ia tak lagi sekelas dengan Aldi.

Sedikit mengurangi beban di hatinya, agar Ia tak terus menerus memikirkan Aldi dan merasakan sakit saat melihat kedekatan Aldi dengan Isye.

"Fi...apa kabar?" Aldi menemui Fian di kelasnya saat istirahat tiba.

Andin, teman sebangkunya sedang ke kantin saat itu. Membuat Aldi langsung saja tanpa ba bi bu duduk di sebelahku.

Tingkah Aldi, membuatku terkejut.

"Kamu-Al, ngagetin aja." Tukas Fian.

Aldi membuatnya salah tingkah kali ini.

Bagaimana pun Ia masih menyimpan rasa untuk Aldi.

"Kamu belum jawab pertanyaanku." Aldi memiringkan badannya menghadap ke arahku.

"Hmmm...seperti yang Kamu lihat-I'm fine." Jawab Fian kemudian.

"Ternyata, kita nggak satu kelas lagi ya, Fi. Tambah jauh aja dong, kita." Ujar Aldi seraya tersenyum, Fian masih terdiam mendengar celotehan Aldi.

"Fi..." Suara Aldi tercekat.

Ingin rasanya Ia bilang, kalau Ia kangen dengan semua yang pernah ada.

Rasanya ingin Ia minta maaf. Tapi Aldi tak tahu harus memulainya dari mana.

"Ya?" Fian menatap Aldi kali ini.

Aldi balas menatap Fian, membuat Fian memalingkan mukanya karena malu.

"Eh...Al. Kalau nanti ada PR yang Aku nggak paham, masih boleh minta bantuan, kan?" tanya Fian berseloroh.

Aldi mengangguk seraya tersenyum.

Hal yang tak mungkin Fian lakukan, apalagi ia ingin menjauhi Aldi. Jika mungkin, Ia akan membuka hatinya untuk yang lain. Bukan saatnya lagi menangisi hal yang tak mungkin terjadi, bukan?

Bukan waktunya lagi meratap dalam sedih berkepanjangan.

No cry for love again, tekad Fian dalam hati.

Meski mungkin, cinta lain yang nantinya tumbuh harus Ia pupuk sedemikian rupa agar selalu indah di hatinya dan berusaha melupakan kisah yang lainnya.

Fian, menghela napas berat.

Aldi menyandarkan tubuhnya di bangku.

"Ehm...Aku balik ke kelas dulu, ya." Ujar Aldi seraya bangkit, ketika melihat Andin berjalan menuju bangku yang diduduki Aldi.

Aldi melangkah gontai menuju ruang kelasnya yang berada setelah tiga ruang kelas, dari kelas Fian.

Isye menangkap bayangan Aldi melintas, Ia ingin menghampiri. Namun, suara bel berbunyi nyaring.

Setelah dua minggu libur sekolah, rasanya kangen tak bertemu Aldi.

Rangga juga makin sibuk dengan berbagai kegiatan di kampusnya.

Biasanya Rangga akan meneleponnya seminggu sekali, sekedar menanyakan kabarnya. Namun sudah hampir tiga minggu Rangga tak menghubunginya.

Entah ada apa dengan Rangga.

Isye sudah saatnya fokus pada pelajaran. Ia sudah di kelas akhir, harus berjuang meraih yang terbaik agar bisa diterima di kampus impian.

\=\=\=

Rangga merasa kangen dengan Isye.

Tiga minggu tak mendengar suara manjanya, membuat Ia kehilangan selera makan.

Pagi itu Rangga mengayuh sepeda gunungnya mengelilingi salah satu dusun dekat kampusnya, hawa segar pedesaan menyapanya.

Terasa sejuk, sedikit mendinginkan hatinya yang mulai tak konek dengan otaknya.

Hufft...Rangga menghembuskan napas panjang, berusaha membuat lega rongga dadanya yang penuh emosi saat ini.

Angin sejuk dan pemandangan indah, membuatnya sesaat lupa dengan suasana hatinya saat ini.

Sesekali Rangga mengangguk dan tersenyum pada orang-orang yang lewat di depannya, hendak menuju ke sawah.

Rangga merasa bersyukur atas apa yang Ia miliki. Masih banyak orang lain yang tak seberuntung dirinya.

Kya...

Rangga merentangkan kedua tangannya sembari berteriak, beberapa orang yang lewat menoleh dan tersenyum ke arahnya.

Rangga membalas tatapan mereka dengan melambaikan tangannya.

Rangga kembali mengayuh sepedanya menuju ke tempat kost. Waktu sudah menunjuk ke angka enam. Ia harus bersiap menuju kampus sebelum jam delapan pagi ini. Ada Rapat di kampusnya yang harus Ia hadiri.

Dengan menyibukkan diri, Ia merasa lebih berarti. Energinya menjadi berlimpah saat Ia melakukan banyak hal.

Rangga bukan tipe cowok yang mudah jatuh hati. Untuk menjalin hubungan dengan Isye saja, butuh pertimbangan besar.

Saat duduk di sekolah menengah pertama, Ia melihat isye saat pertama kali masuk sekolah.

Ia yang meminta Isye untuk berlari-lari mengelilingi lapangan sekolah, karena dia lupa memakai pita rambut warna-warni sesuai aturan saat orientasi sekolah.

Saat itu Ia terkekeh melihat Isye yang setengah cemberut, berlari mengelilingi lapangan menjalani hukumannya.

Rasa tak teganya muncul tiba-tiba. Ia lalu memanggil Isye dengan melambaikan tangannya.

"Ya, Kak." Isye menghadap Rangga dengan napas tersengal-sengal.

"Sudah, cukup. Kembali ke regumu." Perintah Rangga dengan nada tegas.

Rangga, kakak senior yang paling ditakuti oleh siswa-siswi yang baru masuk, saat orientasi sekolah.

Isye merasa heran, Rangga memintanya berhenti menjalankan hukuman darinya.

Seminggu usai orientasi, Rangga hendak ke Perpustakaan sekolah, tempat favoritnya.

Rangga seringkali menyendiri di Perpustakaan. Tempatnya yang hening, membuatnya bisa membaca buku yang Ia senangi tanpa gangguan teman-temannya yang senang bercanda.

Di Perpustakaan, Ia mengambil sebuah buku dan membacanya sembari berjalan.

Saat itu, Ia tak menyadari kalau ada seorang gadis berdiri di balik lemari Perpustakaan.

Bruk...

Buku yang Rangga pegang terjatuh, ketika membentur tubuh seseorang.

Untung saja tak jatuh, batin Rangga.

Cewek yang terbentur buku Rangga sedikit terhuyung ke samping.

"Eh...maaf." Ujar Rangga seraya membungkuk hendak mengambil buku yang akan dibacanya.

Begitu juga dengan gadis yang ternyata adalah Isye, Ia pun melakukan hal yang sama hendak mengambil buku Rangga.

Mereka saling menatap dan sama-sama tersenyum, menyadari apa yang mereka lakukan. Tak sadar tangan mereka meraih buku yang sama.

"Eh...maaf, Kak." Isye merasa bersalah. Ia menjadi salah tingkah ketika Rangga menatapnya.

Ada desiran aneh di hati Rangga saat itu, ketika menatap Isye dalam jarak yang begitu dekat.

Setelah pertemuan di Perpustakaan waktu itu, Rangga larut dalam kesibukan belajarnya.

\=\=\=

Isye sedang duduk di taman dekat rumahnya.

Seorang cowok mengendarai sepeda gunungnya dan melintas di depannya. Isye merasa kenal dengan sosok itu.

Isye mengamati dari jauh.

Sepertinya itu Kak Rangga, gumamnya dalam hati.

"Kak Rangga!" Teriaknya saat Rangga lewat lagi di depan tempat duduknya.

Merasa ada yang memanggilnya, Rangga menghentikan laju sepedanya. Lalu Ia pun menoleh ke asal suara.

"Isye." desisnya.

Rangga merasa ragu antara memutar balik sepedanya atau terus pulang ke rumah.

Akhirnya Rangga memutar sepedanya dan mengayuhnya menuju ke arah isye.

"Eh-hai..." Rangga melepas helm yang Ia gunakan saat sedang bersepeda.

Isye terpana, ini kali yang kedua Ia bisa menatap Rangga dalam jarak dekat.

Isye merasa salah tingkah.

Rangga menangkap sikap Isye yang mendadak jadi salah tingkah.

Rangga tersenyum dalam hati. Apakah ini waktu yang tepat untuk mengutarakan perasaannya?

Dua kali bertemu dengan Isye, rasanya cukup bagi Rangga untuk menebak bagaimana perasaan Isye kepadanya.

"Eh...Kakak-sering ya lewat sini?" Tanya isye memecah kesunyian di antara mereka.

"Hmm...nggak juga sih. Seminggu sekali, aku biasanya naik sepeda ke sini. Rumahku kan bukan di kompleks sini." Ujar Rangga kemudian.

"Oh..." Hanya kata itu yang sempat keluar dari bibir merah jambu milik Isye.

Rangga tersenyum simpul.

\=\=\=

Seminggu kemudian, Rangga menunggu Isye di depan kelasnya, saat usai pelajaran sekolah.

"Kak Rangga."Seru Isye, begitu melihat Rangga berdiri di depan kelasnya.

"Ehm...boleh pulang bareng?" Tanya Rangga sejurus kemudian.

"Eh...boleh, Kak." Isye menjawab dengan hati dag dig dug.

Duh, kenapa aku jadi salting begini, rutuk Isye dalam.hati.

Mereka berdua berjalan menuju halte bus.

Mereka berjalan dalam diam.

"Kita searah, kan?" Tanya Rangga kemudian.

Isye mengangguk.

Sebuah angkutan kota berhenti ketika tangan Rangga melambai.

Rangga memberi isyarat pada Isye, agar Ia masuk ke dalam angkutan kota.

Di dalam angkutan kota pun mereka masih saja terdiam.

Rangga menatap lekat Isye, yang sedari tadi menunduk.

"Sepertinya, Aku duluan yang turun."

"Stop Bang." Rangga meminta abang angkot untuk menghentikan laju kendaraannya.

"Aku bayar sekalian." Ujar Rangga seraya turun dari angkutan kota, meninggalkan Isye yang masih dua kilometer lagi baru sampai ke rumahnya.

Saat-saat itulah yang membuat Rangga kadang tersenyum ssndiri.

Terpopuler

Comments

R.F

R.F

bawa 4 Like dan rate 5 jangan lupa Like balik ya Thor

2020-11-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!