Sembari menggengam kemudi, Anastasya melirik gadis manis yang hanya duduk terdiam di kursi sampingnya. Mereka berada di dalam mobil yang sama, namun larut akan fikiran masing-masing.
Anastasya menghela nafas lega, kala datang diwaktu yang tepat. Sebenarnya dia sudah melajukan mobilnya cukup jauh, namun teringat jika dirinya belum memberikan apa pun pada Zara sebagai bentuk ucapan terimakasih. Dengan berbekal tekat yang kuat, Anastasya menyusuri jalanan lembab dan becek, hingga tak berapa lama menemukan keberadaan gadis itu yang masih berada di halaman kontrakan.
Anastasya tersenyum ceria kala mampu menemukan keberadaan gadis yang dicarinya. Beberapa detik kemudian senyumnya memudar dan berubah geram saat perempuan paruh baya dengan sengaja melemparkan kardus berisi pakaian tepat dihadapan gadis mungil itu.
Entah apa yang mereka perdebatkan, namun dari kejauhan Anastasya mampu menangkap ucapan dari sang pemilik kontrakan jika biaya sewalah yang menjadi akar permasalahan.
Meski Zara bersalah, namun sikap sang pemilik kontrakan terkesan berlebihan bagi Anastasya. Dengan mengepalkan kedua tangan, perempuan elegan itu menghampiri mereka dan melemparkan uang kewajah Bibi pemilik kontrakan. Itu dirasanya cukup untuk membalas semua penghinaan yang didapat Zara.
"Harusnya kau berbicara jujur saja padaku," ucap Anastasya setelah keduanya terhanyut dalam diam.
Zara menghela nafas dalam, dan mengeser pandang kearah perempuan cantik di samping kanannya. "Untuk apa Kak, aku sudah banyak merepotkan orang lain. Dan Kak Tasya pun harus terkena imbas dengan membayar semua biaya sewa tempat tinggalku."
Keduanya terdiam.
"Aku hanya melakukan tugasku saja."
Zara menggigit bibir bawahnya kelu, buliran bening sudah sedari tadi mengalir dikedua sudut netranya. "Tugas apa? Kak Tasya bahkan harus merelakan begitu banyak uang untukku. Dan itu semua salahku," pekik Zara.
Anastasya merasa sedikit jengah hingga menepikan mobil yang dikendarainya dan mematikan mesin. "Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri Zara," ucap Anastasya penuh penekanan. Aku hanya ingin berusaha membantumu."
"Tapi ini berlebihan Kak."
"Tapi bagiku tidak. Pengorbananmu bahkan lebih besar dari pada apa yang sudah aku
lakukan. Kau sudah menyelamatkan nyawaku, apa itu masih tak berharga bagimu."
Zara menunduk dalam, tak mampu membalas tatapan lekat Anastasya yang serasa menghujam. "Aku hanyalah perantara," balas gadis beetubuh mungil itu lirih.
"Zara, tatap mataku." Anastasya mencengkeram lembut kedua bahu Zara dan meminta pada gadis itu untuk membalas tatapannya. "Kau mungkin hanyalah perantara yang dikirimkan tuhan untukku, atau bahkan beberapa orang lain juga melihatku hampir tertabrak mobil itu, sama sepertimu. Tapi apa? Hanya kau yang dengan kenekatanmu itu, hampir saja mengorbankan nyawamu, demi diriku. Sementara orang lain," Anastasya mengeleng samar. "Mereka hanya menonton, atau bahkan memaki kecerobohanku."
Dua wanita berbeda usia itu saling beradu pandang. Menyelami arti tatapan satu sama lain.
"Setelah ini, kau jangan banyak bertanya lagi. Aku akan membawamu kesesuatu tempat," enggan mendengar penolakan, Anastasya menjalankan kembali kuda besinya memecah kehidupan malam ibukota yang penuh dengan gemerlapnya dunia dan seisinya.
******
"Kita akan kemana Ka?" Zara tak mampu menutupi rasa keingin tahuannya. Pasalnya, kini Anastasya memarkirkan mobilnya kesebuah bangunan berlantai tiga, dengan manekin berjajar rapi sebagai model pakaian.
"Seperti janjiku untuk mengganti semua pakaianmu," jawab Anastasya santai, sementara satu tangannya bergerak membuka pintu mobil.
Selepas kembali menutup pintu mobil, perempuan tinggi semampai itu sempat menoleh kearah pintu sebelah kiri, yang mana masih tetap tak bergerak. Memarik nafas dalam, Anastasya mengetuk kaca depan mobil beberapa kali sebagai isyarat agar gadis di dalamnya lekas keluar.
Usahanya tak sia-sia. Diketukan yang ketiga, pintu mobil nampak bergerak dan gadis cantik bertubuh mungil itu keluar dari dalamnya.
Mengedarkan pandangan keseluruh penjuru, gadis bersurai hitam legam sebahu itu berdecak kagum, mendapati jajaran toko pakaian bermerek terpampang nyata di hadapannya.
Sadar akan kekaguman yang ditunjukan oleh Zara, membuat Anastasya tak menunggu lama dan segara menarik lembut jemari lentik gadis itu dan membawanya memasuki area butik.
Beberapa pramuniaga yang tengah bertugas bergegas menundukan kepala sopan saat Anastasya beserta Zara memasuki pintu utama. Tiga diantaranya mendekat, dan menyapa pelanggannya dengan ramah.
