Bibir memang terkatup rapat, namun fikiran Arka jauh melanglang buana. Sementara kedua netranya menatap gadis manis nan imut yang juga tengah menatapnya tak kalah lekat.
Pria itu pun akhirnya menghela nafas dalam setelah berfikir cukup lama. "Baiklah. Aku setujui kedua syarat yang kau minta. Aku jamin tidak akan ada yang mengetahui pernikahan kita, selain penghulu dan para pelayan di rumah ini. Bahkan orang tuaku pun, tak akan mengetahuinya," jawab arka tegas tanpa keraguan sedikit pun.
"Tapi Arka, Ibu dan Ayah seharusnya mengetahui pernikahan ini. Bagaimana jika sewaktu-waktu me---
"Anastasya! Ini sudah menjadi keputusanku yang tak bisa digangu gugat." jawab arka penuh penekanan.
Anastasya tak mampu menyelesaikan ucapannya kala Arka lebih dulu memangkasnya.
"Maaf, aku sudah sangat lancang." Anastasya tertunduk dalam. Mengengam jemarinya sendiri yang tersembunyi di bawah meja.
"Tidak masalah, namun Zara," kini Arka berpindah menatap Zara kembali. "Akan lebih baik jika selepas menikah, kau berada di rumah ini terlebih dulu selama dua atau tiga hari kedepan. Bagaimana?"
Zara berpikir sejenak, memikirkan dampak baik dan buruknya. "Baik, saya menyetujuinya Tuan. Asalkan tidak lebih dari waktu yang baru saja Tuan katakan."
Mencapai kesepakatan, ketiganya menyudahi pembicaraan. Jika Anastasya dan Zara memilih kembali kekamar masing masing, sementara Arka menuju ruang kerjanya di mana Sam sudah menunggu di dalam ruangan tersebut.
"Sam bagaimana, apa sudah ada perkembangan dari beberapa rencana yang sudah kita susun." Arka duduk disebuah kursi putar, bertanya dengan pandangan tertuju pada tumpukan berkas di hadapannya dan tak menatap lawan bicaranya.
Sam yang duduk di kursi seberang menjawab, "Sudah Tuan. Setelah beberapa hari kami melakukan pendekatan pada kedua orang Tua Nona Zara secara diam-diam."
"Lalu," ucap Arka diliputi rasa penasaran.
"Mengingat orang tua Nona ialah petani yang hanya menanam beberapa sayuran di kebun belakang rumah dengan tanah yang tak terlalu luas, kami pun melakukan pendekatan sebelum akhirnya bisa membeli seluruh hasil panen dengan memberikah harga tiga kali lipat dari harga penjualan pada umumnya," papar Sam dengan suara lantang seperti biasa.
"Bagus, lakukan pendekatan dengan serapi mungkin hingga kedua orang tua Zara, tak menaruh curiga."
Sam mengangguk, "Pasti Tuan. Panen yang dihasilkan pun memiliki kualitas yang sangat baik, hingga mereka pun tak mempermasalahkan harga tinggi yang diberikan."
Arka tersenyum tipis, merasaa bangga dengan hasil kerja keras Sam yang selalu menuntut kesempurnaan dalam menyelesaikan semua tugas yang menyangkut Tuanya.
"Aku percayakan tentang orang tua Zara padamu." Arka menghela nafas dalam dan menyandarkan punggungnya di kursi putar dengan pandangan keatas. Menatap nanar langit-langit ruangan. "Sam, apa kau tau? Pernikahanku dan Zara akan dilangsungkan lusa. Sementara Zara tak menginginkan adanya pesta atau pun tamu undangan yang datang. Bahkan kedua orang tuanya pun sama sekali tak mengetahui ini semua, lalu bagaimana menurutmu?" Arka sengaja meminta sebuah saran dari Sam. Mengingat selama ini hanya pada Sam_lah dirinya kerap mengadukan segala keluh kesah dan masalah yang menjadi beban hidupnya.
Terdengar Sam menarik nafas dalam dan melepasnya perlahan. Sesungguhnya ini masalah yang cukup pelik jika dilihat dari sudut pandangnya.
"Usia Nona Zara masihlah sangat muda Tuan. Bahkan belum menginjak dua puluh tahun. Mungkin Nona cukup merasa tertekan dengan pernikahan ini. Selain Tuan dan Nona tak saling kenal sebelumnya, tentu status Tuan yang sudah memiliki istrilah yang menjadi beban terberat baginya."
