"Aku pernah bertemu dengan kakakmu Bianca, namun sekali lagi. Kau sendiri yang harus menemukannya" ujar Robert.
"Tunggu apa yang kalian sembunyikan?" ujar Martin.
"Kakakmu menemui kami sebelum ia menghilang, dia mengatakan jika..." ujar Robert terputus oleh Vanya.
"Robert sudah jam 7, mau berangkat jam berapa?" tanya Vanya mengalihkan pembicaraan.
"Ini aku mau berangkat" Robert lalu pergi.
"Tante" panggil Bianca sambil menarik tangan Vanya ketika akan pergi. "Aku tahu, tante menyembunyikan ini. Ada janji yang terikat, membuat tante mengunci semua kabarnya. Tak apa, aku bisa mengerti"
"Maafkan tante, Bianca" ujar Vanya tak berdaya.
"Kak, kakak yakin?" tanya Martin.
"Sangat, kita tidak bisa memaksanya. Jika dia sudah seperti ini" ujar Bianca melepaskan tangan Vanya.
"Tante akan berangkat ke rumah sakit, semoga berhasil" ujar Vanya.
Vanya pun pergi, dengan wajah yang penuh penyesalan. Karena tidak bisa membantu keponakannya untuk mencari saudaranya.
Bianca sendiri berusaha tenang untuk mengatasi masalahnya. Sebelum bergegas ke sekolahnya, Bianca menelfon Arjun untuk lebih lanjutnya.
"Bagaimana Arjun?" tanya Bianca.
"Kami sudah memperketat penjagaan putri" jawab Arjun.
"Bagus, kirim alamat kerjanya. Nanti jika ada apa-apa segera kabari aku" ujar Bianca.
"Siap putri" ujar Arjun mengakhiri pembicaraan.
Bianca dan Martin bersiap untuk pergi ke acara yang diadakan di sekolahannya.
.
.
.
Di perjalanan.
Bianca merasa gelisah yang menimbulkan pertanyaan untuk Martin.
"Kak, ada apa denganmu? Kenapa gelisah seperti itu?" tanya Martin yang khawatir.
"Kau tahu aku merasa bodoh disini, aku kehilangan kakakku. Menurut kabar dia dalam bahaya, tetapi mengapa dari semua intel yang ada. Tak ada satu pun yang mendapatkan gambarnya. Lalu ada kabar juga sekolahan yang akan kita datangi, akan diserang. Atas dasar apa sampai para musuh menyerang sekolahanku. Ini diluar apa yang ku bayangkan Martin" ujar Bianca dengan penuh kekesalannya.
"Bagaimana jika kita bagi 2 kakak?" ujar Martin.
"Maksudnya?" tanya Bianca.
"Aku akan mengamankan kakak Gabriella, berikan ponselmu. Aku akan mendatangi alamat yang diberikan Arjun, setelah kau sampai disekolah nanti" ujar Martin.
"Aku sangat bertrimakasih memiliki adik sepertimu, jika ada apa-apa segera kabari aku. Dengan telfon nomor Desy yang ada dikontak ponselku" ujar Bianca.
"Baik kakak" ujar Martin.
.
.
.
Sampai disekolah.
Bianca segera masuk, Martin mulai pergi menuju alamat yang dikirim Arjun. Di dalam Bianca datang dengan anggunnya, memakai baju formal. Layaknya orang kantoran.
Bianca berjalan perlahan mendekati teman-temannya. Arka yang terpesona melihat Bianca langsung mendekatinya.
"Bianca kau disini?" ujar Desy yang terkejut.
"Tidak, udah lihat ada disini. Masih tanya lagi" ujar Bella.
"Apaan sih, aku tanya ke Bianca. Nggak kekamu, Bianca aja biasa. Kenapa kamu yang sewot" ujar Desy nampak kesal.
"Sudah, kalian masih sama. Sering bertengkar hanya karna hal kecil" ujar Bianca.
"Hay Bianca... kau terlihat cantik kali ini" puji Arka.
"Hay, kau juga tampan Arka. Apa kabar?" ujar Bianca dengan lembut.
"Baik, kau penuhi janjimu Bianca. Aku sangat senang dengan kehadiranmu" ujar Arka.
"Iya-ya, sudah. Kapan Bianca akan mengobrol denganku kalo ada Arka" ujar Bella dengan betek.
"Ouh, kalo gitu aku akan pergi. Masih ada yang harus aku lakukan, selamat menikmati acaranya" pamit Arka.
"Iya Arka" ujar Bianca.
"Bianca, bagaimana keseharianmu selama ini?" tanya Bella.
