Rangga menyandarkan tubuh atletisnya di samping gerbang sekolah Isye, Ia berencana akan memberi kejutan pada pacarnya.
Ia pulang dari kota gudeg tanpa memberitahu kedatangannya pada Isye.
Setelah hampir lima belas menit, Rangga melihat rombongan siswa-siswi yang keluar dari gedung sekolah. Ia mencari-cari sosok Isye.
Dilihatnya Isye dengan seorang cowok yang berjalan di sisinya. Mereka berdua terlihat asyik bercengkerama.
Hati Rangga berdesir, ada perasaan aneh yang menyusup hati ketika melihat mereka berdua.
Isye tak pernah seceria itu. Meski mereka.sudah hampir tiga tahun pacaran, Rangga tak pernah melihat Isye seceria itu. Sikap Isye di depannya selalu terlihat canggung.
"Isye..." Seru Rangga saat Isye terlihat keluar gerbang.
Isye menoleh ke asal suara, "Rangga..." desisnya.
Rangga beranjak mendekati Isye.
"Ayo, pulang." Seru Rangga.
"Al...Aku duluan, ya." Pamit Isye pada Aldi seraya membalikkan badan menyusul Rangga menuju mobilnya.
Aldi yang melihat Isye meninggalkannya begitu saja, terperangah heran.
Fian tak sengaja melihat kejadian barusan, Ia sengaja berjalan pelan di belakang Aldi dan Isye.
Fian merasa pernah bertemu sebelumnya dengan cowok yang baru saja menjemput Isye.
Tapi, di mana ya? Fian bertanya-tanya dalam hati.
"Fi..." Aldi memanggil sahabatnya yang berjalan sendirian.
"Sorry, tadi aku tinggalin." Aldi meminta maaf seraya menjejeri langkah Fian.
"Fi..." Yang ditanya tak segera menjawab.
Aldi tahu apa yang harus Ia lakukan agar sahabatnya itu menoleh dan mau Ia ajak bicara.
"Fi..." Sebuah tepukan mendarat di bahu kiri Fian.
"Aldi..." Pekik Fian, membuat beberapa pasang mata siswa lain menoleh.
Kali Ini Fian tak mau membalasnya. Ia lebih memilih diam.
"Tumben, diem aja." Aldi menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Fi, kalau aku salah, aku minta maaf." Aldi berkata dengan suara pelan.
Aldi merasa bingung dengan sikap Fian padanya.
Fian tak bergeming, Ia Segera mempercepat langkahnya.
Aldi yang melihat perubahan sikap Fian merasa menyesal. Entah apa yang harus Ia lakukan agar sahabatnya kembali lagi.
Aldi kembali melangkah gontai, pikirannya tertuju pada Isye yang tiba-tiba saja dijemput seorang cowok yang lumayan ganteng, atletis dan terlihat lebih dewasa darinya.
Siapa gerangan cowok itu? berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Aldi. Tapi, Ia tak mau berburuk sangka. Mungkin saja dia kakak atau saudara sepupunya.
Aldi tak langsung pulang, Ia duduk di halte bus yang sudah terlihat sepi.
Aldi tampak merenung.
\=\=\=\=\=
Senja mulai turun, kilau emasnya yang terlihat indah membuat Fian selalu tak ingin kehilangan moment ini.
Ditatapnya senja yang merayap turun. Ada rasa damai yang menyusup dalam hati.
Tiba-tiba terlintas sosok Aldi dalam benaknya.
Fian menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Sedikit lega rasanya.
Bayangan Aldi selalu saja mampu membuat dadanya terasa sesak.
Mungkin, inilah yang namanya cinta.
Perasaan yang baru Ia miliki saat bertemu dengan cowok yang bernama Aldi. Perasaan yang tak pernah Ia miliki sebelumnya pada cowok lain.
Namun kini, Ia harus mengesampingkan rasa yang Ia miliki.
###
Jujur, rasanya berat Diary.
Tulis Fian, malam itu.
Aku sadar, tak ada kelebihan yang bisa aku bandingkan dengan Isye, dia...cantik.
Sedang aku?
Aku mah apa atuh, Diary.
Cuma kamu Diary, yang mau menerima semua ungkapan perasaanku.
Saat aku sedih, berurai air mata, cuma kamu yang tahu, Diary.
Biarlah apa yang mungkin dinamakan cinta ini melayang jauh.
Aku ikhlas, Diary.
Aku ikhlas.
###
Fian menutup buku diary-nya dengan berurai air mata.
