I Hate You

Fian berlari di sepanjang koridor sekolah. Ia sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya yang kian tak terbendung.

Ia tak peduli dengan beberapa pasang mata siswa lain yang memperhatikannya.

Aldi merasa heran melihat perubahan sikap Fian.

Fian tak seperti sahabatnya yang dulu lagi. Fian berubah.

Aldi merasa ada yang mesti Ia pertanyakan tentang ini, pada Fian.

Sementara di toilet sekolah, Fian sedang berusaha menahan sesak di dada dan mencoba menahan bulir hangat yang sedari tadi menggenang di sudut matanya.

Bulir hangat meluncur deras pada akhirnya.

Fian segera mencuci mukanya.

Ia tarik napas yang dalam dan menghembuskanya kuat-kuat.

"I hate you, Aldi." Gumamnya lirih.

Hanya itu satu-satunya jalan agar ia lepas dari bayang-bayang Aldi, membencinya.

Saat hendak menuju bangku yang ada di belakang Perpustakaan sekolah, tempat di mana Ia biasa menghabiskan waktu saat istirahat sekolah dengan Aldi, sahabatnya, tak sengaja netranya menangkap sebuah pemandangan.

Aldi tampak duduk bersama Isye di tempat yang biasanya selalu jadi favorite bagi Aldi dan Fian.

Aldi tak menyadari kehadiran Fian, karena posisi tempat duduk yang menghadap ke belakang gedung psrpustakaan. Jalan pintas dari bangunan sekolah tempat di mana kelas mereka berada tepat menuju belakang gedung Perpustakaan.

Sekolah mereka terdiri dari 6 buah bangunan gedung, cukup luas.

Tangan Aldi bergerak ke arah belakang punggung Isye dan menempelkannya di sandaran bangku.

Dada Fian terasa sesak, rasanya Ia ingin mengatakan pada Aldi, kalau Ia yang berhak duduk di sebelahnya saat ini. Bukan Isye.

Karena rasa yang Ia miliki untuk Aldi benar-benar tulus.

Hampir satu tahun lamanya Ia dan Aldi bersama, menjalin kedekatan sebagai sahabat.

Selama waktu itu juga, beberapa kali Fian menemukan surat kaleng yang ada di laci mejanya dan juga surat yang dikirim melalui temannya dari beberapa cowok yang sekelas dengannya.

Tapi dengan baik-baik, Fian menolak perasaan mereka untuknya.

Fian hanya menganggap mereka sebagai teman, karena Ia sudah jatuh cinta pada Aldi, sahabatnya sendiri. Tapi tak ada satupun yang tahu isi hatinya.

Ia simpan rapat-rapat perasaannya pada Aldi, berharap suatu saat Aldi menyadari.

Aldi selalu penuh perhatian, itu yang Fian suka dari diri Aldi.

Aldi menahan.langkah Fian saat hendak beranjak usai pelajaran.

"Fi...kita harus bicara."

Aldi menatap lekat wajahku, membuatku melengos tak ingin melihat tatapan elangnya yang selalu membuatku gelisah.

Aldi duduk di bangku sebelahku, Irma sudah beranjak pulang. Masih terlihat beberapa teman sekelasku yang belum pulang, mereka menunggu jam ekskul karena rumah mereka cukup jauh dari sekolah.

"Fi..." Aldi menangkupkan kedua jari jemari tangannya di atas meja.

"Akhir-akhir ini kamu berusaha menghindariku, kenapa?" Aldi memiringkan kepalanya melihat ke arahku yang sedari tadi menunduk memainkan bolpoint di atas meja.

"Fi..." Panggil Aldi lagi.

Kali ini, panggilan Aldi memaksaku menoleh.

Ku tatap lekat.mata elangnya.

"Aku nggak mau kita terlalu dekat lagi. Aku nggak mau Isye salah paham." Kilahku seraya menggigit bibir bawahku.

Aldi menatapku lekat, kemudian Ia tersenyum.

"Fi-Fi..."

"Kalau cuma merasa nggak enak sama Isye, nggak usah harus jauhin aku, kali..." Ujar Aldi.

Kutinju bahu kiri Aldi.

"Sudah ah, aku lagi males ngomong sama kamu." Ujarku seraya beranjak pergi.

Aldi menatap kepergianku dengan tatapan heran.

Hari ini rasanya cukup melelahkan, ingin rasanya Fian cepat-cepat sampai ke rumah dan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.

