Jika sudah terlanjur sayang, apakah terlalu naif seandainya aku menerima Aldi? begitu batin Fian saat ini.
Meski Ia merasa sakit hati dengan kedekatan Aldi dan Isye, namun Ia tetap tak bisa membenci Aldi begitu saja.
Fian menyayangi Aldi, apa adanya.
Just the way he is.
Aldi melangkah menuju kelas Fian, dilihatnya Fian yang tengah duduk sendirian di bangkunya.
Aldi menghampiri Fian dan berdiri di hadapannya.
"Fi..." Suara Aldi terdengar seperti tercekat.
Entah perasaan aneh apa yang tiba-tiba saja menyusup ke dalam hati Aldi.
Fian menatap Aldi, yang balas menatapnya. Ada kerinduan yang menghentak kuat dalam hati Fian, namun segera ditepisnya rasa yang tak pantas itu.
"Kamu-baik-baik saja, kan?" Tanya Aldi dengan nada suaranya yang terdengar sedikit parau.
"A-a-Aku baik-baik saja, Al." Jawab Fian, mencoba menjawab pertanyaan Aldi dengan suara datar.
Rasanya ingin menangis dan lari menghambur ke dalam pelukan Aldi, kalau saja Ia dan Aldi halal suatu saat nanti.
Berhentilah mengkhayal Fi, bisik batinnya seakan mengingatkan.
Fian membereskan buku di mejanya lalu memasukkan ke dalam laci meja.
"Al, maaf, Aku ke toilet sebentar." Fian setengah berlari meninggalkan Aldi yang merasa heran dengan tingkah Fian.
Fian tak kuasa lagi menahan bulir hangat yang sebentar lagi meluncur deras.
\=\=\=
Aldi merasa heran dengan sikap Fian.
Setiap Ia coba mendekati Fian, selalu saja Fian berusaha menghindar. Ada saja alasan yang Fian buat agar tak lama-lama bertemu dengannya.
Aldi merasa harus mempertanyakan semua ini pada Fian.
\=\=\=
Sabtu sore hari, cuaca begitu cerahnya.
Aldi memacu sepeda motornya menuju rumah Fian.
Ia merasa harus mengorek isi hati Fian yang sesungguhnya. Apakah sesuai dengan dugaannya selama ini.
"Assalamu'alaikum" Aldi mengetuk pintu rumah Fian seraya memberi salam.
"Wa'alaikumussalam." Sahut seseorang yang Aldi sudah kenal betul suaranya.
Ibu Fian tersenyum, ketika melihat kedatangan Aldi.
"Wah, tumben nih. Sudah lama banget Kamu nggak main ke rumah. Sudah lupa ya?" Tanya Ibu Fian sambil tersenyum.
"Nggak kok Tante, Aldi lagi sibuk aja. Maaf, kalau Aldi nggak sempat main kemari." Ujar Aldi sambil tersenyum.
"Tante cuma bercanda kok. Mau ketemu Fian, Kan?" Tanya ibu Fian ramah
"Sebentar, tante panggilkan." Ibu Fian masuk ke dalam rumah, setelah mempersilahkan Aldi duduk di bangku teras.
Aldi memilih duduk di teras, karena Ia merasa bisa lebih santai saat bertemu Fian nanti.
Fian keluar dari dalam rumah sambil membawa dua cangkir teh panas dan cemilan.
Tadinya Fian enggan untuk menemui Aldi, tapi ibu memaksanya.
"Eh-Al, ayo diminum tehnya." Fian merasa kikuk bertemu dengan Aldi.
Dulu, tak seperti ini. Isye hadir di antara mereka, semua jadi berubah. Fian tak merasa nyaman lagi ketika bersama Aldi.
Aldi menyeruput teh yang disuguhkan Fian.
"Enak tehnya, Fi. Thanks ya." Sebuah senyuman terukir di bibir Fian, membuat jantung Aldi berdetak cepat.
Kenapa aku jadi seperti ini, bisik hati Aldi.
mereka berdua terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
Ibu Fian mengintip Aldi dan anak gadisnya dari balik tirai.
Sebagai orang tua, Ia tahu apa yang dirasakan anak gadisnya, meski Fian tak pernah cerita apa pun. Kecuali tentang pelajaran di sekolah.
Ibu Fian menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tersenyum dan beranjak meninggalkan meraka ke dalam.
Melihat Fian yang terdiam, Aldi berusaha memecah kesunyian di antara mereka berdua.
"Fi..." Aldi menghela napas panjang.
Aldi menatap Fian lekat, "A-Aku mau Kamu jelaskan..."
Aldi merasa jengah, namun ia harus bisa menguak apa yang tengah terjadi di antara mereka berdua.
Aldi bisa merasakan apa yang Fian rasakan, tapi Ia bingung dari mana Ia harus memulai itu semua.
"Ya?" Fian menatap Aldi sesaat.
"Ya-Al?" Fian mengulang pertanyaannya lagi.
"Ehm-Aku..." Aldi menyugar rambutnya dan kemudian mengusap wajahnya dengan gusar. Kentara sekali kalau Ia tengah merasa gelisah.
Fian menatap Aldi dengan penuh tanda tanya.
