Al dan ketiga sahabatnya sedang berada di parkiran sekolah. Mereka sedang berbincang-bincang ringan. Tampak dari kejauhan Jessica menatap Al dengan tatapan kagum. Ia tersenyum miring kearah Al, kemudian memasuki mobilnya. Ia menancapkan gasnya, bergegas untuk pulang kerumah.
"Sore ini kita kumpul di kafe LK, bagaimana?" Aldo memberi usul.
"Oke" sahut mereka serempak.
Mereka menancapkan gasnya masing-masing. Begitu juga dengan Al, ia mengenakan helm fullfacenya dan mengarahkan motornya kearah jalan. Matanya mengedar kearah halte, Alis sedang duduk bersama beberapa orang lainnya. Ia tampak menyendiri dengan buku bacaan ditangannya.
Al menghentikan motornya tidak jauh dari halte. Ia menatap kearah seberang jalan yang tepat didepan Alis dan benar dugaannya, Alis sedang diawasi oleh seseorang. Lebih tepatnya mobil yang sama dengan mobil hitam pagi tadi yang mengawasinya.
Cukup lama Al memperhatikan Alis dan mobil yang tepat berada diseberang Alis. Ia begitu penasaran dengan orang yang berada didalam mobil hitam tersebut. Namun ia menahan diri karena ia tidak ingin ikut terseret lebih dalam dengan permasalahan yang Alis hadapi. Ia sadar kalau Alis bukanlah siapa-siapa darinya. Namun disisi lain, ia begitu kasihan dengan Alis. Al teringat saat-saat Alis menolongnya beberapa hari yang lalu. Bahkan gadis itu menolongnya dengan ikhlas, kenapa ia tidak melakukan hal yang sama?
Terlihat bus yang berhenti tepat didepan Alis. Alis berjalan dan masuk kedalam bus, ia mengarahkan pandangannya untuk mencari tempat duduk. Alis lebih memilih duduk sendirian diurutan bangku terakhir. Ia kembali membuka bukunya.
Sedangkan Al masih menatap bus yang bergerak perlahan meninggalkan halte. Ia kembali mengarahkan pandangan matanya pada mobil hitam tersebut, mobil tersebut juga dengan perlahan meninggalkan tempat itu.
Sepanjang jalan Al diliputi rasa penasaran dengan sosok Alis dan juga mobil hitam tersebut. Rasanya semua itu adalah teka-teki. Ia bingung pada dirinya sendiri, entah apa yang membuatnya mulai perduli dan suka memperhatikan Alis. Mungkinkah karena ia punya hutang budi? Ya! hanya hutang budi.
💦💦💦
Cafe LK
16.07 wib
Gerombolan remaja tampak memasuki kafe LK dengan gaya mereka dan juga ketampanan mereka yang menjadi pusat perhatian dimana pun mereka berada. Mereka memilih duduk di pojok ruangan didekat jendela besar menghadap taman bunga.
Al selalu mengedarkan pandangannya pada sekeliling kafe. Ia berdecak kagum dengan dekorasi kafe ini yang terlihat seperti berada dibawah langit yang terbentang luas dengan banyaknya layangan kertas. Sampai Al tidak menyadari keberadaan Waiter yang menunggu untuk mencatat pesanannya, karena terlalu fokus dengan kafe ini.
"Al, Mba waiter tuh menunggu kamu, mau pesan apa?" tanya Angga menyenggol pergelangan tangan Al.
Al terkesiap kaget dan ia tampak salah tingkah. Setelah Al menyebutkan pesanannya, waiter pun berlalu.
"Al... Al... kamu itu seperti orang yang tidak pernah masuk kafe saja. Sampai melongo begitu kamu menatap kafe ini." Irfan berdecak sambil mengejek pada Al.
"Heran saja! yang punya kafe ini tidak diketahui siapa pemiliknya, seperti dirahasiakan. Padahal desainnya luar biasa. Tidak seperti kafe-kafe yang lain." Al menatap ketiga sahabatnya dengan mata berbinar.
"Kamu salah Al, ada 4 buah kafe yang tidak diketahui siapa pemiliknya untuk daerah Jakarta ini, interiornya juga luar biasa, salah satunya kafe tempat tongkrongan kita biasa, Syai Garden Cafe, Juga Lentera Cafe. Sedang yang satunya sangat jauh dari sini." Aldo angkat bicara. Ketiganya hanya menganggukkan kepala mereka.
"Sudahlah, itu juga bukan urusan kita," celetuk Andra. Tepat pada saat itu juga pesanan mereka datang. Tidak lupa mereka mengucapkan terima kasih.
"Eh, lihat deh disana!" Irfan mengarahkan dagunya tepat kehadapannya. Semuanya menoleh kearah yang dimaksud oleh Irfan.
"Apaan sih!?" tanya Andra tampak bingung dengan arah telunjuk Irfan, ia minta diperjelas.