Arka terdiam dan mengusap wajahnya yang tampak frustrasi.
"Saya tahu benar bagaimana posisi Nona Zara jika sewaktu-waktu pernikahannya terkuak di media masa dan khalayak ramai. Tentu kebanyakan orang akan memandang rendah dan mencemooh Nona Zara, sebagai seorang perempuan yang sudah tega merebut suami orang lain tanpa belas kasih." beber Sam tanpa berniat mengurangi atau pun menambahi praduganya.
Glek. Arka susah payah menelan salivanya. Darah yang mengalir disekujur tubuhnya seketika mendidih. Mengapa terdengar sesakit ini, terlebih lagi jika harus merasakannya. Jika semua benar-benar terjadi, mampukah gadis sekecil dan seringkih Zara mampu melaluinya.
Keduanya terdiam. Baik Arka atau pun Sam. Kini mereka terlarut dalam bayangan masing-masing.
******
Menunggu detik demi detik waktu menuju pernikahan dengan dada berdebar. Mungkin akan terasa menyenangkan jika dirasakan sepasang calon pengantin yang saling mencintai. Tersenyum malu-malu dengan wajar bersemu merah, hingga tak bisa tidur menunggu waktu itu segera datang.
Akan tetapi itu semua tak berlaku bagi Zara. Sepanjang malam memang dirinya tak nyeyak tidur, namun tak serta merta tengah terbayang akan sosok calon suaminya. Melainkan meratapi nasib kehidupannya kelak dan kedua orang tuanya.
Enggan bangkit dari tempat tidur nyamanya, Zara tampak berguling kekanan dan kiri. Entah apa yang gadis itu lakukan, hanya saja dengan seperti itu Zara bisa merasakan sedikit terhibur dan sejenak melepaskan bebannya.
Terdengar ketukan di pintu.
Sedikit malas gadis itu menyibak selimut yang melilit di tubuhnya dan bangkit. Melangkahkan kali sedikit gontai menuju arah pintu dan membukanya.
"Selamat pagi Nona," ucap dua orang pelayan ramah dengan beberapa perlengkapan mandi di tangannya.
"Pagi. Ada apa? Bukankah ini masih pagi dan belum waktunya sarapan?" tanya Zara polos dengan mengerjapkan netra lebarnya yang masih setengah terpejam.
"Kami berdua akan membantu Nona untuk membersihkan diri." Pelayan itu menatap satu pelayan lainya seolah minta persetujuan. Hingga pelayan itu pun mengangguk dan tersenyum lebar pada Zara.
"Apa? Membantuku membersihkan diri? Maksud kalian mandi?" tanya Zara kebingungan.
"Benar Nona," balas kedua pelayan itu membenarkan.
"Aku bisa mandi sendiri. Lagi pula, akan sangat memalukan jika aku saat aku mandi harus ada kalian di dalam," tolak Zara dengan bersungut-sungut.
"Tapi Nona, ini semua atas perintah Tuan dan Nona Anastasya yang tak bisa lawan."
Lagi-lagi aku hidup dalam aturan mereka.
"Baiklah. kalian boleh masuk." Zara membuka pintu kamarnya cukup lebar hingga kedua pelayan itu masuk lalu menguncinya kembali.
Sebelum membersihkan diri, kedua pelayan lebih dulu memberikan pijatan lembut dan nyaman diseluruh tubuh Zara, lalu mengaplikasikan berbagai macam lulur dan perawatan kulit hingga seluruh tubuh gadis itu pun tampak lebih bercahaya.
Di dalam bath tup berukuran luas pelayan mencampurkan beberapa tetes aroma terapi dan sabun dengan aroma mawar yang menyegarkan. Tubuh mungil Zara seolah dimanjakan dengan kepiawaian tangan-tangan ajaib kedua pelayan hingga membuatnya nyaris terlelap.
Tak sampai di situ, bahkan dari pakaian dan riasan yang menempel di tubuhnya pun sudah ditentukan. Diarinya hanya perlu diam dan menurut.
"Apa sudah selesai," ucap Zara sembari membekap mulutnya yang menguap. Sesungguhnya gadis itu teramat bosan.
"Sudah Nona," jawab kedua pelayan itu bersamaan.
"Baiklah, apa aku boleh keluar sekarang? Maksudnya, aku terlalu bosan berada di dalam kamar. Tak masalah bukan jika aku ingin menghirup udara segar di luar."
"Tentu saja Nona. Asalkan masih berada dalam lingkungan rumah."
Zara tersenyum senang, dengan kaki mungilnya ia mulai melangkah keluar kamar. Akan tetapi dahinya berkerut dalam saat tatapannya tertuju pada lantai dasar rumah megah Arka. Beberapa pelayan tampak sibuk. Merapikan ruangan dan menganti semua tirai.
Apakah akan ada perayaan di rumah ini?
Zara menuruni anak tangga yang menjadi penghubung dengan lantai dasar. Para pelayan yang berpapasan pun menundukan kepala. Dari ruangan yang berbeda terdengar suara perempuan, dengan lantang mengatur para pelayan lainnya.
Rasa penasaran memuncak, Zara berjalan untuk mendekat. Benar saja. Surti sang kepala pelayan tengah mengatur pelayan lain untuk mendesain sebuah ruangan luas yang entah digunakan untuk apa, namun satu yang pasti ruangan itu terlihat cantik dengan tambahan beberapa warna bunga mawar yang tertata apik.
Zara yang hanya mengintip di sudut ruangan sudah mendak berjalan menghampiri Surti yang tengah sibuk bekerja, namun tarikan lembut di lengan, mengurungkan niatnya.
"Zara." Suara lembut nan familiar itu menyapu pendengaran. "Apa kau menyukainya?" sambung Anastasya dengan netra berbinar.
"Aku menyukainya?" Zara menunjuk dirinya sendiri. "Apa maksud Nona?"
"Iya, apa kau menyukai dekorasi ruangan ini? Tempat yang akan digunakan untuk melangsungkan pernikahan kalian besok," jawab Anastasya sekali lagi untuk lebih meyakinkan gadis di depannya.
"Untuk pernikahan?"
"Iya, kau menyukainya bukan?"
Mengapa tak ada sedikit pun kesedihan di wajah anda Nona, atau anda sengaja menutupinya dariku?
"Nona." Zara menggengam erat kedua tangan Anastasya, hingga perempuan itu pun terkesiap. "Masih ada waktu untuk membatalkan pernikahan ini Nona."
"Zara, apa maksudmu?" Anastasya nampak tak menyukai ucapan Zara.
"Semua belum terlambat jika Nona tak menginginkan pernikahan ini terjadi."
Anastasya menarik kasar gengaman tangannya dari Zara. Tatapannya berkilat penuh kemurkaan pada gadis di depannya.
"Jadi kau benar-benar menginginkan aku mati, dari pada harus menjalani pernikahan ini?" Anastasya benar-benar murka.
"Bu-bukan begitu Nona, hanya saja---
"Hanya saja apa? Apa kau fikir aku menjadi pihak yang paling tersakiti disini?"
Zara mengangguk kuat diiringi buliran bening yang sudah menganak sungai dari sudut netranya.
Anastasya yang menyadari betapa gadis mungil itu tampak ketakutan, menurunkan nada bicaranya yang sempat meninggi. Kemudian mengusap lembut cairan bening yang membasahi kedua pipi gadis itu.
"Maafkan aku Zara. Hanya saja, semua prasangkamu itu tidaklah benar. Aku bukan pihak yang tersakiti di sini. Akan tetapi sebaliknya, justru akulah orang pertama yang menginginkan pernikahan ini terjadi. Jika kau bertanya apa alasannya, maka seperti yang pernah kukatakan sebelumnya padamu. Aku akan menceritakan semuanya, disaat waktu yang benar-benar sudah tepat."
Anastasya menarik tubuh Zara lembut dan mendekapnya hangat. Zara yang tak kuasa membendung lagi air matanya, kini tumpah ruahlah sudah. Bersama dengan semua impiannya yang semakin jauh untuk mampu ia kejar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
YK
apakah tasya sakit? HIV mungkin?
2022-11-09
0
Benazier Jasmine
q yakin ada sesuatu hal yg tasya sembunyikan dr zara, makanya nyuruh zara & arka cpt nikah
2022-10-12
0
Akhmad Hadziq
thor apa jangan"tasya ngk bs hamil
2021-04-15
0