Bel pulang berbunyi dengan nyaring. Seluruh siswa dan siswi tampak membereskan peralatan menulis mereka. Namun berbeda dengan Alis, ia terlihat begitu santai dan tenang.
"Lis, berangkat tadi naik apa?" Liza menoleh kearah Alis setelah menarik resleting tasnya dan menyampirkannya kebahu.
"Naik bis." Singkat, padat, dan jelas jawaban yang terlontar dari mulut Alis. "Ada apa?" tanya Alis sambil mengeluarkan sebuah buku yang cukup tebal dari dalam tasnya untuk di bacanya disetiap kesempatan. Ia menatap Liza yang sesaat sebelum menarik resleting tasnya.
Liza berdecak, ia tidak suka dengan jawaban Alis tersebut. "Biasanya kamu naik sepeda, Lis?" Liza menampakkan cengirannya. "Nanti kuantar pulang, tapi temani aku terlebih dahulu pergi ke toko buku. Mau ya...ya...ya." Liza mengeluarkan jurus rengekan manjanya dan tak lupa dengan puppy eyesnya.
Alis melihat kearah Liza dengan menaikkan sebelah alisnya tanpa menjawab kemudian dia mengangguk samar.
"Yeay!!" Liza berjingkrak begitu heboh karena kali ini ia berhasil mengajak si Gadis Batu tersebut yang sayangnya adalah sahabat satu-satunya yang dimilikinya.
Eh, apa dia bilang tadi, gadis batu? Bukan gadis batu sih tapi lebi tepatnya gadis kurang pekaan.
Mereka berjalan keluar kelas menuju ke arah parkiran. Alis terlihat begitu tenang dan santai saat melangkah. Keadaan sekolah yang cukup sepi dan lengang membuat Alis membuka dan membaca bukunya sambil berjalan kearah parkiran bersama Liza. Ia tidak perlu khawatir lagi dengan langkahnya, karena ia tidak akan menabrak orang lain saat pandangannya fokus pada objek bacaannya.
Namun berbeda dengan Liza, dia tetap mengoceh dengan cerewetnya. Ia tidak perduli dengan aktivitas yang Alis lakukan. Dan ia sangat paham dengan sahabatnya, walaupun sedang membaca sekalipun, Alis tetap menjadi pendengar yang baik.
"Lis, nanti kamu mau beli buku apa? Komik? Novel? Atau apa? Horor kayaknya cocok deh sama kamu Lis." Liza terkikik sendiri dengan pendapatnya barusan.
Sementara Alis tampak mendesah mendengar sahabatnya yang banyak mulut disampingnya. Namun ia tetap berusaha fokus dengan bacaannya tanpa menghiraukan pertanyaan Liza.
Tepat dari arah samping kanan Alis tampak seorang pemuda tampan yang tak kalah tampan dari Al, sedang berjalan kearah Alis dengan senyum miringnya. Liza yang melihat semua itu, segera menyentil tangan Alis dan memberinya kode dengan mengarahkan dagunya pada pemuda tersebut. Alis menoleh dan menatapnya tajam. Saat jarak begitu dekat dengan Alis, tiba-tiba pemuda tersebut mencubit Alis di pergelangan tangan kanannya. Alis hanya mengerinyit, tidak perduli dan kembali membaca. Sementara pemuda tersebut berlalu seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Sedangkan Liza tampak meringis saat melihat Alis yang di cubit oleh pemuda tersebut hingga tangannya sedikit memerah.
"Duh, kebiasaan banget si Angga tuh mencubit kamu. Apa sih yang membuatnya senang begitu saat melihat kamu di cubit? Aku jadi heran deh!" Liza bersungut-sungut sambil menggosok pergelangan tangan kanan Alis yang memerah.
Alis menatap lekat sahabatnya yang cerewet tersebut. Dan pikirannya kembali melayang pada kejadian masa lalu yang menjadi penyebabnya bersikap seperti ini. Entah berapa lama Alis melamun hingga tidak menyadari keberadaan Liza yang sudah tidak ada di tempatnya lagi.
Tin...tin...
Liza menekan klakson mobilnya beberapa kali sehingga membuat Alis tersadar dari lamunannya.
"Ayo naik Lis, melamun saja kamu." Liza menurunkan kaca mobilnya dengan perlahan dan membukakan pintu mobilnya untuk Alis.
Alis masuk kedalam mobil dan mobil mereka bergerak maju dengan perlahan.
Tampak dari kejauhan dua pasang mata yang terus mengamati Alis tanpa sepengetahuannya. Sementara itu diparkiran sekolah tampak Al dan ketiga sahabatnya sedang berkumpul.
"Al, sore ini kita kumpul yuk di kafe biasa." Al yang ingin membuka pintu mobilnya pun urung saat Aldo mengajaknya berbicara, Al tampak berpikir.
"Ayolah...kita sudah lama tidak kumpul sama-sama." Irfan ikut menimpali ajakan Aldo dengan wajah memelasnya.
Irfan Radhitya Abidzar biasa dipanggil Irfan adalah sahabat Al yang kedua. Dengan kekocakan katanya, ia selalu bisa mencairkan suasana. Tapi jangan lihat dari penampilannya, dia memang tampan dan termasuk jajaran The Most Wanted sekolah mereka namun dia suka menggosip, seperti para gadis. Yah karena memang sifat ingin serba tahunya, tapi ia juga suka membatasinya loh pada hal-hal yang positif. Ia juga berusia 17 tahun dan berada sekelas juga bersama Al dan ketiga sahabatnya.
Al mengacungkan jempolnya dan bergegas memasuki mobilnya. Perlahan-lahan kaca mobilnya di turunkan.
"Duluan!!!" teriak Al sambil melambaikan tangannya kearah sahabat-sahabatnya.
"Yap," serempak mereka menyahut.
Aldo menaiki motor ninjanya dan menancapkan gasnya menyusul Al yang sudah pulang terlebih dahulu.
Sementara Irfan dan Andra yang rumah meraka searah, mereka sering pulang dan berangkat bersama dengan menaiki mobil Andra. Mereka juga menancapkan gasnya untuk pulang kerumah.
💦💦💦
Alis memperhatikan mobil yang tidak jauh dari keberadaannya dari tempatnya berada sekarang. Mobil hitam dengan kaca gelap tersebut terasa familiar baginya. Ia merasa seperti di awasi akhir-akhir ini. Namun dia tidak ambil pusing akan hal itu, selama hal itu tidak mengganggunya dan mengancamnya.
Alis bergegas masuk kedalam bus angkutan umum tersebut yang membawanya melaju menuju kediamannya. Ia sengaja menaiki bus karena memang Liza yang ada keperluan mendadak hingga ia mengurungkan kata-katanya untuk mengantar Alis pulang kerumahnya. Liza sangat merasa bersalah karenanya, namun Alis meyakinkan kalau semua itu bukanlah masalah baginya.
Ia tercenung melihat buku yang baru di belinya tadi di toko buku. Buku dengan sampul coklat berbingkai kuning keemasan itu, begitu menarik baginya. Ia kembali teringat saat berada ditoko buku tadi, Liza yang dengan cerewetnya memilih-milih buku novel malah menjatuhkan pilihannya pada buku komik yang cukup tebal. Alis tersenyum tipis mengingat Liza yang bertingkah cerewet dan menghibur.
Alis mengalihkan pandangannya pada penumpang bus, ia seperti merasa di awasi kembali. Namun tidak ada yang mencurigakan baginya.
"Mungkin hanya perasaanku saja," batin Alis bersuara. Alis mengalihkan pandangan matanya sesaat menatap keluar jendela. Kemudian dia membuka buku yang ada di tangannya dan membaca seperti biasanya.
Kali ini tujuan Alis pun bukan pulang kerumahnya namun kesebuah kafe yang sangat populer dikalangan berbagai usia. Ia seperti biasa, akan bekerja dikafe tersebut untuk membenahi laporan yang belum rampung sekaligus membantu untuk mengantarkan makanan. Ingat! Ia hanya sebatas mengantar makanan dan dia tidak suka mencatat pesanan pelanggan karena memang dia yang tidak bisa berbasa-basi ataupun bermuka manis dengan pelanggan.
Bergegas Alis memasuki ruang kerjanya dan memasuki kamar pribadinya untuk melakukan ritual mandi dan bersih-bersih diri sekaligus merilekskan pikirannya yang sumpek.
Cukup 20 menit ia berendam dibak mandi, kemudian ia membilasi sabun yang menempel ditubuhnya. Dan keluar kamar mandi dengan pakaian lengkapnya. Ia menatap dirinya dicermin berukuran sebentar untuk memperbaiki penampilannya.
Pejuang rupiah sudah siap.
Begitulah kira-kira isi pikiran Alis walaupun masih dengan muka datarnya. Bergegas ia menuruni tangga untuk membantu pejuang rupiah lainnya.
💦💦💦💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Wildan Hadinata
si Liza yang cerewet
2020-06-12
1
Lijin
sy pun pejuang rupiah💕
2020-03-09
1