Fian bergegas ke kamar mandi dan mengambil air wudu.
Ia tumpahkan segala persoalan hanya kepada-NYA.
Bulir hangat kembali membasahi kedua pipinya.
Fian menyeka kedua pipinya dengan hati-hati. Dilipatnya mukena dan sajadah.
Ia rebahkan tubuh mungilnya di atas ranjang.
Mata Fian memandang kosong langit-langit kamar.
Ia sadar, tak baik menangisi cinta di usia yang seharusnya Ia manfaatkan sebaik mungkin untuk meraih cita-cita.
Fian berjanji dalam hati, Aldi akan tetap menjadi sahabatnya
Namun, pelan-pelan Ia akan menjauhi Aldi agar bisa melupakan segenap perasaan yang ada.
Fian butuh jarak dan waktu agar Ia melupakan Aldi dengan mudah.
Tapi, kalau setiap hari Ia harus bertemu, satu kelas dan bangku mereka pun berseberangan, bagaimana bisa Ia dengan mudah melupakan Aldi?
\=\=\=
Pagi itu Aldi mendapati Fian duduk di bangku paling depan. Aldi mengernyitkan dahi.
Bel berbunyi, saat Aldi hendak beranjak ke bangku Fian yang sedari tadi tak mengacuhkan kehadiran Aldi.
Aldi mendesah kesal.
pagi itu, sesampainya di kelas, Fian meminta Ari dan teman sebangkunya untuk bertukar bangku dengannya.
Tak melalui proses yang sulit, Ari langsung menyetujui permintaan Fian.
Lumayan, bisa mengurangi kedekatanku dengan Aldi. Bisik hati Fian.
Maafkan aku, Aldi. Bisik Fian dalam hati.
Aldi tak habis pikir dengan tingkah Fian yang seolah ingin jauh darinya.
"Fi..." Seru Aldi yang sedari tadi menunggu kesempatan untuk bicara dengan Fian.
Fian masih dengan sikap acuhnya, tak menghiraukan seruan Aldi. Ia malah berusaha mengajak Johan menuju Perpustakaan sekolah.
"Jo, temenin ke Perpus, yuks." Ajakku pada Johan, teman sekelasku. Dia pernah mengirim surat yang berisi ungkapan rasanya padaku, namun dengan baik-baik aku tolak.
"Eh...tapi-itu..." Tunjuk Johan ke arah Aldi yang memanggilku.
Johan selalu saja bersikap gugup saat bicara denganku.
"Biarin aja." Ujarku seraya melangkah menuju Perpustakaan sekolah. Kali ini kupilih jalan lewat dalam gedung sekolah agar terhindar dari Aldi yang bisa saja menyusulku.
Johan menjejeri lagkahku.
Aku tersenyum sekilas pada Johan. Ia membalas senyumku dan tertunduk malu.
Dasar imut, gumamku dalam hati.
Aldi menyugar rambutnya, rasanya tak ada lagi yang bisa Ia lakukan untuk membuat sahabatnya kembali.
Kini, Fian makin akrab dengan Johan. Fian tak lagi peduli dengan Aldi.
Fian ingin rasa sakit hati karena cintanya pada Aldi yang tak terungkap, bisa Ia lupakan.
Salah satunya jalan, ya menjauhi Aldi.
Tapi, Fian juga tak mau memanfaatkan kedekatannya dengan Johan. Ia tak mau menyakiti hati Johan.
"Jo...ehm...Aku mau kamu jadi sahabatku." Ujar Fian suatu hari.
Johan yang berharap kedekatannya dengan Fian bisa merubah level hubungan mereka dari sekedar teman, terperangah.
Johan menatap Fian.
Fian menganggukan kepalanya, " Gimana?"
"Eh...A-aku..." Johan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Tak apalah Ia kini jadi sahabat Fian, toh Ia bisa lebih dekat dengan gadis yang sudah lama jadi pujaan hatinya. Biarpun mereka hanya sekedar sahabat, seperti yang Fian inginkan.
Fian tak lagi sendiri saat pulang sekolah, Johan selalu setia menemaninya kemanapun Ia melangkah.
Terkadang, Fian merasa jengah dengan sikap Johan yang lebih mirip bodyguard dibandingkan sebagai sahabat.
Aldi semakin jauh, tak ada lagi kesempatan untuknya bicara dengan Fian.
Fian berusaha mengelak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
semangat up
2020-12-09
0
chika
kk chika mampir lagi nie bawa satu like yang tersisa
2020-11-17
1