"Itu! yang menyajikan makanan itu! bukankah itu gadis pahlawan Al, si Malaikat Penjaga Neraka," ucap Irfan memperjelas maksudnya tadi.
Al langsung menoleh kebelakangnya. Benar, Alis tampak sibuk dengan nampan ditangannya. Dahi Al tampak berkerut heran.
"Kok bisa?" tanya Andra tampak melongo keheranan.
"Nah, itu yang kumaksud sejak tadi." Irfan menjentikkan jarinya.
Andra tampak mengetuk-ngetukkan jarinya kedagunya. "Bagaimana bisa ia bekerja didua tempat sekaligus. Padahal tempat yang disana dengan yang disini, sama-sama populer sama-sama ramai?" tanya Andra dengan mimik keheranannya.
Al hanya diam memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dialami oleh Alis. Sampai sekeras itukah ia bekerja? Al merasa prihatin dengan keberadaan gadis aneh tersebut.
"Mungkin saja ia dipecat di tempat kerjanya yang dulu, makanya dia kerja di kafe ini." Irfan memberikan pendapatnya.
"Ah- itu tidak mungkin Fan! baru juga kemarin lusa kita duduk di kafe itu. Mencari kerja zaman sekarang itu tidak gampang, walaupun pekerjaannya hanya sebagai pelayan kafe." Al memberikan argumennya.
"Maksud kamu! dia kembarannya, begitu?" Irfan cekikikan dibuatnya.
"Bukan itu juga yang kumaksud, memangnya kamu pernah melihat kembarannya? Tidakkan. Maksudku, mungkin saja ia mempunyai pekerjaan didua tempat seperti ship kerja. Diakan perlu banyak uang untuk biaya hidupnya. Maksudku, mungkin saja benar dugaanku kalau ia sedang di kejar renteiner." Al memperjelas maksudnya walaupun terdengar seperti ragu-ragu.
"Sudahlah, tidak penting juga buat kita. Yang penting itu perut kenyang." Aldo menyendok makanannya. Begitu juga dengan yang lain, mereka juga mengikuti Aldo. Berbeda dengan Al, ia masih tetap memikirkan kemungkinan-kemungkinannya.
💦💦💦
Hari ini kafe sangat ramai, Alis terlihat sangat sibuk dengan pekerjaannya membantu mengantar pesanan. Beberapa kali ia melihat jam yang bertengger cantik di pergelangan tangannya. Ia ada janji hari ini untuk bertemu dengan orang kepercayaan almarhumah neneknya.
"Ibu Alisya, ada yang ingin bertemu dengan Anda." Anton, manejer kafe menghampiri Alis.
Alis menatap kearah Anton dan mengangguk. "Suruh keruanganku saja!"
Anton segera menghampiri orang tersebut dan membawanya naik kelantai tiga yaitu ruangan Alis.
Alis berjalan kearah lift yang ada didalam kafe tersebut diiringi oleh sepasang mata. Sesampainya ia didalam ruangannya, ia sudah disambut oleh Januar. Alis menatap kearah Januar dan menganggukkan kepalanya.
"Apa kabar Alis?" tanya Januar dengan senyum menghias wajahnya, sambil menatap Alis yang mendudukkan dirinya pada kursi yang ada dihadapan Januar.
"Baik, bagaimana dengan kamu?" Alis menatap kearah Januar dengan tatapan bertanya.
Januar tampak tersenyum manis. "Seperti yang kamu lihat!" Januar merentangkan kedua belah tangannya.
Alis hanya menganggukkan kepalanya. "Jadi, ada keperluan apa kamu datang kemari?" Alis langsung saja mengambil point pembicaraan. Ia menatap lekat Januar yang dianggapnya seperti kakaknya sendiri.
"Tentang perusahaan, aku hanya ingin menyampaikan sesuatu yang penting Lis." Januar menatap Alis dengan serius.
"Langsung saja!" kata Alis.
"Kamu sudah dewasa, sudah mampu menyandang tanggung jawab. Jadi, aku minta agar mulai besok kamu sudah bisa mengambil alih perusahaan. Tenang saja, aku akan tetap membantumu. Karena aku pikir, kamu juga masih dalam proses belajar. Tunjukkan kemampuanmu pada semua orang dan apa yang sudah kamu pelajari selama ini. Aku yakin kamu pasti bisa." Januar menatap serius kearah Alis.
Alis menatap balik Januar, ia hanya diam saja dan mengangguk samar.
Januar tersenyum, ia sangat mengenal Alis. Dan ia sangat yakin kalau Alis sudah mampu melakukan tugasnya sebagai pewaris tunggal perusahaan.
"Aku permisi dulu, masih ada urusan kantor yang belum diselesaikan. Jangan lupa besok, aku tunggu di kantor." Januar menatap Alis dengan hangat sambil mengacak rambutnya.
"Satu lagi, besok kamu akan dijemput oleh sopir atau menyetir sendiri, yang jelas jangan pakai sepeda."
Alis mengangguk dan tersenyum samar. Ia mengantarkan kepergian Januar hingga kedepan pintu ruangannya. Dia kembali lagi kedalam ruangannya dan menekan intercom untuk memanggil manejernya agar segera keruangannya.
Sesekali terdengar hembusan napas kasar dari Alis. Ia seperti punya beban berat yang belum siap untuk dipikulnya. Alis menatap kearah berkas yang ada dimeja kerjanya. Ia membiarkannya saja menumpuk diatas mejanya. Matanya beralih menatap kearah jendela yang memperlihatkan kesibukan kota Jakarta pada sore hari ini.
💦💦💦
Jessica dan Angga sedang berkumpul di ruang keluarga di rumah Angga. Jessica begitu asyik dengan handphone ditangannya. Berbeda dengan Angga, ia menatap kearah Jessica berulang kali.
"Jess...," panggil Angga pada Jessica.
Jessica menoleh dan menutup layar pada handphonenya. Ia menatap kearah Angga yang seperti ingin menyampaikan sesuatu.
"Jangan suka membully orang lain di sekolah. Apalagi kamu murid baru di sekolah bahkan baru sehari Jess, tapi kamu sudah membuat onar." Angga menatap Jessica dalam.
Jessica hanya diam saja menatap kearah Angga, ia tidak ingin membantah kata-kata Angga, yang akan menimbulkan perdebatan antara dirinya dan Angga.
"Kamu juga sudah keterlaluan Jess pada Alis, hingga sepedanya kamu rusak bahkan sampai tidak bisa diperbaiki lagi." Angga melihat ekspresi Jessica yang sedikit pias.
Jessica tampak terkejut mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Angga. Padahal ia yakin bahwa tidak ada seorangpun yang tahu tentang kejadian itu, ia begitu rapat menutupnya. Namun, baru sehari saja, kejadian itu sudah ada yang mengetahuinya.
"Jadi, kuharap kamu mau menuruti yang aku katakan sebelum pihak sekolah mengetahuinya dan mengambil keputusan yang bakal merugikanmu," peringat Angga dengan serius.
Jessica hanya diam, memikirkan kata-kata Angga barusan. Ia tidak ingin Angga melaporkannya pada kedua orang tuanya dan juga, ia belum siap jika harus dikeluarkan dari sekolah untuk yang kesekian kalinya. Jessica menatap penuh iba kearah Angga.
"Angga, jangan laporkan aku ya, aku akan berusaha untuk tidak membullynya lagi. Tapikan Alis juga bukan siapa-siapa di sekolah itu bahkan ia tidak pantas untuk sekolah disitu." Jessica tetap melakukan penyangkalannya. Walaupun diawal kata ia terlihat manis namun diakhir kata, cukup menggambarkan penyangkalannya.
Angga menatap Jessica kecewa sambil menghembuskan napasnya kasar. "Jess, yang menentukan siapa yang berhak untuk sekolah disitu bukan kita, bukan aku atau kamu. Tapi pihak sekolah Jess. Kuharap kamu paham dengan apa yang kumaksud." Angga berdiri dan berlalu dari hadapan Jessica. Ia begitu jengah mendengar penolakan-penolakan Jessica terhadap tegurannya. Anak gadis itu sangat susah diatur.
"Aku harap kamu tidak menyesal Jess!" Angga memalingkan mukanya kearah Jessica saat mencapai anak tangga pertama.
Jessica mengerutkan dahinya sambil menatap kearah Angga. Ucapan Angga menurutnya terdengar ambigu. Angga meneruskan langkahnya menuju kearah kamarnya dilantai dua.
Sesampainya didepan pintu kamarnya, Angga mengepalkan tangannya dan meninju pintu kamarnya. Ia begitu kesal dengan tingkah Jessica yang hanya memperdulikan kesenangannya tanpa memikirkan resikonya nanti yang akan ditanggungnya. Ia takut Jessica kenapa-kenapa karena sudah membully Alis, orang yang dianggap oleh semua murid di sekolah sebagai gadis misterius yang tidak pernah diketahui asal usulnya. Bahkan semua tentang dirinya begitu tertutup rapat. Apalagi Alis bukan gadis lemah seperti yang ditunjukkan oleh gadis lain yang menjadi sasaran bullying Jessica.
"Aku harus menyelidikinya, agar kecurigaanku tidak hanya sekedar kecurigaan saja," kata Angga dengan tekadnya. Angga memasuki kamarnya dan mengambil handuk, ia berjalan kearah kamar mandi, ingin berendam sesaat agar pikirannya bisa kembali dingin.
💦💦💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Siska Feranika
Semangat thor...karyamu keren...
2020-12-02
2
Wildan Hadinata
soomangats thor
2020-06-12
1