"Aku menghabiskan waktuku dengan bersama saudara-saudaraku" ujar Bianca.
"Ya, kau melakukan apa saja dengan saudaramu itu?" tanya Bella.
"Banyak, kadang dia suka mengajakku bermain pedang, kasti, dan lainnya" jawab Bianca.
"Lalu dimana saudarmu? Kau tidak mengajaknya?" tanya Desy.
"Dia akan kesini nanti, bila urusannya sudah selesai" jawab Bianca.
"Bianca, kapan kau akan ajak kami kerumahmu?" tanya Bella.
"Kapan-kapan akan aku ajak kerumah" ujar Bianca.
Tiba-tiba ponsel Desi bergetar, terlihat nomor Bianca yang menelponnya.
"Kau disini Bianca, lalu kenapa kau menelfonku?" tanya Desy.
"Berikan ponselmu padaku" pinta Bianca.
Bianca menjauh dari keramaian, ia mengangkat telfon didepan kamar mandi siswa dekat kantin.
"Ada apa Martin?" tanya Bianca.
"Kak, ini jebakan. Kau harus lebih hati-hati disana. Siapa tahu tempatmulah yang kini jadi incaran" ujar Martin dengan khawatir.
"Bagaimana dengan putri Gabriella?" tanya Bianca.
Pada saat itu bu Intan berada di belakang Bianca, ia tidak mengetahui jika itu Bianca.
Dia mencari putri Gabriella, jangan-jangan dia juga yang akan mengancam nyawanya...batin bu Intan.
"Belum aku temukan" ujar Martin.
"Cari dan temukan dia hidup-hidup" pinta Bianca.
Mendengar hal tersebut bu Intan pun mengingat bentuk tubuh dan pakaian orang yang tak lain adalah Bianca. Kemudian ia pergi.
"Sekarang amankan tempatmu kak, berhati-hatilah. Aku akan segera kesana" ujar Martin dengan khawatir.
"Memang ada apa Martin?" tanya Bianca.
Belum sampai di jawab, Martin sudah memutuskan telfonnya.
Pasti akan ada masalah besar disini, aku harus waspada...gumam Bianca.
Kemudian Bianca kembali dikerumunan bersama teman-temannya. Bima juga mendekatinya, berusaha mengajak Bianca bernyanyi dengannya. Namun Bianca menolak, Bima pun terfikir untuk menyanyikan lagu. Lagu yang bisa membuat Bianca terkesan padanya.
Tak lama setelah Bima pergi, Arka mendatanginya.
"Bagaimana acara ini?" tanya Arka.
"Bagus, sekolahan ini juga sudah lebih bagus di bandingkan awal aku kemari" ujar Bianca yang tampak kagum.
"Ya, setelah kau pergi. Sekolahan ini mendapat respon dari kerajaan, mendapat banyak kiriman dana. Untuk merenovasi sekolahan ini" ujar Arka.
"Benarkah, aku sangat senang mendengarnya" ujar Bianca.
"Bianca, aku ingin mengatakan sesuatu" ujar Arka sedikit gugup.
"Apa Arka? dan Kenapa kau tampak gugup seperti ini?" tanya Bianca.
"Tidak apa, mungkin karena perkataanku nanti agak sensitif. Makannya aku jadi seperti ini" ujar Arka semakin gugup.
"Katakan Arka yang ingin kau katakan, jangan buat aku menunggu" ujar Bianca.
Saat itu bu Intan sedang berjalan dari arah belakang Bianca. Dengan tatapan tajam bu Intan berjalan perlahan, sambil membawa pisau ditangannya.
"Bianca, sepertinya bu Intan akan mendatangimu" ujar Arka.
"Biarkan saja, mungkin dia hanya ingin ikut bergabung" ujar Bianca tanpa menoleh kearah bu Intan.
Ketika jarak tinggal satu langkah mendekati Bianca. Bu Intan pun melangkahkan kakinya sembari menusuk keras pisau yang ia bawa. Pada bagian punggungnya sampai menembus bagian depan perutnya. Lalu bu Intan menarik pisau yang tertancap dalam, dengan mendorong Bianca ke pelukan Arka.
"Aaarrggh...." rintihan Bianca yang kemudian terjatuh kepelukan Arka.
"Bianca!!!" teriak Desy dan Bella yang melihatnya.
Bu Intan yang baru tahu jika itu Bianca pun terkejut. Tangannya gemetar dan tak tahu harus berbuat apa. Bima mengetahui hal tersebut langsung mendatanginya.
Disisi lain Arka membaringkan badan Bianca yang mulai lemas dipangkuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments