Keduanya terlempar cukup jauh. Jika sang perempuan berpakaian serba hitam itu terjatuh dengan posisi tubuh pas, namun tidak dengan zara. Kening dan kedua tangannya tampak tergores trotoar hingga mengeluarkan cairan berwarna merah dan menyisakan rasa pedih pada lukanya.
Perempuan asing itu terbelalak, dan berusaha mengumpulkan kesadarannya kembali. Lantas bangun dari posisinya dan menghampiri tubuh Zara yang ambruk dengan beberapa luka.
"Ma-maafkan aku, kau harus terluka karna diriku," ucap sang perempuan perparas cantik dengan kedua netra tampak sembab itu.
"Tidak apa Nona, saya baik-baik saja," balas Zara, seraya mengigit bibir bawahnya menahan sakit.
"Apanya yang baik-baik saja, kau jelas-jelas terluka dan banyak mengeluarkan darah! Perempuan itu pun memapah tubuh Zara dan membawanya kesebuah kursi yang sempat diduduki oleh Zara sebelumnya. "Tunggu sebentar. Akan kuambilkan obat untukmu." Tanpa meminta persetujuan dari Zara, perempuan bersurai panjang yang dibiarkan tergerai begitu saja itu berlari kearah sebuah mobil mewah dan memasukinya. Tak berapa lama, ia terlihat membawa kotak berwarna putih dengan ukuran sedikit besar, kembali menghampiri Zara.
Dengan cekatan perempuan cantik itu membuka kotak miliknya, yang baru Zara sadari jika itu merupakan kotak obat dengan beberapa salep dan botol pembersih luka. "Tahan sebentar, ini mungkin akan terasa sedikit pedih."
Zara tak mampu menutupi rasa pedih dari cairan pembersih luka yang menyapu dibagian kulitnya yang terkelupas. Dan itu pun tak luput dari padangan perempuan asing di depannya.
"Maafkan aku. Sekali lagi aku meminta maaf padamu. Jika kau tak berusaha menolongku, kau tak akan mungkin terluka hingga seperti ini." Berjuta penyesalan tergurat jelas diwajah cantiknya. "Perkenalkan, aku Anastasya. Siapa namu, kau tampak sangat manis layaknya malaikat tak bersayap," ujar perempuan bernama Anastasya itu, dengan menatap lekat wajah Zara. Sementara kedua tanganya, masih tampak mengobati beberapa bagian tubuh Zara yang terluka.
"Saya Azzara Nona. Cukup panggil saya Zara," jawa Zara dengan senyum mengembang di sudut bibirnya, hingga menampakkan dua lesung pipi yang kian membuatnya semakin manis, walau tanpa polesan Make up.
Anastasya sejenak menghentikan aktifitas kedua tangannya. Tubuhnya seakan terhipnotis pada gadis mungil yang berada di depannya ini. Dari paras, tutur kata, hingga perbuatan, membuatnya kian tertarik untuk mengenal gadis ini lebih dekat.
"Jangan pangil aku Nona, aku hanya orang biasa." Anastasya tergelak samar, sebelum menyambung kembali kalimatnya. " Panggil Kak Tasya saja. Itu terdengar lebih baik, dan sepertinya usiamu lebih muda dariku?"
Zara tersenyum manis, semanis madu. Memang benar adanya, Anastasya terlihat lebih dewasa dari pada Zara. Zara yang masih terlihat imut dan manis mengingat usianya yang masih belasan tahun. Sementara Anastasya, meskipun kecantikannya di atas rata-rata, akan tetapi tergambar jelas jika usianya cukup jauh di atas Zara.
Cukup lama keduanya terhanyut dalam perbincangan hangat, layaknya seorang sahabat yang sudah saling mengenal satu sama lain. Hingga tanpa sadar, siang mulai berganti senja dan memaksa mereka untuk kembali pada dunianya masing-masing.
"Zara, apa kau membawa kendara atau sejenisnya?" Tasya mengamati tempat di sekelilingnya. Namun tak mendapati kendaraan apa pun yang terparkir disana.
Zara tersenyum getir, berusaha menutupi kesedihannya. "Aku hanya mengunakan jasa angkot untuk pergi kemana pun Ka, tidak ada kendaraan apa pun yang kumiliki."
Pandangan Tasya melembut, dan meraih jemari mungil gadis di depannya. " Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?" Tawar Tasya.
"Ti-tidak usah Ka." Zara menjawab cepat. "Itu akan sangat merepotkan Kak Tasya."
"Kau mengada-ada. Aku sama sekali tak keberatan." Anastasya menarik kedua tangan Zara dan memaksanya memasuki mobil mewah milik perempuan yang baru saja dikenalnya.
*******
"Kau yakin, ingin turun disini saja?" Tasya berucap saat mobil yang mereka tumpangi menepi di depan jalan masuk gang sempit, atas permintaan Zara.
Zara menganguk. "Iya Kak, cukup di sini saja. Lagi pula, jalan masuk pun sangat sempit dan tak dapat dilalui mobil."
Tasya menghela nafas dalam, niat hati ingin menyambangi kediaman Zara dan mengenalnya lebih dekat, pupus sudah. Namun kedua netranya tampak berbinar kala menemukan sebuah ide yang terbesit di benaknya. "Aku akan mengantarmu dengan berjalan kaki."
"Jangan Ka!" Jawab Zara spontan. "Perjalan yang ditempuh cukup jauh, Kak tasya pasti akan kelelahan," tolak gadis dengan surai diikat kuda itu dengan nada bicara sedikit tinggi karna terkejut.
Lagi-lagi, Tasya menghela nafas dalam. Mungkin ini bukan waktu yang tepat baginya untuk bisa melihat kehidupan gadis itu lebih dekat. "Baiklah, kalau itu kemauanmu gadis manis. Semoga kita bisa bertemu dilain waktu."
Keduanya tersenyum hangat dan saling melambaikan tangan, sebelum mobil yang dikemudikan Anastasya mulai meninggalkan Zara yang masih terpaku hingga mobil menghilang di kejauhan.
Dengan langkah gontai, Zara menyusuri jalanan lembab menuju arah kontrakannya. Fikir gadis bernetra sayu itu menerawang jauh. Sesuai permintaan Murti, sang pemilik kontrakan. Jika dirinya benar-benar tak mampu untuk membayar sewa rumah, maka mau tak mau dirinya harus meninggalkan tempat itu dan hidup dijalanan.
"Sudah datang kau rupanya." Suara cempreng wanita paruh baya yang sudah tak asing di telinga Zara bergema. Gadis mungil itu mendongakkan wajah yang sempat tertunduk, kearah objek suara.
"Mana uang yang sudah kau janjikan," ucap Murti sembari berkacang pinggang dengan angkuhnya. Berdiri tepat di depan pintu kontrakan dengan tatapan menghujam kearah gadis yang tampak pucat pasi itu.
Zara sudah mampu menerka, jika inilah yang akan terjadi pada hidupnya. Pasrah, mungkin hanya itulah satu-satunya cara yang mampu ia lakukan kini.
"Maaf Bi, hari ini saya masih belum mendapatkan pekerjaan dan ---
"Sudah kuduga!" Murti merasa geram, bergerak membuka pintu dengan kunci cadangan dan mendorongnya kuat. "Kemasi barang-barangmu dan menghilanglah dari kontrakanku ini. Aku tak sudi menampung gelandangan yang tak tau diri sepertimu."
Zara terdiam, menatap nanar pandangan di depannya. Sungguh luar biasa. Layaknya peramal profesional, Murti bahkan sudah mengemasi semua barang milik Zara dan mengemasnya kedalam kardus besar.
"Ambil ini dan pergilah!" Tanpa ragu, wanita paruh baya itu melemparkan kardus berisi pakaian itu kehadapan Zara, hingga sebagian tampak terhempas mengenaskan ditanah lembab.
Dengan bercucuran air mata, gadis yang hidup sebatang kara di kota itu, memungut satu persatu pakaian yang berjatuhan.
"Cepat pergi atau aku akan menyeretmu." Seakan belum cukup meluapkam seluruh emosinya, murti mendekati Zara dan menarik paksa kedua tangannya agar lekas meningalkan kontrakan miliknya.
"Saya mohon Bi, beri waktu sebentar saja untuk merapikan pakaian ini. Dan setelahnya, saya akan segera pergi dari tempat ini," ucap Zara setengah memohon.
"Aku tak perduli, cepat pergi dari sini! Aku tak sudi melihat wajahmu lagi."
"Ada apa ini!"
Suara seorang perempuan mengejutkan Murti dan Zara, hingga keduanya seketika mengeser pandang kearah sumber suara.
Ka Anastasya? Kenapa dia bisa sampai ketempat ini?
Alangkah terkejutnya Zara, kala mendapati Anastasyalah yang tengah berdiri di depannya.
"Tidak sepantasnya kau melakukan hal tidak terpuji seperti ini Nyonya." Anastasnya menatap lekat kedua netra perempuan paruh baya itu penuh ancaman.
Murti tergelak kencang, dengan kedua tangan di pinggang. "Apa perdulimu, aku bahkan tak mengenal siapa dirimu."
Anastasya menyerigai sinis. Bersedekap dada seolah menantang. "Nyonya tak perlu tau siapa saya, hanya saja pantaskah anda melakukan hal semacam ini pada anak gadis yang tak berdaya?"
"Jangan sok pintar gadis muda. Kau bahkan tak tau duduk permasalahanya," jawab murti tak mau kalah.
"Anda salah besar Nyonya. Aku bahkan sudah sudah mendengar ocehan dan makianmu sedari tadi." Anastasya merogoh setumpuk uang dari dalam tas dan melemparkanya tepat diwajah Murti hingga lembaran kertas berwarna merah itu mengenai wajah dan terjatuh mengenaskan ditanah. "Anggap saja semuanya impas."
Anastasya lekas memapah tubuh Zara yang lunglai bersimpuh ditanah. "Tinggalkan semua pakaianmu. Kita akan menggantinya dengan yang baru."
Zara tak menolak. Meski seluruh tubuhnya terasa lemah, namun segala kebaikan Anastasya membuatnya berusaha untuk mampu berdiri tegak dan berjalan. Keduanya bahkan tak lagi menghiraukan segala caci maki dan sumpah serapah dari Murti yang ditujukan untuk mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-11-23
0
esti wulandari
semangat membacanya thor bahasa dan critanya bagus banget
2021-04-08
1
☠ᵏᵋᶜᶟoffdll⍣⃝𝑴𝒓🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ𝕸y💞
cerita nya seru banget
2021-04-08
1