Pekatnya langit malam dan kilatan petir menyambar, mengiringi langkah kecil gadis mungil yang berjalan tertatih menyusuri jalanan kota yang masih asing baginya. Buliran bening di sudut netra perlahan mengalir, seiring rintik hujan yang turun membasahi bumi.
Hujan yang kian turun dengan derasnya, memaksa sang gadis untuk lekas mencari tempat berteduh. Menyisir pandangan kesekeliling, hanya ada bangunan ruko tak terpakai yang berada disepanjang jalan.
Tak apalah, setidaknya aku masih menemukan tempat untuk berlindung.
Zara melangkahkan kaki menuju teras gedung yang tampak kotor dan berdebu. Tak ada kardus atau barang apa pun yang bisa ia gunakan sebagai alas. Hawa dingin menembus kulit hingga ketulang, pakaian yang ia gunakan pun basah kuyup di terpa air hujan.
Menyesal. Mungkin satu kata paling tepat sebagai gambar perasaan Zara saat ini. Apa yang mampu ia lakukan, selepas kejadian ini. Kembali kekampung pun, serasa tak mungkin. Bisa dipastikan jika kedua orang tuanya akan mencecarnya dengan banyak bertanyaan, atas kepulangannya yang terlalu cepat.
Menyandarkan punggung di dinding luar ruko, gadis dengan surai acak-acakan dan basah itu coba melepaskan sejenak beban di pundaknya. Menghela nafas berat beberapa kali, buliran bening yang masih tersisa disudut netra, kian membuat sepasang kelopak mata itu terasa berat, hendak terpejam. Seiring dinginnya cuaca dan malam yang semakin larut, Zara menguap lebar melawan rasa kantuk yang nyaris tak mampu ia tahan.
Beberapa menit berlalu, Zara benar-benar tertidur dengan pulasnya. Rasa lelah yang menyiksa tubuh, membuatnya tak kuasa menahan kantuk. Berbantalkan tas pakaian miliknya, membuat gadis cantik itu kian terbuai semakin dalam menuju alam mimpi, tanpa sadar akan keberadaanya kini.
*******
Seorang gadis yang tengah terlelap, perlahan mulai menggerakan tubuh dan membuka netranya, kala merasakan adanya guncangan disalah satu sisi bahunya. Tak sadar akan dimana keberadaannya, kedua netra yang sempat sedikit terbuka itu justru terkatup rapat kembali. Seolah rasa kantuknya belum benar-benar sirna. Tak patah arang, seorang wanita paruh baya itu mengguncang bahu Zara cukup keras, hingga sang gadis terperanjat dengan netra membulat sempurna seketika.
"Tidak!! Zara yang terkesiap pun, tanpa sadar mengucap kata dengan suara cukup keras hingga seseorang yang berniat membangunkannya terkejut dan mundur beberapa langkah.
"Maaf Nak, bukan maksud Bibi mengejutkanmu. Hanya saja, beberapa orang sedari tadi nampak memperhatikanmu." Wanita paruh baya yang berbalut pakaian pelayan berwarna biru tua itu menunjuk kearah dimana beberapa pasang mata tengah menatapnya penuh tanda tanya. Sementara beberapa orang diantara saling berbisik, dan mencibir.
Zara menghela nafas dalam, sembari mengumpulkan kesadaran sepenuhnya. Lelah dan kantuk masih tersisa, namun tatapan sinis beberapa orang, mau tak mau memaksanya untuk pergi dari tempat itu secepatnya.
"Terimakasih sebelumnya Bi. Maaf, semalam saya tak menemukan penginapan hingga menumpang tidur ditempat ini."
Bibi paruh baya itu tersenyum hangat, dan membawa Zara untuk duduk dikursi yang tak jauh dari mereka. "Apa kau berasal, bukan dari kota ini?"
Zara menganguk samar. Kedua netra beningnya, mulai berkaca-kaca. "Iya Bi. Saya hanya pendatang dikota ini," ucapnya lirih.
"Siapa namamu? Dan bersama siapa, kau bisa sampai kekota sebesar ini?" Wanita paruh baya dengan surai tertata rapi itu, memindah penampilan gadis lawan bicaranya, dari puncak kepala hingga kaki. Sepertinya, dia gadis yang baik. Jika di nilai dari penampilannya.
"Bersama teman Bi. Hanya saja, dia sudah pergi meninggalkan saya," Zara memilih untuk berbohong. Menceritakan yang sesungguhnya pun, tak akan merubah keadaan jika dirinya tetap akan menjadi gelandangan diibu kota.
"Siapa namu Nak?" Tanya Bibi bertubuh tambun itu ramah.
"Zara Bi. Apa Bibi bisa menunjukan padaku, dimana ada penginapan ataupun kontrakan, dengan harga cukup murah?"
Bibi itu terdiam, namun terlihat jika ia tengah berfikir. Tak berapa lama, senyum di bibirnya tersungging. "Bibi tau. Ayo iku aku," menarik lembut tangan Zara. Sementara satu tangannya lagi meraih tas berisi pakaian milik Zara dan membawanya.
Langkah mereka terhenti tepat dipintu sedan berwarna hitam, yang terparkir rapi dihalam terbuka. Seseorang yang di yakini Zara iala seorang sopir, tampak keluar dari pintu depan dan berjalan menghampiri dua orang perempuan tersebut.
"Antarkan kami kesesuatu tempat," ucap Sang Bibi pada pria berpakaian serba hitam itu.
Tanpa menjawab, namun pria itu menunduk ramah dan membukakan pintu mobil. Pintu pun tertutup dengan hati-hati, selepas kedua wanita berbeda usia itu menduduki kursi penumpang.
******
Kawasanan yang sedikit kumuh, disertai jalanan yang becek jika turun hujan, menjadi tempat tinggal bagi Zara kini. Kontrakan inilah yang memiliki harga dibawah rata-rata, diantara beberapa kontrakan yang Zara dan sang Bibi singgahi.
Zara menghela nafas dalam, mengingat hanya 1 tas miliknya yang tak sempat terbawa pada tragedi malam lalu. Justru didalam tas yang tertinggal itulah, letak berkas-berkas penting, jika dirinya berniat mencari pekerjaan kelak.
"Ada apa Nak, apa kau tengah mencari sesuatu?" Wanita paruh baya itu memperhatikan wajah Zara yang tampak kebingungan. Keduanya tengah meluruskan kaki, sepepas menempuh perjalan jauh, demi mendapatkan kontrakan yang pas menurut mereka, dengan berjalan kaki.
Zara tersenyum lembut, "Tidak Bi. Zara senang, bisa mendapatkan tempat berteduh dikota ini. Meskipun seperti inilah keadaannya, namun Zara tetap bersyukur."
"Baiklah. Mengingat hari sudah beranjak siang, sebaiknya Bibi minta izin pamit. Bibi masih banyak pekerjaan, yang harus diselesaikan." Wanita paruh baya itu pun bangkit dari posisi duduknya. "Berhati-hatilah hidup dikota sebesar ini. Banyak sekali godaan, yang kapan saja bisa mendatangi."
Gadis bernetra sayu itu pun tersadar, dengan keberadaanya yang hanya seorang diri, sudah sangat menyulitkannya. Belum lagi tentang rencana hidup, yang sama sekali belum tersusun olehnya dikota ini. "Terimakasih atas semua bantuan yang Bibi berikan. Entah apa jadinya saya, jika tak di pertemukan dengan orang sebaik Bibi." Zara membelai lembut kedua lengan wanita paruh baya yang sudah hendak meninggalkan kontrakannya.
Sang Bibi tergelak pelan, dan menatap lembut gadis didepannya. "Bibi hanyalah perantara, yang mungkin sengaja tuhan kirim untuk membantumu. Hiduplah dengan baik."
"Baik." Zara menatap tubuh tambuh itu yang melangkah, menjauhinya. Kala tubuh Wanita paruh baya itu benar-benar menghilang, barulah ia tersadar," Ya tuhan!. Aku sampai lupa menanyakan Nama dan alamat, dimana bibi itu tinggal.
Zara memukul pelan dahinya beberapa kali, merutuki kebodohannya sendiri, yang tanpa sadar melupakan satu hal yang baginya teramat penting
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trusvsukses
2022-11-23
0
Astirai
aku nyimak ya thor....
ikuti jg bukalah hatimu untukku
2021-04-11
0
elvi nopricha
ciri khas u thor ,,netra akuh syuka lain dr author lain
2021-03-22
3