Selalu ada hikam, di balik setiap kejadian. Mungkin itulah yang kini tengah dirasakan Azzara. Duduk di tepi ranjang berukuran king size, gadis dengan balutan piyama satin itu menatap nanar lemari pakaian yang terbuka lebar di depannya. Begitu banyak gaun dan berbagai model pakaian yang dipilih Anastasya, hingga lemari kaca empat pintu itu penuh sesak.
Azzara menghela nafas dalam. Entah ia harus merasa senang, atau pun sebaliknya. Pertemuan tak terduganya dengan perempuan sebaik Anastasya, secepat kilat mampu merubah kehidupannya.
Ragu untuk terlalu dini menyimpulkan tetang siapa sosok Anastasya sebenarnya. Namun selama beberapa jam menghabiskan waktu bersama, tak ada kebohongan atau pun sesuatu terselubung yang terpacar dari sorot kedua netra perempuan cantik nan elegan itu.
Azzara hanya mampu berpasrah menanti haru esok. Dikamar ini ia hanya seorang diri, sepi datang menyergap meskipun beberapa penjaga tampak bersiaga di beberapa sudut toko bunga. Sementra Anastasya, selepas menunjukan letak kamar dan beberapa ruangan pada Zara, perempuan itu memilih untuk kembali kekediaman pribadinya.
Merasa cukup lelah dan didera rasa kantuk yang luar biasa, Zara merebahkan tubuh mungilnya di atas ranjang nan empuk. Sebelum kedua netranya tertutup rapat, sekelebat bayangan kedua orang tuanyanya datang menyapa. Senyum simpul nampak terulas di sudut bibir mungilnya. Disela sisa kesadaranya ia sempat berucap, "Aku akan kembali setelah benar-benar sukses Ayah, Ibu, doakan aku." Hingga kedua netranya tampak terkatup rapat.
*****
Fajar menyapa, di luar masih tampak gelap saat gadis mungil berbalut piyama satin itu menggeliat pelan di bawah selimut tebalnya. Menggerjap beberapa kali, sebelum netranya terbuka lebar. Mereganggkan otot tubuh yang kaku, dan lekas bangkit dari ranjang.
"Ini masih cukup pagi," gumam Zara seorang diri. Gadis itu pun bergerak cepat menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Lima belas menit berlalu, gadis yang tampak segar dan rambut masih basah itu keluar dan mendekati lemari pakaian. Memilih satu diantara beberapa yang menurutnya paling pas.
Menatap pantulan tubuhnya dicermin, gadis bertubuh mungil itu terperanggah. Penampilannya kini terlihat lebih cantik, meskipun tanpa polesan make up. Pakaian yang gunakan pun nampak pas ditubuh mungilnya. Zara masih mengingat, berapa banyak uang yang Anastasya keluarkan untuk membeli semua pakaiaanya, dan itu semua tidaklah murah.
Sudah terlihat rapi, ia pun turun kelantai dasar. Meski Anastasya belum menjelaskan secara rinci tentang apa saja pekerjaanya, namun ia berinisiatif untuk membersihkan dan merapikan ruangan beserta bunga-bunga yang terlihat berserakan, dan membuka seluruh tirai.
Mengedarkan pandangan keseluruh ruangan, Zara tersenyum senang. Aroma bunga-bunga asli terasa segar menyapa indra penciumannya. Bunga-bunga itu tampak segar dengan berbagai warna cantik yang mampu memanjakan siapa saja yang menatapnya.
Ketukan pintu menyadarkannya. Tampak seorang penjaga keaman berdiri di balik pintu kaca. Gadis itu mendekat, dan membuka pintu perlahan.
"Maaf Mba, seorang kurir utusan Nona Anastasya mengantarkan beberapa bahan makanan untuk anda." Pria paruh baya itu menunjukan dua kantong berukuran besar di tangannya.
"Terimakasih banyak Pak," jawab Zara ramah.
Ketika hendak meraih dua kantong yang di bawa sang penjagga, pria paruh baya itu menolakknya.
"Tidak usah Mba, biar saya saja. Ini berat," tolak pria paruh baya itu. "Perkenalkan, saya Ramli. Mba bisa pangil saya Pak Ramli."
Gadis di hadapannya tersenyum simpul, "Nama saya Azzara Pak. Bapak bisa panggil saya Zara. Biar lebih akrab."
Ramli menganguk, gadis itu terlihat sangat lembut, batinnya. "Apa Mba Zara sudah makan?"
Gadis itu menggeleng.
Ramli faham, "Mari ikut saya Mba." Ia melangkahkan kakinya menuju lantai dua. Tanpa Zara sadari, di lantai dua terdapat dapur beserta meja makan dengan ukuran cukup luas. "Nah, Mba Zara bisa masak di tempat ini. Mungkin Nona tidak sempat menunjukannya semalam."
Zara menganguk, "Terimakasih banyak pak Ramli."
Tanpa diduga, Ramli membuka kantong berisi belanjaan itu dan memindahkannya di dalam kulkas yang masih kosong.
"Biar saya saja Pak." Zara merasa tak nyaman, sebab hal itu bukanlah tugas dari Pak Ramli.
"Tak apa Mba, ini sudah menjadi tugas saya."
Enggan berdebat, Zara memilih untuk membiarkan Ramli. Namun ia pun tak tinggal diam dan ikut membantu pria paruh baya itu.
*******
Selama berbincang dengan Ramli beberapa waktu lalu. Pria paruh baya itu sedikit bercerita tentang toko bunga milik majikannya dan beberapa orang yang bekerja di dalamnya. Sesuai dengan ucapan Ramli, saat waktu menunjukan pukul 09:00, satu persatu karyawan mulai berdatangan.
Awalnya Zara ragu untuk menyapa lebih dulu, takut jika dirinya hanya akan di pandang sebelah mata oleh mereka. Namun dugaanya salah, kelima karyawan perempuan itu justru terlebih dulu mendenkati Zara dan menyapanya ramah. Bahkan gadis itu tampak terbelalak, kala kelimanya sudah tau siapa namanya.
Disitu ia merasa lega dan luar biasa bahagia. Bisa diterima ditempat baru yang masih asing baginya. Mereka pun dengan telaten memberi pengarahan cara kerja dan jenis-jenis bunga yang tersedia ditoko. Merasa masih cukup minim ilmu, Zara hanya bisa memperhatikan sembari belajar dari karyawan yang sudah cukup ahli merangkai bunga.
Gelak tawa samar terdengar diruangan yang dipenuhi aroma bunga itu. Meski tangan mereka bekerja, namun sesekali mereka tampak melempar canda. Hingga ruangan itu tampak hidup, disela kesibukan.
Pintu kaca terbuka lebar, diiringi langkah sepatu hak yang berbentur dengan laintai. Semua pandangan tertuju pada sesosok wanita bertubuh aduhai, yang berjalan santai memasuki ruangan.
"Selamat pagi semua, maaf aku terlambat," sapa Anastasya yang terlihat cantik dengan balutan dres motif bunga selutut.
"Selamat pagi Nona," balas para karyawan kompak.
"Semoga hari kalian menyenangkan." Diselingi senyum simpul di sudut bibirnya, Anastasya terlihat sangat senang pagi ini. Wajahnya pun tampak berbinar.
Mengedarkan pandangan, tatapannya terhenti pada sosok yang dicari. Anastasya tersenyum lebar, kearah gadis yang tengah berdiri di sudut ruangan. Lalu ia pun mendekat.
"Zara."
"Ia Nona," jawab Zara lirih.
Anastasya menautkan kedua alisnya bingung. "Kenapa Nona, pangil aku Kak Tasya agar lebih akrab. Bukankah kita sudah sepakat?"
Zara menggeleng samar. Ini tidaklah benar. Penglihatannya sudah menjawab semua, bagaimana kedudukan yang dimiliki perempuan di depannya ini.
"Tidak Nona. Dari semua yang sudah saya lihat, dan seperti dugaan saya. Ternyata benar, jika Nona bukanlah orang sembarangan," ucap Zara dengan netra berkaca-kaca.
Glek
Anastasya menelan ludahnya kasar. Bukan maksud diri untuk menutupi indentitas. Hanya saja, dirinya takut jika Zara tiba-tiba menjauh dan merasa rendah diri jika tau siapa dirinya yang sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Akhmad Hadziq
lanjut thor,,msh penisirinn
2021-04-15
0
Yulia Novita
thor tadi anastasya keliar dari pemakaman tampaik sedih dan tdk memperhatikan jalanan sampai ada mabil yg mau menabrak tapi setelah bertemu zara, anastasya sepertinya hepi² aja....memangnya ada apa dia kepemakaman thor?
2021-04-08
0
Bintang mehong
baru pemula 😁 jangan lupa mampir sebentar 🙏 MERMAID LOVE (SWEETNESS OF LOVE)
2021-04-08
0