Rasa gugup menguasai hati Aldi.
Tak sengaja, mata mereka bersitatap, Aldi bisa merasakan getaran yang sama dengan Fian.
Aldi tak mau menyia-nyiakan kesempatan, kali ini.
"Fi-A-Aku berharap Kamu mau jujur tentang isi hatimu..." Aldi menghela napas panjang, setelah berhasil menyusun kata-kata yang sedari tadi sulit untuk Ia ungkapkan.
"Aku tahu, semenjak aku jalan dengan Isye, Kamu berubah dan berusaha menghindariku." Ujar Aldi lagi.
"Benar, kan?" Aldi berharap Fian mengiyakan pertanyaannya.
Namun, Fian hanya terdiam.
"Fi-tolong jelaskan ini semua, padaku." Aldi menatap Fian lekat.
Fian menghela napas, "Apa yang harus Aku jelaskan?"
Fian memalingkan mukanya dari sorot mata Aldi.
"Sikap kamu. Kamu juga merasakan seperti apa yang Aku rasakan, bukan?" Tanya Aldi.
Fian tetap tak bergeming, Ia mencoba menetralisir hatinya.
Ingin rasanya mengucap kata, iya. Namun, bibirnya terasa kelu.
"Dugaanmu salah, Aldi." Ucap Fian tegas. Hatinya seolah berontak memaki dirinya, saat Ia menjawab pertanyaan Aldi.
"Salah?" Sergah Aldi dengan raut wajah merah padam, tak percaya dengan jawaban yang Ia dengar barusan.
"Kamu berusaha menyelidiki kalau Isye punya pacar selain aku. Kamu ingin agar aku putus dengan Isye, apa dugaanku salah?"
" Nggak-Fi. Aku tahu, kalau selama ini Kamu menyayangiku lebih dari sekedar sahabat. Iya Kan? Tanya Aldi lagi.
"Please, jujurlah padaku, Fi."
"Aku bisa merasakannya."
"Betapa bodohnya aku. Aku tak bisa memahami perasaanmu. Aku minta maaf-Fi."
"Saat Kamu berusaha menghindar dariku, di situlah baru aku sadar, betapa berartinya kehadiranmu, Fi."
"A-Aku merasa kehilanganmu, saat aku sudah menjalin hubungan dengan Isye." Aldi mencoba mengungkapkan perasaannya.
"A-Aku mau kita seperti dulu lagi, tapi lebih dari sekedar sahabat."
"Aku nggak mau kehilangan kamu lagi, Fi."
"Tanpa Kamu rasanya hampa, Aku kehilangan tawamu dan juga perhatianmu." Ujar Aldi lagi.
"Aku nggak mau jadi pelampiasan kesepian Kamu." Ujar Fian dengan nada tegas.
"Bukan seperti yang Kamu kira, Fi." Aldi berusaha menenangkan emosi Fian.
"Kamu menerima Isye karena dia cantik dan populer di sekolah, sedangkan Aku?" Fian menatap Aldi.
"Nggak Fi, Aku yang salah. Aku nggak menyadari dari awal, kalau ternyata-Aku juga suka sama Kamu." Aldi berusaha meredakan ketegangan di antara mereka.
"Setelah Isye pergi?" Fian menyeringai.
"Kamu mau jadikan Aku ini sebagai pelampiasan dari rasa kesepian yang Kamu rasakan, bukan?" Nada suara Fian terdengar sinis. Hati Fian menangis, Ia sangat terluka.
Fian memang menyayangi Aldi lebih dari sekedar sahabat. Namun, Ia juga tak mau jika dijadikan pelampiasan kesepian Aldi.
Bagaimana jika seandainya Isye meminta melanjutkan hubungan mereka kembali yang sempat kandas kemarin.
Aldi menjalin hubungan denga isye, karena Ia cantik dan populer di sekolah mereka.
Sedangkan Fian, Ia merasa dirinya tak sebanding dengan Isye.
"Fi...Kalau Kamu butuh waktu untuk memikirkan ini semua-Aku akan sabar menunggu. Kamu tak perlu menjawabnya sekarang." Aldi berkata dengan nada lembut, membuat Fian terjerembab dalam rindu yang kian menghentak.
"Tapi-Aku sangat berharap, agar kita kembali lagi seperti dulu. Aku nggak mau kehilangan Kamu." Aldi menatap lekat Fian yang tengah menunduk memainkan jari-jemarinya.
Aldi meraih jaketnya, "Aku pulang dulu, Fi. Salam buat ibu, ya."
Fian menatap Aldi yang telah meninggalkan teras rumahnya.
Fian duduk termenung, apakah Ia terima Aldi dan melanjutkan hubungan mereka ke level yang lebih tinggi?
Tapi, aku tak bisa membayangkan jika Isye datang lagi, betapa hancur hatiku, jika Aldi berpaling dan kembali lagi pada Isye. Batin Fian.
Hufft...
Fian memejamkan matanya, berusaha menetralisir hati dan otaknya.
Entah, jawaban apa yang akan aku berikan pada Aldi nanti.
\=\=\=
Mohon krisannya ya readers, masukan dari kalian sangat berarti. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments