Baru beberapa jam Al berada di ruang perawatan, ia sudah merasa bosan. Terlebih lagi saat ini ia sedang sendirian. Ibunya sedang keluar untuk membeli makanan di kantin, sedangkan ayahnya pergi bersama pengacaranya untuk mengusut kasus ini, agar tidak ada lagi korban selanjutnya. Ia begitu geram dengan preman-preman tersebut setelah mendengar penuturan dari Al tadi.
Tok tok tok
Terdengar bunyi pintu di ketok. Al menoleh kearah pintu. Ia baru saja memikirkan Alis, gadis itu memang tidak pernah berbicara tapi dia tidaklah bisu. Terlalu sulit digapai saat Al mencoba menyelami sikap Alis, ia layaknya sedang tersesat dilimbah belantara.
"Masuk!" Al menginterupsi dari dalam sambil menutup matanya sesaat.
Pintu terbuka setelah beberapa menit kemudian. Tampak ketiga sahabatnya muncul di balik pintu. Al tampak heran dengan keberadaan mereka, namun rasa herannya segera menghilang saat ia mengingat keberadaan ibunya.
"Al, bagaimana keadaanmu?" tanya Aldo sambil meletakkan parcel buah diatas nakas disamping ranjang Al.
"Sudah lebih baik. Darimana kalian tau kalau aku ada disini?" tanya Al mengungkapkan keheranannya.
"Kami tadi ingin ke rumahmu tapi bibi Munah bilang kalau kamu sedang di rawat di rumah sakit. Jadi, langsung saja kami semua kesini." Aldo menatap wajah Al, tidak ada ekspresi apapun juga yang dari wajah Aldo, ia tampak datar saja. Padahal wajah Al sudah tidak setampan biasanya.
Al hanya diam sambil menatap ke arah jendela. Pikirannya kembali berkelana memikirkan sosok seorang Alis yang sudah menyita perhatiannya.
"Al, kamu kenapa bisa sampai seperti ini?" tanya Andra dengan mimik prihatinnya setelah melihat keadaan wajah Al, ia tampak meringis membayangkan yang baru saja dialami oleh Al.
Al memalingkan wajahnya pada ketiga sahabatnya. Ia tampak menerawang kembali pada kejadian pagi tadi yang sudah dialaminya. Dan dia pun menceritakan kronologis kejadian tersebut tanpa ada yang ditutupinya sedikitpun.
Sontak ketiga sahabatnya sangat terkejut setelah mendengar keseluruhan dari cerita Al.
"Gila! Hampir saja kamu jadi adonan, Al," celetuk Andra menatap kearah Al. "Kalau tidak ada pertolongan dari gadis aneh tersebut," sambung Andra dengan tampak geram.
"Iya Al! lain kali kalau kamu berkelahi lagi, jangan lupa ajak kita. Sudah lama otot ini tidak dipakai." Irfan tampak berseloroh dan memperlihatkan otot tangannya.
"Huu...dasar!!!" Andra menoyor kepala Irfan. "Al yang lebih hebat dari kamu saja dia bisa kalah, apalagi kalau kamu yang maju. Bukan hanya jadi adonan saja, bahkan jadi kue cetak kering!!" cibir Andra yang langsung mendapat pelototan dari Irfan.
Aldo hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Andra dan Irfan. Aldo menatap ke arah Al, ia tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Al, ada apa?" tanya Aldo.
.
Sontak Andra dan Irfan menghentikan aksi mereka dan menoleh ke arah Al. Mereka menunggu jawaban Al.
"Heran saja! Gadis aneh tersebut menyerang preman-preman itu justru tidak mendapatkan serangan balik. Sebaliknya, mereka kabur dengan wajah yang ketakutan." Al masih mengingat ekspresi wajah-wajah preman tersebut saat berhadapan dengan Alis tadi. Rasa keterkejutan berbaur dengan ketakutan.
"Maksud kamu si Alis?" Aldo memperjelas maksud Al, ia mengetok-ngetokan jari tangannya pada dagunya.
"Memangnya siapa lagi yang dibicarakan olehnya selain Alis," cibir Andra. Ia kembali diam setelah Aldo menatapnya tajam. "Bisanya cuma menggertak teman," gumamnya kembali berdecih.
Irfan mendelik sebal. Setelah keterdiaman ketiganya, mereka tampak berpikir. Mereka tahu siapa yang mendapat predikat gadis aneh dari seorang Aldebran.
Al mengangguk untuk menanggapi pertanyaan Aldo tersebut.
"Tentu saja mereka takut dengan Malaikat yang menyeramkan setelah malaikat pencabut nyawa. Tidak ada yang bisa keluar dari neraka dalam penjagaannya. Hebatkan?" Irfan menceletuk asal.
Sementara yang lain langsung melotot ke arah Irfan. Andra kembali menoyor kepala Irfan. Ia tampak geram dengan Irfan yang asal bicara saja.
"Aku jadi penasaran dengan si Alis-Alis itu." Irfan kembali menceletuk dengan menampakkan cengirannya.
"Perempuan misterius." sambung Andra ikut menimpali.
"Yang jelas, dia adalah pahlawannya Al." Aldo menatap Al dengan senyum miringnya seolah meledeknya. Sementara Al hanya mengangkat bahunya saja.
💦💦💦
Liza terlihat sedang memperhatikan beberapa novel yang berjejer di rak buku tersebut. Sementara Alis berada di rak buku yang lain yang tidak jauh dari Liza.
"Alis, kamu beli buku juga?" tanya Liza membuka suara setelah keterdiaman mereka. Ia merasa bosan.
Alis mengangguk dan memperlihatkan sebuah buku di tangannya. "Bagaimana dengan kamu? Sudah dapat atau belum?" tanya Alis dengan kaku.
"Sudah. Ayo kita ke kasir!" ajak Liza sambil berjalan terlebih dahulu. Liza menyerahkan bukunya dan buku yang ada di tangan Alis. Kemudian mereka membayarnya. Setelah transaksi selesai, mereka berjalan keluar toko buku.
"Liza, aku mau ke toilet sebentar ya, kamu tunggu disini saja." Alis menunjuk pada bangku tunggu yang ada di depan mereka, kemudian ia bergegas pergi setelah Liza mengangguk.
Liza duduk di bangku tersebut untuk menunggu Alis. Matanya melihat ke arah sekelilingnya dan tanpa sengaja ia melihat seorang pemuda yang tidak sengaja menabraknya waktu di kafe Alis kemarin.
"Duh gantengnya!" Liza bergumam sambil terus memandang ke arah pemuda tersebut. "Tapi apa yang di lakukannya disini?" gumam Liza bingung dengan keberadaan pemuda tersebut yang duduk tidak jauh dari tempatnya. Pemuda tersebut seperti sedang mengawasi seseorang.
Liza tampak menepuk jidatnya sendiri. " Inikan tempat umum." Liza kembali bergumam dan terkekeh saat mengingat pertanyaannya yang cukup konyol tersebut.
Alis mencolek bahu Liza beberapa kali, ia heran dengan Liza yang tampak terkekeh sendiri. Liza yang sedikit terkejut pun menoleh.
Alis menaikkan kedua alisnya sambil melihat kearah Liza.
"Itu! Pemuda yang disana itu, ganteng sekali Lis." Liza menunjuk pada bangku yang diduduki pemuda tadi tapi tidak ada seorang pun yang berada disana.
"Loh, mana dia?" tanya Liza kebingungan dan berusaha mencari-cari keberadaannya, pandangannya memutar keseluruh area situ. Namun nihil.
Alis ikut mengedarkan pandangannya ke sekeliling mereka. Ia kembali merasa seperti sedang di awasi.
"Pulang yuk!" ajak Liza yang sudah berdiri.
Alis menganggukan kepalanya. Mereka berjalan bersama menuju mobil milik Liza.
💦💦💦
Pemuda itu keluar dari persembunyiannya. Tanpa sengaja ia melihat Alis yang sedang berada ditoko buku, saat ini ia baru saja selesai bertemu dengan kliennya di kafe seberang toko buku. Ia pun mendatangi Alis, bermaksud untuk sekedar melihatnya dari jauh saja selepas selesai pertemuan tadi.
"Anak itu, sejak kapan ia jadi sangat membosankan begitu?" gumam Riyan menatap kepergian mobil Liza.
Riyan bergegas masuk kedalam mobilnya. Ia ingin pulang dan beristirahat. Urusan tentang Alis, biarlah kepercayaannya yang akan mengawasi dan melaporkannya padanya.
Sesampainya di rumahnya, Riyan tampak heran dengan keberadaan sebuah mobil. Namun mobil itu tidaklah asing dimatanya. Ia sudah menduga sebelumnya tentang hal ini.
Bergegas ia masuk ke dalam rumah dan menemukan kedua orang tuanya sedang duduk di ruang tamu. Riyan hanya diam terpaku menatap mereka berdua. Sedangkan ayahnya menatap Riyan dengan tatapan tidak terbaca. Setelah keterdiaman mereka cukup lama, ibunya pun membuka suara untuk mencairkan suasana yang terasa canggung.
"Riyan, apa kabar sayang?" Ibunya merentangkan kedua belah tangannya, meminta untuk di peluk.
Riyan tampak mendesah dan dia berhambur kepelukan ibunya. Dia begitu merindukan ibunya setelah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Bukan tanpa sebab ia tidak mau menemui kedua orang tuanya, namun ia hanya begitu kecewa dengan sikap yang di ambil oleh kedua orang tuanya mengenai adiknya, Alis dimasa lalu. Mereka menghakiminya tanpa melihat kebenarannya terlebih dahulu.
Sementara pak Bastian hanya bungkam sambil memperhatikan anak dan istrinya. Kini ia tahu kebenarannya setelah bertahun-tahun lamanya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. ia tidak mengetahui dimana keberadaan anak bungsunya. Bukan maksudnya berbuat seperti itu kalau tidak ada alasannya. Alasan terbesarnya adalah melindungi anaknya.
Kini semua hanya tinggal penyesalan. Masa lalu juga tidak mungkin untuk di ulang lagi tapi dengan masa lalu mungkin dia bisa memperbaiki kesalahan itu walaupun luka lama putrinya sangat menganga lebar.
Mereka saling melepas rasa rindu dengan haru. Namun kebersamaan mereka hanya sesaat karena perusahaan ayahnya tidak bisa di tinggalkan. Kedua orang tua Riyan pun berpamitan pulang.
💦💦💦
"Angga, ku dengar si Jessica pindah kemari ya?" Nando menatap Al dengan binarnya.
Angga tampak mendesah mendengar pertanyaan Nando. "Iya!" sahutnya. Sebenarnya pikiran Angga sedang berkelana memikirkan keberadaan Alis di rumah sakit tadi namun semua itu berusaha untuk ia singkirkan.
"Kapan?" Nando kembali bertanya dengan penuh semangat.
"Mungkin besok," jawab Angga sambil memperhatikan sekeliling kafe, biasanya dijam-jam seperti ini terlihat Alis sedang bekerja. Namun sekarang ini tidak tampak batang hidungnya. Entah mengapa gadis kaku itu akhir-akhir ini begitu menguasai pikirannya.
"Kamu kenapa sih dari tadi menghela napas melulu?Seperti ada beban yang tertinggal?" tanya Nando. Ia sebenarnya paham dengan keadaan Angga nwmun karena rasa penasarannya, ia akhirnya mengorek informasi tersebut. Ia sudah menunggu Angga bercerita sejak pertama mereka bertemu tadi, namun Angga tampak memendamnya sendiri.
"Sebenarnya ini tentang si gadis kaku. Tadi pagi aku melihatnya di rumah sakit. Tapi bukan itu masalahnya," ucap Angga menerawang kembali pada ekspresi Alis saat di depan UGD tadi. Bukan rasa cemas, bukan rasa gelisah ataupun rasa sedih tapi hanya ada ketenangan yang terlihat dari ekspresi Alis tadi. Aneh!
"Hah!" Nando melongo dibuatnya, ia tampak sangat terkejut mendengar kabar yang disampaikan oleh Angga tersebut. "Siapa?" tanya Nando kemudian untuk memastikan pendengarannya.
"Si Malaikat Penjaga Neraka!"
"Sedang apa dia disana? Bukankah dia tidak punya keluarga. Bahkan semua orang tahu kalau dia itu hidup sendiri," ucap Nando disela keheranannya.
"Bukan itu masalahnya Ndo." Angga menatap kearah Nando dengan harap-harap cemas.
"Lalu apa masalahnya?" tanya Nando lagi.
"Dia bahkan tidak menampakkan raut sedih, luka ataupun gelisah saat berada di depan UGD tadi. Ia seperti orang yang sangat tenang. Padahal ada seseorang yang sedang ditunggunya didalam ruang UGD," ucap Angga menuturkan rasa keheranannya.
"Memangnya kamu tahu kalau dia sedang menunggu seseorang? Bisa sajakan dia sedang jalan-jalan dan tersesat disana," ucap Nando enteng yang langsung mendapat pelototan dari Angga. Ia tampak tidak setuju dengan ucapan Nando tersebut, karena ia melihatnya tadi kalau Alis membawa seseorang didalam bed.
"Dia sedang membawa orang yang terluka."
Sepi. keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.
Nando menatap lekat sahabatnya. Ia tahu bagaimana sebenarnya seorang Angga. Yang bahkan dengan perempuan manapun ia tidak pernah perduli tapi berbeda responnya setelah ia mengenal Alis. Ia seperti orang yang hidup bahkan ada sedikit warnanya selain hitam dan putih. Bahkan ia teramat jahil dan suka mengganggu Alis hanya ingin melihat ekspresi Alis yang berbeda.
Apa mungkin ia sedang jatuh cinta? Nando tampak menduga-duga sesekali ia menatap ke arah Angga yang tampak tenang dengan pandangannya ke arah luar kafe. Pasti bukan, mungkin dia hanya menganggap Alis sebagai hiburannya.
💦💦💦💦💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Toshio Inge
'lead cwo nya sapa ? Riyan angga or Al ?
2021-03-21
0
Wildan Hadinata
jejak thor
2020-06-12
2