Sudah beberapa hari yang lalu, Rangga kembali ke kampus.
Ia sengaja tak mau memberitahu Isye. Rangga merasa malas untuk sekedar bertemu dengannya. Tak seperti biasanya, jika Rangga pulang pasti tiap hari Ia sempatkan untuk bertandang ke rumah Isye. Sekedar mengobrol dengan Isye dan Bundanya.
Mereka sudah seperti keluarga sendiri bagi Rangga.
Namun, kali ini ketika Ia melihat betapa cerianya Isye bersama seorang cowok yang tidak Ia kenal, hatinya seolah-olah sudah tak berenergi lagi. Hampa sekarang rasanya.
Hampir lima tahun mereka melewati waktu bersama, dengan sekejap saja sirna, karena Ia sekarang jauh dari Isye.
Kedekatan mereka terhalang jarak dan waktu.
Rangga ingin menepis semua rasa yang ada di hatinya dengan menyibukkan diri di beberapa kegiatan kampus.
Ia ingin berarti untuk orang banyak, meski Ia harus rela kehilangan orang yang terkasih.
Rangga benar-benar bingung dengan sikap Isye.
Ia bisa menangkap dengan jelas betapa bahagianya Isye dengan cowok seumuran yang Rangga lihat kemarin.
Dengannya Isye biasa bermanja-manja, tapi tak seceria yang Ia lihat kemarin.
Rangga menyugar rambutnya.
Aku ingin menyelidikinya, tekadnya dalam hati.
Jika benar Isye ada hubungan dengan cowok itu, ya sudahlah...Rangga akan mengikhlaskannya.
Rangga tak mau menghalanginya.
Biarkan waktu yang akan menjawabnya. Tak akan ada dendam, tak akan ada amarah, karena cinta tak bisa dipaksakan.
Jika Rangga memaksa Isye untuk selalu bersamanya, itu juga tak bagus buat hubungan mereka berdua nantinya.
Hufft...Rangga menghela napas berat.
teringat cita-cita dan keinginannya untuk menjadikan Isye sebagai cinta pertama dan juga cinta terakhirnya.
Rencananya, setelah lulus kuliah nanti Ia akan merintis usaha dan menikahi Isye kekasih hatinya.
Tak ada gadis lain dalam hati dan pikirannya, hanya Isye. Namun melihat apa yang terjadi kemarin saat pulang, rasanya Rangga menjadi patah arang.
Rangga menatap senja yang mulai merayap turun. Senja selalu saja mampu membuat kedamaian tersendiri dalam hatinya.
Bergegas Rangga menuju masjid yang berada tak jauh dari tempat Ia duduk merenung sedari tadi.
Rasa damai menyusup ke dalam hatinya yang sedang kisruh.
\=\=\=
Sementara Aldi tengah serius dengan beberapa tugas dari sekolah.
Aldi tipikal orang yang tak suka menunda hal yang penting.
Saking asyiknya Ia mengerjakan tugas, suara ketukan di pintu kamarnya pun tak terdengar.
Perlahan Ibu Aldi membuka pintu kamarnya, "Aldi, ada telpon tuh. katanya dari temanmu."
Aldi merasa enggan menerima telepon, nggak mungkin dari Fian juga. Gumamnya dalam hati.
"Ehm, Aldi kan lagi sibuk nih." Aldi berkata seraya memeluk tangan ibunya manja.
"Aldi boleh minta tolong nggak?" Aldi menatap ibunya.
Ibu Aldi hanya tersenyum.
"Tolong bilangin, Aldi lagi nggak bisa diganggu. Biar nanti Aldi yang akan hubungi. Please." Aldi menatap ibunya dengan nada memohon.
"Hum...paling bisa anak Ibu ngerayunya..."
"Maaf, Aldi lagi banyak tugas dari sekolah. Bisa minta nomor teleponnya? Biar nanti Aldi yang akan telepon balik." Ujar ibu Aldi dengan nada lembut.
"Oh, nggak usah Tante, besok saja saya temui Aldi di sekolah."
"Assalamu'alaikum." Sambungan telepon terputus.
"Wa'alaikumussalam." Ibu Aldi meletakkan gagang telepon.
\=\=\=
Aldi terperanjat kaget, saat hendak belok ke arah gedung tempat kelasnya berada, tiba-tiba saja Ia dikejutkan oleh suara Isye.
"Al, kenapa Kamu nggak mau terima telepon dari Aku?"
Aldi menatap Isye sesaat, "Sudah bel Isye. Nanti istirahat Aku ke kelas deh." Ujar Aldi seraya tersenyum.
"Nggak usah." Isye meninggalkan Aldi begitu saja.
Ia merasa kesal dengan Aldi.
Aldi menghembuskan napas perlahan seraya mengedikkan bahunya.
Aldi memandang Fian dari kejauhan. Fian merasa ada yang melihatnya sedari tadi, lalu Ia pun menengok ke arah belakang.
Mata mereka bersirobok.
Fian menatap Aldi sekilas, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke papan tulis.
Aldi menatapku dengan pandangan yang tak bisa diartikan, Fian memainkan bolpont di sela jemarinya.
Ada rasa aneh yang tiba-tiba saja menjalar di hati Aldi. Kangen.
Kangen kebersamaannya dengan Fian yang bawel sekaligus juga lucu. Ia gadis yang menggemaskan.
Aldi tak lagi bersemangat bertemu dengan Isye, tapi demi memenuhi janjinya pada Isye, Ia tetap melangkah ke arah kelasnya saat bel tanda istirahat berbunyi.
Aldi memberi isyarat pada Isye agar Ia keluar dari ruang kelas.
Isye tampak acuh. Namun Aldi tak mau pergi begitu saja. Saat ada teman Isye mau masuk ke dalam kelas, Ia meminta tolong agar memanggil Isye.
"Kan tadi Aku sudah bilang, nggak usah ke sini." Tukas Isye.
"Aku menepati janjiku." Kilah Aldi.
Aldi memasukkan kedua tangannya ke saku celana, gayanya membuat dia semakin terlihat cool di mata Isye.
Mana bisa aku marah kalau lihat Aldi seperti itu, batin Isye.
"Kalau cuma sekedar menepati janji aja, mendingan nggak usah, deh." Ujar Isye pelan.
"Maksudnya?" Tanya Aldi tak mengerti.
"Beberapa hari ini, kamu sibuk atau memang benar-benar sibuk?" Tanya Isye lagi.
"Aku benar-benar sibuk." Jawab Aldi dengan mimik muka yang serius.
"Bukan karena menghindar dari Aku, kan?"
Pertanyaan Isye begitu telak menghujam ulu hati Aldi. Cewek memang tergolong perasa, bisa paham dan merasakan apa yang sebenarnya terjadi.
Aldi tak mau menyakiti hati Isye, tapi Ia juga tak mau membohongi dirinya sendiri.
"Ehm...Kenapa Kamu bisa berpikir begitu?" Tanya Aldi.
"Sudah beberapa hari ini aku cari kamu, di perpus, bahkan semalam telepon pun Kamu nggak mau angkat. Sampai tadi pagi sikapmu yang begitu acuh, membuatku punya pikiran seperti itu." Isye terlihat sedih.
Isye kangen dengan Rangga, tapi Ia lebih merasa nyaman dengan Aldi. Apa semua ini salahku? hingga Aldi mengerti dan memahaminya secara tidak langsung.
Aldi mebuat Isye bisa bersikap apa adanya di depan Aldi.
Sedangkan dengan Rangga, Ia selalu menjaga sikapnya, kadang terkesan kaku dalam hubungan mereka.
Isye bingung jika harus memilih salah satu di antara mereka.
Aldi memperhatikan raut muka Isye, "Sudah...jangan sedih gitu dong. Kan-Aku sudah ada di sini." Ujar Aldi seraya tersenyum.
Isye membalas senyuman Aldi.
Andai saja aku bisa memberikan hati ini sepenuhnya buat Isye, gumam hati Aldi.
Aku tak bermaksud jahat Isye, bisik hati Aldi lagi.
Namun kedekatan yang telah Ia bangun dengan Fian membuatnya tak bisa berhenti memikirkan Fian, kini.
Kenapa rasa ini tak muncul dari dulu, kenapa harus sekarang saat aku sudah bersama dengan yang lain.
Semua ini salahku, aku yakin Fian juga punya perasaan yang ssma denganku.
Buktinya, Ia sampai pindah bangku dan mendekati Johan agar tak lagi sering bertemu dengan Aldi. Apa dugaanku salah? Aldi bertanya-tanya dalam hati.
Tak tahu lagi apa yang harus Ia lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments