Riyan sedang berada diruangan Januar, tepatnya diperusahaan milik Alis. Ia dan Januar saling bersahabat sejak SMP hingga sekarang. Bahkan kuliah pun mengambil jurusan dan universitas yang sama.
"Yan, adikmu itu sangat kaku bahkan tersenyum pun dia sangat sulit. Sepertinya jiwanya sangat tertekan karena masa lalunya." Kata Januar sambil menatap kearah Riyan yang tampak fokus dengan handphonenya.
"Iya, bahkan aku sudah beberapa kali mengikutinya, ia sangat tertutup dan sulit bergaul. Bahkan membosankan." Riyan menghela napas sambil menyandarkan tubuhnya kesofa.
"Kamu tidak ingin muncul dihadapannya? Siapa tahu dia akan berubah Yan, kembali seperti dulu lagi."
"Aku takut Janu, kalau dia melihatku maka dia akan membenciku karena aku tidak dapat menolongnya waktu itu, bahkan aku tidak bersamanya ketika itu."
"Yan, Alis tidak seperti itu. Dia sudah dewasa Yan, bahkan lebih dewasa daripada umurnya."
"Kita tidak tahu Janu, respon seseorang apabila bertemu dan melihat sesuatu yang langsung terhubung dengan masa lalunya." Kata Riyan sambil menengadahkan kepalanya.
"Sore ini Alis kekantor. Aku suruh untuk belajar memimpin perusahaan." Kata Januar sambil menatap kearah Riyan.
Riyan kembali menghela napasnya dan ia hanya menganggukan kepala.
Dering handphone Riyan menginterupsinya. Ia melihat pemanggilnya. Ternyata dari orang suruhannya yang memantau Alis. Dahi Riyan berkerut dalam dan tampak gelisah. Semoga saja Alis tidak kenapa- napa.
Januar memperhatikan kegelisahan Riyan, dia tampak penasaran,kabar apakah yang membuat Riyan bersikap seperti orang kebakaran jenggot.
"Halo. Apa!!!?" Riyan tampak sangat terkejut dan wajahnya memucat setelah mendengar informasi yang disampaikan oleh suruhannya.
"Kami akan segera kesana," jawab Riyan kemudian dan dia mematikan handphonenya.
"Apa!? Ada kabar apa!? tanya Januar sambil menatap Riyan yang tampak tegang dan terlihat gemetar. Januar merasa was-was, ia tahu bahwa kali ini bukanlah kabar yang baik.
"Gawat, Alis mencoba untuk bunuh diri disekolah," jawab Riyan.
Apa!? Ke kenapa bisa? tanya Januar dengan menggebrak meja dan sedikit terbata karena sangking terkejutnya.
Bergegas Riyan mengambil kunci mobilnya dan berjalan keluar ruanganan Januar dengan diiringi oleh Januar. Mereka tampak setengah berlari untuk mencapai mobil diparkiran.
Selama dalam perjalanan, tidak ada yang membuka suara. Mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Riyan terlihat sangat gelisah bahkan keringatnya mulai bermunculan dipelipisnya. Ia menyopir mobilnya melebihi kecepatan maksimum, beruntung jalanan terlihat sepi.
Hanya memakan waktu 15 menit perjalanan yang mereka tempuh, yang seharusnya 25 menit.
Tiiiiinnnnnn-tiiiiinnnnnn
Riyan mengklakson gerbang sekolah dengan tidak sabaran. Terlihat satpam yang berlari menghampiri mobil tersebut. Dia sangat mengenali Januar, bergegas mang Ujang membukakan pintu gerbang sekolah.
Riyan dan Januar tampak menjadi pusat perhatian dari seluruh siswa-siswi yang sedang berada diluar kelas. Kelas mereka sedang kosong karena semua guru tampak sibuk diruang rapat. Teriakan para siswi pun membahana menyambut kedatangan Riyan dan Januar yang merupakan pengusaha muda dan juga tampan.
Mereka berjalan tergesa-gesa kearah kantor. Pikiran Riyan pun sedang bercabang, antara takut dan juga rindu. Ia takut terjadi apa-apa dengan Alis, bahkan ia sudah tidak perduli bagaimana respon Alis saat melihatnya nanti. Walaupun ia menolaknya, namun tekad Riyan untuk menjaga dan melindungi adiknya tetap kuat.
Tok-tok
Januar mengetuk pintu kantor kepala sekolah. Setelah beberapa detik, terdengar derit pintu yang dibuka. Kepala sekolah tampak sangat terkejut dengan kedatangan mereka. Bahkan kepala sekolah merasa bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk kunjungan mereka, terlebih lagi ada kasus yang sedang berjalan disekolah. Ia menatap Januar dan Riyan bergantian dan mempersilahkan mereka masuk. Namun ia tidak heran dengan kedatangan mereka disaat-saat seperti ini, karena Januar mempunyai koneksi yang luas sehingga selalu mendapat kabar terbaru.
Januar dan Riyan menatap kearah gadis yang sedang duduk didepan meja kepala sekolah yang membelakangi mereka. Mereka merasa begitu familiar.
"Alis..." Riyan yang berada disamping Januar bergumam lirih.
Alis tampak menegang mendengar suara yang tidak asing lagi ditelinganya. Apakah ia bermimpi? Namun Alis tetap tidak bergeming dengan posisinya.
"Alis!" terdengar suara Januar kembali memanggil Alis.
Alis tampak bernapas lega, ternyata suara tadi yang didengarnya hanyalah ilusinya saja. Dia menolehkan kepalanya kebelakang dan sangat terkejut dengan keberadaan Riyan yang berdiri disamping Januar. Ternyata pendengarannya tidak salah dan juga ini nyata.
Alis menatap dalam kearah Riyan dengan pandangan yang penuh luka namun tidak terdapat airmata disana. Ia tetap bertahan dengan posisinya. Hatinya begitu merindukan kakaknya yang bertahun-tahun tidak pernah dilihatnya setelah kepergiannya dari rumah.
Riyan menatap Alis dengan penuh kerinduan dan juga luka. Ia berlari dan menghambur memeluk Alis. Alis yang dipeluk oleh Riyan hanya diam saja, ia seperti patung. Ia bingung dengan situasi ini. Ia tidak membalas pelukan kerinduan kakaknya.
Pak Siswanto ikut terharu melihat mereka. Ia bahkan sempat menitikkan airmata. Begitupun dengan Januar, ia tersenyum haru melihat pertemuan ini.
"Ada apa dengan kedatangan Bapak kemari?" tanya pak Siswanto menatap Januar.
"Kami ingin membicarakan sesuatu dengan Anda." jawab Januar dengan tersenyum kearah pak Siswanto.
Mereka menduduki sofa ruang tamu yang tersedia diruangan kepala sekolah setelah dipersilahkan duduk. Alis ikut mendudukan dirinya disamping Riyan. Alis tetap diam, seolah-olah ia tidak dapat mencerna semua ini.
"Jadi, apa benar kabar yang beredar hari ini?" tanya Januar menatap kearah pak Siswanto.
Pak Siswanto menatap Alis dan menganggukan kepalanya. "Ini hanya salah paham saja, tentang siswi yang mencoba untuk bunuh diri," jawab pak Siswanto.
Riyan tampak bernapas dengan lega mendengar kabar itu dan dia membelai kepala Alis dengan sayang.
Semua itu tidak luput dari perhatian pak Siswanto. Ia tampak heran dengan pemuda yang bersama Januar ini. Inikah pemilik sekolah yang belum pernah diketahuinya selama ini? Sehingga ia bisa datang bersama Januar, yang merupakan perwakilan dari si pemilik sekolah ini.
Januar menganggukan kepalanya, ia sudah menduga bahwa kabar ini hanyalah isu karena ia begitu mengenal Alis. Kalaupun Alis putus asa, maka sejak dulu sudah ia lakukan aksi seperti ini.
"Bisa bapak jelaskan kronologisnya?" tanya Januar.
"Ini dimulai dari beredarnya kertas dan foto dipapan pengumuman sekolah, yang menyatakan bahwa Alisya adalah siswa yang bergaul bebas. Dan, kami baru saja membicarakannya dengan siswi kami Alisya. Dan konfirmasi yang kami terima, bahwa itu tidaklah benar. Berita itu bohong, hanya salah paham." Pak Siswanto menatap kearah Alis yang dibalas oleh Alis dengan anggukan.
"Dan yang kedua, tentang Alisya yang mencoba untuk bunuh diri. Sebenarnya itu hanya kesalahpahaman saja. Si Alisya hanya bermaksud untuk menenangkan pikirannya dengan berada di rooftop. Namun disalah artikan oleh seorang siswa yang melihatnya dari bawah, karena posisi Alisya yang berada tepat ditepian rooftop." Terang pak Siswanto panjang lebar sambil menatap Januar dan Riyan bergantian.
"Benar begitu Alis?" tanya Riyan menatap kearah Alisya.
Alis menatap kearah Riyan dan Januar kemudian dia mengangguk mantap.
"Lalu, bagaimana dengan sipelaku yang sudah mencoreng dan memfitnah nama baik Alisya? Apa sudah ditemukan?" tanya Riyan.
Pak Siswanto menarik napas dalam. "Belum dan sedang kami usahakan," jawabnya dengan penuh sesal.
"Sang pembuat onar harus ditemukan, bapak tahukan kalau sekolah kita itu sudah mendapat predikat sekolah terbaik, teladan dan teraman. Tapi sekarang kenapa bisa sampai ada kasus seperti ini?" tanya Januar. Ia tampak geram dengan semua ini.
"Kasus ini akan segera ditindak lanjuti dan kami akan mengkonfirmasinya pada bapak," jawab Siswanto.
"Ya, harus, agar kedepannya tidak ada lagi kasus-kasus seperti ini terulang. Dan Bapak tahukan hukuman apa yang pantas untuk sipelaku? Jadi, sekecil apapun tindak kejahatan disekolah ini, tetap harus ditindak lanjuti. Jangan sampai lengah, bahkan terkesan memihak. Bapak pahamkan?" tanya Januar.
Kepala sekolah menganggukan kepalanya.
"Satu lagi yang ingin kami sampaikan." kata Januar sambil menatap Alis. "Saat acara ulang tahun sekolah minggu depan, kami ingin memperkenalkan pemilik sekolah." Januar kembali menatap kearah Alis yang tampak menegang.
Pak Siswanto mengangguk dan tersenyum mendengar kabar itu. Ia begitu antusias menyambut kabar tersebut. Ia juga penasaran dengan sang pemilik sekolah yang berlindung dibalik tangan kanannya, si Januar. Ia menatap kearah Riyan, mungkinkah dia pemiliknya? tanda tanya besar memenuhi otak pak Siswanto.
Setelah percakapan panjang lebar tersebut, mereka berpamitan untuk pulang kekantor. Sedangkan Alis menuju kearah kelasnya. Alis berjalan dengan acuh dan tanpa senyum.
"Lis, bagaimana?" tanya Liza sambil menatap Alis yang mendudukan dirinya dibangkunya.
"Tidak kenapa-kenapa, semuanya baik-baik saja." Kata Alis menatap kearah Liza.
"Hanya begitu?" tanya Liza yang tampak kurang puas dengan jawaban Alis.
Alis menganggukan kepalanya.
Liza menarik napasnya melihat Alis yang tampak tenang dan seolah tidak terganggu dengan kabar buruk ini. "Lis, kamu tahukan maksudku?" tanya Liza menatap Alis.
Alis menganggukan kepalanya. "Minggu depan jawabannya Za. Sesuai dengan harapanmu, saat acara ulang tahun sekolah kita nanti," jawab Alis.
Liza tampak tersenyum manis. "Janji?" Liza mengarahkan jari kelingkingnya pada Alis.
"Janji" jawab Alis menyambut jari kelingking Liza. Mereka tampak tersenyum bersama. Liza dengan senyum lebarnya dan Alis dengan senyum tipisnya.
💦💦💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
🐱🐈 Khairunnisa 🐈🐶
tidak sabarnya
2020-06-16
2
Wildan Hadinata
soomangats
2020-06-12
1