Lumrahnya setiap ikatan hubungan, tuhan pasti menyatukan pasangan untuk saling melengkapi dan mengisi satu sama lain. Tak jarang, jodoh lebih dulu mempertemukan kita pada orang yang salah, sebelum menemukan seseorang yang benar-benar tepat. Mungkin seperti itulah yang terfikirkan dibenak Zara.
Hingga senja menyapa dan para karyawan mulai menghilang, mengingat berakhirnya jam kerja. Gadis itu masih saja termenung. Masih jelas dalam ingatan, saat suami dari Anastasya meninggalkan toko selepas makan siang.
Masih dengan sikap yang sama, dingin dan datar. Zara diam-diam mengamati dari kejauhan kala Anastasya mengantar sang suami hingga pintu depan toko.
"Aku akan pulang terlambat, jangan menungguku. Jika kau lelah, beristirahatlah lebih dulu," ucap suami Anastasya.
Pria itu mengulurkan tanganya dan disambut langsung oleh Anastasya lalu mencium punggung tangannya.
Begitulah kata yang mampu didengar Zara. Bukan bermaksud untung mencuri dengar, hanya saja posisi gadis itu yang berada cukup dekat dengan pintu keluar toko.
Ah... kenapa juga aku harus membuang energi untuk memikirkan mereka. Lagi pula, usiaku juga masih terlalu dini untuk bisa menjangkau fikiran orang dewasa. Masih jauh anganku dari kata berumah tangga untuk saat ini. Yang terpenting sekarang adalah menabung yang banyak, untuk masa depan yang lebih baik.
Zara masih saja bergumam dalam hati, hingga tepukan di bahu, menyadarkannya. "Zara. Kau sedang melamun?" tanya Anastasya yang masih terlihat sibuk merangkai bunga mawar. Keduanya kini tengah duduk berhadapan dengan meja berbentuk bundar sebagai pembatas.
Tak seperti biasa, Anastasya tetap memilih untuk tinggal ditoko, meskipun semua karyawannya terkecuali Zara, sudah meninggalkan bangunan dua lantai itu sedari tadi.
"Zara, apa kau tau?" Jemarinya dengan lihai terlihat mengotak atik tangkai berduri itu, Anastasya menyempatkan tatapannya untuk mendongak kearah gadis di depannya.
"Tentang apa Nona," jawab Zara dengan menautkan kedua alisnya tak mengerti.
"Alasanku untuk masih berada di toko ini, bersamamu." Anastasya tampak menghela nafas dalam selepas berucap.
Gadis itu menggeleng, merasa tak menemukan jawaban yang menurutnya tepat.
"Aku sering merasakan kesepian jika berada di rumah dan tempat inilah yang menjadi tujuanku untuk sedikit menghilangkan rasa penat, juga beban dihidupku." Anastasya tersenyum tipis, dengan pandangan kosong. Melepaskan perlahan beberapa batang mawar yang berada dalam gengaman dan membiarkannya ambruk begitu saja.
Zara hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk Anastasya. Meskipun gadis itu menyadari, permasalah pelik yang mungkin dialami Anastasya, tak semestinya diketahui oleh dirinya.
Melihat Zara yang hanya mendengar tanpa bereaksi atau pun menjawab, Anastasya melanjutkan kembali kalimatnya. "Aku hanya tinggal bersama suami dan beberapa pelayan saja, di sebuah rumah yang bagiku terlalu luas. Tak ada teman, atau pun sanak saudara untuk tempat berkeluh kesan dan berbagi. Aku sering merasakan sendiri."
Jika sedari tadi, gadis bertubuh mungil itu hanya diam saja. Tapi tidak untuk kali ini, bibir dan fikirnya seolah meronta untuk mengetahui sesuatu lebih dalam.
"Apakah suami Nona terlalu sibuk, hingga tak memiliki cukup waktu bersama Nona?"
Anastasya tersenyum samar di sudut bibirnya, namun tak tersirat sedikit pun kekecewaan di wajah cantiknya. "Suamiku memang sangat sibuk, tapi beliau juga sangat baik." Kedua netranya berbinar dan beralih menatap lekat netra gadis di seberangnya. "Beliau bekerja tak kenal waktu, untuk mencukupi keinginan dan kebutuhanku selama ini." Sambungnya.
Senyum tulus Anastasya, tau urung menular pada gadis yang tengah bersamanya. Meskipun dari lubuk hati Zara, tak seluruhnya membenarkan ucapan sang Nona, dari apa yang pernah ia tangkap dari kedua netranya sendiri. Bagaimana Anastasya diperlakukan tak cukup baik oleh sang suami. Namun baginya, masih terlalu awam untuk bisa menyimpulkan semuanya.
********
Di luar langit masih tampak gelap saat Zara menyisir surai hitamnya yang masih sedikit basah. Diluar perkiraan, Anastasya memilih untuk menginap ditoko semalam. Selepas merampungkan sebuket mawar rangkaiannya, Keduanya memilih untuk membersihkan lantai dasar toko pada malam itu juga. Diselingi canda tawa, Anastasya nampat tertawa lepas kala Zara sedikit menyelipkan guyonan diantara perbincangan hangat mereka.
Sikap Zara yang apa adanya dan polos, membuat Anastasya kian mengagumi gadis remaja nan cantik alami itu. Hingga larut malam keduanya masih enggan untuk mengatupkan kedua netra diranjang yang sama. Semua pun atas permintaan Anastasya, tanpa mampu Zara tolak.
Disela aktifitasnya menyisir rambut, Zara masih sempat menyunging senyuman mengingat semua kejadian yang ia lewati bersama Anastasya. Kini dirinya hanya seorang diri, selepas kepergian Nonanya untuk kembali kekediamannya beberapa waktu yang lalu.
Merasa penampilannya sudah cukup rapi, gadis itu pun bergegas menuju kearah dapur untuk membuat sarapan.
Berkutat dengan peralatan dapur dan berbagai sayur, akhirnya setelah satu jam berlalu, sup ayam hangat nan mengoda telah tersaji. Gadis itu pun tersenyum bangga, selepas menyelesaikan misi yang cukup berat baginya.
Seperti biasa, dirinya akan memisahnya menjadi dua bagian. Untuknya dan ke 4 para penjaga yang sudah bekerja keras setiap harinya. Dirasa sudah pas, Zara pun lantas membawa nampan berisi nasi dan sup ayam hangat ketempat pos penjagaan.
Tidak ingin kembali mengulang kesalahan yang sama, terlebih kini dirinya tengah membawa nampan berisi makanan yang bisa saja tertumpah jika berbenturan dengan seseorang. Pintu kaca yang transparan mempermudahnya untuk memastikan ada tidaknya seorang yang tengah berada di balik pintu.
Gadis itu mendongak, keningnya berkerut hingga nampak beberapa lapisan. Kenapa suami Nona sudah berada di depan toko sepagi ini?
Keberadaan suami Anastasya yang tengah bersandar dibadan mobil, membuat Zara bertanya-tanya. Waktu pun masih terbilang cukup pagi, hingga pintu toko masih terkunci rapat. Zara menaruh nampan dimeja, lalu membuka kunci pintu kaca itu dan membukanya lebar.
Melihat adanya pergerakan dari pintu yang tampak terbuka, pria itu pun berjalan mendekat. Diwaktu yang bersamaan, Zara pun kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti. Namun dirinya sengaja memberi jalan, untuk suami Nonanya memasuki toko lebih dulu.
*****
Seperti biasa, senyum para penjaga tampak melebar menyambut kedatangan gadis yang selalu menyiapkan mereka makanan. Ucapan terimakasih dari bibir ke 4 pria paruh baya itu pun, sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuk gadis muda itu. Hingga beberapa waktu menyempatkan untuk ikut bercanda bersama, Zara pun berpamitan mengingat masih banyak hal yang masih akan ia kerjakan.
Zara gelagapan, mengingat sempat meninggalkan suami Anastasya seorang diri untuk waktu cukup lama. Benar saja, begitu memasuki toko, pria yang masih tampak dingin itu tengah duduk sembari membaca koran disebuah sofa.
Haduh.. kenapa Tuan ini datang diwaktu yang tidak tepat. Nona juga kenapa harus pulang lebih dulu dan tidak menunggu suaminya. Kalau begini kan aku sendiri yang repot. Mau negur apa duluan coba. Ditanya takut salah, ga nanya malah tambah salah.
Zara meremas ujung nampan yang digengam, maju beberapa langkah dan memberanikan diri untuk menyapa pria itu lebih dulu.
"Tuan, apa anda membutuhkan sesuatu. Makanan atau minuman misalnya?" Meski seluruh tubuhnya tampak gemetar, namun sekuat tenaga gadis itu tutupi.
Pria itu mendongak, dan menatap sang gadis tanpa ekspresi. "Di mana Anastasya, bukankah semalam menginap di tempat ini?"
Apa? Kenapa bertanya padaku Tuan. Kau kan lebih tau istrimu dari pada aku. Lagi pula, sudah sedari tadi istri anda pergi. Apa iya, jika anda tak mengetahuinya.
"Nona sudah pulang dari satu jam yang lalu Tuan," jawab Zara tanpa ragu.
"Apa?" Arka tampak terkejut dan menghela nafas berat. "Baiklah, buatkan aku secangkir teh hangat," pinta pria bertubuh proporsional itu dan kembali membaca surat kabar dengan khidmat.
"Baik Tuan." Tanpa babibu, Zara bergerak cepat kearah dapur untuk menyiapkan minuman sesuai pesanan.
Secangkir teh mendarat manis manis diatas meja kaca, tepat dihadapan sang pemesan. Zara tak beranjak dan masih berdiri ditempatnya, takut jika pria itu mendadak membutuhkan sesuatu.
"Terimakasih." Lagi-lagi ucapan itu terdengar datar.
"Apa masih ada lagi yang ingin Tuan butuhkan?"
Pria itu diam, namun terlihat mendesah pelan. "Apa kau memiliki sesuatu yang bisa kumakan? Aku belum sarapan."
"Ada Tuan." Gadis itu menjawab cepat, namun secepat kilat ia membekap rapat mulut dengan tangannya. "Eh tidak Tuan, tidak ada," ucap Zara meralat kembali perkataanya.
"Kenapa? Tadi kau bilang ada."
Iya, tapi aku takut jika Tuan akan sakit perut selepas menyatap makanan buatanku.
"Tapi saya takut jika anda tidak menyukainya Tuan. Jadi bagaimana jika saya pesankan makan di luar saja untuk Tuan," tawar Zara.
"Tidak usah, itu akan memakan waktu lama. Sediakan saja makananmu. Jika tidak enak, aku pun tak akan memakannya." Kalimat itu bagaikan sebuah keharusan yang tak bisa ditolak.
Membawa nampan yang sama, Zara kembali menata makanan, namun kali ini untuk suami nonanya. Akan tetapi kali ini tampak berbeda. Jika beberapa waktu lalu senyum secerah mentari tampak merekah dibibir merah mudanya. Kali ini, bibir mungil itu tampak gemetar dan pucat.
Nampan berisi makanan itu tampak oleng beberapa kali sebelum tersaji dihadapan sang suami Nonanya. Jangankan untuk disantap, dilirik pun sudah merupakan keberuntungan baginya.
Pria itu cukup lama terdiam, sembari menatap semangkuk sup ayam hangat dan sepiring nasi di depannya.
Tak perlu ditanya sepias apa wajah Zara saat ini. Gadis cantik itu, hanya mampu tertunduk dalam. Namun sesekali ia sempatkan untuk mengintip dari ujung netranya. Tangan pria itu tampak terangkat. Meraih sendok dan menyiduk kuah sup hangat hingga melabuhkannya dibibir.
Tuan pasti akan memuntahkan makanan itu.
Entah mengapa dibenak Zara hanya di penuhi hawa negatif dari pria ini. Hingga berfikir jika Arka akan membuang makanannya begitu saja.
Namun berbanding terbalik dengan apa yang sempat difikirkan Zara. Arka tampak menikmati sup ayam hangat itu dalam setiap suapan. Tak banyak bicara dan hanya fokus menghabiskan hidangan yang dipersiapkan Zara.
Zara terperangah, merasa tak percaya dengan apa yang ditangkap oleh indra penglihatannya itu. Tak ingin merusak selera makan Tuannya, gadis itu hanya diam menunggu. Namun beberapa menit kemudian, dirinya tampak kesusahan menelan saliva, saat menangkap kemunculan Anastasya dari balik pintu masuk toko seraya menatap dirinya dan sang suami bergantian, tanpa berkedip.
Tidak. Kenapa Nona muncul diwaktu yang tidak tepat. Tamatlah riwayatku, Nona pasti akan salah sangka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Akhmad Hadziq
wadauhhh klu salah faham gimana tuhh🤦♀
2021-04-15
0
☠ᵏᵋᶜᶟoffdll⍣⃝𝑴𝒓🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ𝕸y💞
mudah²an tidak ada ke salah pahaman antara Zahra dan Tasya .
2021-04-08
0