Sesampainya di rumah, Fian langsung menuju kamarnya. Ibu yang melihat anaknya saat pulang sekolah dan langsung masuk ke kamarnya cuma bisa geleng-geleng kepala.

"Makan dulu, Fi."

"Nanti aja Bu..." Tolak Fian seraya menutup pintu kamar.

Dasar anak muda, gumam ibunya seraya tersenyum.

Di dalam kamar, Fian membenamkan tubuhnya di atas ranjang, sesekali Ia menyeka bulir bening yang jatuh menetes.

Aku harus bisa melupakanmu Aldi, gumamnya dalam hati.

Fian menyeka wajah untuk kesekian kalinya. It's enough...

Fian mengambil handuk dan melangkah ke kamar mandi. Saat membuka pintu kamar celingak-celinguk Ia mencari keberadaan ibunya, tak mau matanya yang sembab terlihat olehnya.

"Fi...duduk, Nak. Ayo makan." Ibu menyendokan nasi untuk Fian.

"Ayah kapan pulang, Bu?" Tanyaku sembari mengambil ayam goreng dan sambal kesukaanku.

"Minggu depan, masih ada kerjaan yang tak bisa ditinggal."

"Ibu nggak apa-apa sering ditinggal lama sama ayah, nggak kesepian?" Tanyaku sejurus kemudian.

"Mana bisa ibu kesepian, kan ada anak ibu yang cerewet."

Aku tertawa kecil mendengar canda Ibu.

"Aldi udah lama nggak pernah main, Fi?".

"Sibuk dia sekarang." Jawabku sekenanya, malas membahas tentang Aldi lebih lanjut.

Aldi menatap bintang di langit yang lumayan cerah malam ini.

Ada rasa yang menyusup ke dalam hatinya.

Rindu pada Isye sudah biasa karena nota bene pacarnya. Namun, Ia merasa ada sesuatu yang hilang saat tak lagi berbincang dan bercanda dengan Fian, sahabatnya yang cerewet dan lucu.

Arrghhh...Aldi menyugar.rambutnya

Seperti inikah rasanya jika berurusan dengan makhluk yang.bernama cewek?

Aldi menarik napas dalam-dalam. Ia tak ingin kehilangan cintanya. Di sisi lain, Ia juga tak mau kehilangan sahabatnya.

Fian juga tak kalah penting artinya buat Aldi.

Aldi merasakan hembusan angin malam yang kian menusuk tulangnya. Ia masuk dan menarik pintu yang menghubungkan teras di balkon dan kamar tidurnya.

Aldi membenamkan tubuhnya di kasur berharap esok akan ada jalan keluar dari masalah yang sedang Ia hadapi.

Fian, melangkah pelan menyusuri jalan pintas ke arah taman kompleks sebelah.

Sore ini, Fian tak menggunakan sepeda gunungnya. Ia memilih berjalan kaki sambil.menghirup udara sejuk di sore hari.

Saat melewati gerbang masuk taman, Fian sempat melihat Isye di halaman sebuah rumah.

Mungkin itu rumahnya, pikir Fian.

Fian berusaha mengingat nomor rumah Isye.

Mungkin saja suatu saat nanti ada gunanya. Fian tak melihat ada seseorang yang bersama Isye waktu Ia melihatnya beberapa minggu lagi di taman kompleks.

Isye terlihat sendiri duduk di teras rumahnya.

Fian melanjutkan lagi langkahnya menuju taman kompleks. Meski bukan hari minggu, taman terlihat ramai.

Dihirupnya udara taman yang ditumbuhi banyak pohon-pohon besar.

Fian istirahat sejenak di bangku taman, mengamati sekeliling. Penat dan lelah yang Ia rasa perlahan sirna.

"Ehm..." Suara deheman seseorang mengagetkannya.

Fian menatapnya untuk beberapa saat, Ia merasa tak kenal dengan cowok berpostur atletis dan lumayan ganteng. Tak kalah gantengnya sama Aldi, gumamnya dalam hati.

"Boleh Aku duduk di sini?" Tanya cowok itu lagi.

Fian melihat bangku yang didudukinya, "Ehm...silahkan-kosong, kok." Ujar Fian masih dengan sikap acuh.

Terpopuler

Comments

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

like dan jejak lagi kak

2020-12-09

0

chika

chika

sudah di like,dan tolong di follbck ya ka makasih

2020-11-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!