"Selamat malam Nona, ada yang bisa kami bantu," ucap seorang pramuniaga bertubuh tinggi semampai dengan surai disanggul rapi keatas.
Anastasya tersenyum ramah, dan menarik tubuh Zara yang berada di belakangnya untuk lebih maju. "Carikan pakaian yang pas untuk gadis ini. Mulai dari gaun pesta hingga pakaian sehari-hari. Pilihkan sebanyak mungkin, berapa pun harganya."
Selepas Anastasya berucap, ketiga pramuniaga itu pun bergerak cepat memilih berbagai macam model pakaian dari berbagai Brand Ternama sesuai dengan ukuran tubuh Zara. Bahkan tanpa sungkan, mereka menarik tubuh Zara dan mendudukannya disebuah sofa.
Zara dibuat tak nyaman kala satu persatu sepatu mulai menempel dikaki rampingnya. Beberapa lembar pakaian mewah yang sengaja dipilih pun sudah tertata rapi bergantung disisinya. Dengan sorot mata mengiba, Zara seolah meminta bantuan pada Anastasya untuk lekas menyudahi kegiatan yang baginya teramat tak menyenangkan itu.
Paham akan isyarat yang ditunjukan, Anastasya meminta pada pramuniaga yang bekerja untuk mengumpulkan barang yang sudah dipilih, sebelum membayarnya.
Saat mengetahui berapa nominal yang dikeluarkan Anastasya untuk membayar seluruh pakaian dan sepatunya, kedua netra Zara membelalak tak percaya. Bagaimana tidak, uang yang dibayar setara dengan membeli satu buah rumah beserta tanah di kampung.
Sampai keluar dari area butik pun, Zara masih tak habis fikir dan mulai bertanya-tanya akan siapa sebenarnya sosok Anastasya. Tidak mungkin jika dirinya bukan siapa-siapa, saat dengan mudahnya ia menghamburkan begitu banyak uang untuk orang asing seperti dirinya. Walau sebegitu penasarannya, Zara tetap enggan mempertanyakan perihal yang menyangkut madalah pribadi.
Hingga meninggalkan butik, Anastasya melajukan kendaraanya disuatu tempat. Dan berhenti disebuah bangunan berlantai dua, dengan sebagian besar bangunannya dikelilingi oleh kaca transparan berlapis tirai merah muda.
Lagi-lagi Zara dibuat bertanya-tanya, tempat apa lagi yang akan mereka kuncungi. Dia hanya bisa mengekori langkah Anastasya hingga kedepan bangunan itu. Seorang penjaga keamanan mendekat. Menundukan kepala sopan dengan Mimik wajahnya tampak kebingungan.
"Nona, apa ada sesuatu yang tertinggal?" Pria paruh baya itu dengan sigap membuka kunci pintu bangunan, namun sesekali melirik kearah dua perempuan di sampingnya.
Anastasya terseyum lembut, "Tidak ada, aku hanya sedang ingin kemari saja."
Pria paruh baya itu kian terkejut, namun berusaha untuk ditutupi. Hendak bertanya lebih dalam lagi, namun ia sadar akan siapa posisinya yang hanya seorang penjaga keamanan.
******
"Ini toko bunga milikku. Lantai satu memang aku gunakan seluruhnya untuk bekerja. Namun di lantai dua aku sengaja menyulapnya untuk tempat beristirahat. Kau bisa tinggal di sini, dan bekerja di sini." Anastasya membawa gadis muda itu untuk berbicara hangat dikursi yang biasa ia gunakan untuk para pelangan toko bunga miliknya.
Sudah kuduga, jika Kak Tasya bukanlah orang biasa. Jadi siapa sebenarnya ia? Dari penampilan dan apa yang ia miliki, terlihat jika harta benda yang ia miliki sangatlah berlimpah rumah.
"Ka, ini sangatlah berlebihan." Bukan rasa bahagia yang tercetak diwajah ayu Zara. Melainkan rasa tidak nyaman.
Anastasya menarik nafas dalam sebelum berucap, "Seharusnya aku mengajakmu tinggal di rumah bersamaku. Hanya saja, suwamiku pasti tak akan suka jika diriku tanpa seijinya memasukkan orang lain kedalam rumah." Ekspresi wajah Anastasya tiba-tiba berubah mendung.
"Jadi di sinilah kau akan tinggal dan bekerja. Kau tak perlu takut, beberapa petugas keamanan bekerja dua puluh empat jam untuk menjagamu."
"Apa aku pantas menerima ini semua Ka," ucap gadis bertubuh mungil itu lirih dengan kedua netra tampak berkaca-kaca.
"Tentu saja," balas Anastasya sebelum bergerak mendekap erat tubuh gadis yang tampak terharu itu penuh saya. Keduanya saling mendekap, meluapkan kebahagian satu sama lain. Anastasya mampu merasakan kelembutan hati dari gadis yang berada dalam rengkuhannya. Sementara Zara, dia menemukan sejejak ketulusan dari kedua netra Anastasya tanpa ada kebohongan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2022-11-23
0
Akhmad Hadziq
didunia nyata adakah orang seperti anastasya,,thor baca cerita mu sampai😭😭😭
2021-04-15
0
Cathrine Schweinsteiger
jngn² ntar si zara jadi istri ke 2 dari suami ny anastasya
2021-04-10
0