Tak berapa lama, ada seseorang yang mengetuk pintu ruang pak Rendra.
"Masuk" ujar Rendra.
"Anda memanggil saya, pak?" tanya bu Leny.
"Ya, tolong antar dia melihat-lihat sekolah ini" pinta Rendra.
"Bianca? kamu disini?" tanya bu Leny terkejut.
"Iya bu"
"Baik pak, akan saya antar" ujar bu Leny.
Bu Leny mengantar Bianca dan Martin melihat-lihat sekolah. Sembari berjalan bu Leny turut berbincang-bincang dengan Bianca.
"Apa kabar kamu? saya sampe kangen lo, biasanya ketemu. Ini udah lama gak ketemu" ujar bu Leny.
"Baik bu, kalau boleh tahu. Bagaimana keadaan bu Intan?" tanya Bianca.
"Dia baik juga, hanya sekarang agak murung saja" ujar bu Leny.
"Yak ampun, masa gara-gara kak Bianca keluar aja. Perubahannya sampai segitunya" heran Martin.
"Martin, jangan seperti itu. Kita disini hanya mengamati saja" ujar Bianca.
"Kamu kemana saja selama ini Bianca?" tanya bu Leny
"Dirumah" jawab Martin.
"Kamu ini adik kandungnya?" tanya bu Leny.
Martin terdiam, pertanyaan bu Leny membuatnya ingat akan hal-hal yang baru menimpa Bianca.
"Ya bu" jawab Bianca.
Dalam perbincangan mereka, tiba-tiba ada pesan masuk di ponsel Bianca.
Paman Khan
Putri, saya baru mendapat informasi. Jika esok para intel suruhannya Burhan akan menyerang sekolahan putri dulu.
"Ada apa kak?" tanya Martin yang mengejutkan Bianca.
"Tidak apa, maaf bu. Saya mau telfon paman dulu" izin Bianca yang kemudian pergi.
Paman siapa yang dia maksud? Mengapa aku merasa jika ada yang disembunyikan...gumam Martin.
"Kau bicara apa Martin?" tanya bu Leny.
"Tidak bu, cuma saya merasa jika kak Bianca tak pernah seserius itu" jawab Martin.
"Mungkin saja itu perasaanmu Martin, sudahlah. Jangan kau anggap terlalu serius" ujar bu Leny.
"Iya bu" ujar Martin.
Tak berapa lama mereka melanjutkan perjalanan melihat-lihat sekolahan. Bu Leny berjalan lebih cepat didepan Bianca dan Martin.
"Ada apa kak?" tanya Martin.
"Ada kabar mengenai kakak" jawab Bianca.
"Lalu?"
"Dalam bahaya"
"Bahayanya?"
"Intel paman Burhan sudah mengincarnya lebih dulu"
"Bagaimana ini kak?"
"Tunggu!" teriak Bianca.
"Ada apa Bianca?" tanya bu Leny.
Tanpa berbicara apapun Bianca lari menuju ruang guru yang berada di lantai 2. Martin dan bu Leny ikut berlari mengejar Bianca.
Di tangga dekat ruang guru, Bianca melihat bu Intan sedang berjalan sambil memainkan ponsel. Bianca kemudian mendorong tubuh bu Intan ketangga. Ketika badan bu Intan mulai tidak seimbang dan akan jatuh, Bianca menarik tangan bu Intan.
Hal tersebut membuat bu Intan marah, sebab mengetahui Biancalah yang mendorongnya.
"Bianca, apa maksudmu?" tanya bu Intan dengan kesal.
"Aku hanya memberi gambaran jika anda terlalu fokus dengan ponsel. Maka ini yang mungkin terjadi, kali ini hanya ponsel anda yang rusak. Tapi tidak tahu kalo lain waktu" ujar halus Bianca.
"Kau bisa memperingati saja bukan, atau mungkin kau sengaja ingin mencari perhatianku" ujar bu Intan.
"Tidak bu, untuk apa saya mencari perhatian. Memperingati jika anda tetap terjatuh, kemudian keguguran. Ya maka percuma saja" ujar Bianca.
"Bianca!!!" bentak bu Intan "Kau ingin aku keguguran, kau sepertinya tidak suka melihatku bahagia, kesalahan apa yang ku lakukan sampai kau seperti ini" ujar bu Intan dengan emosi.
"Rendahkan suaramu!" bentak Martin ke bu Intan. "Braninya kau memarahi kakakku, seandainya aku tahu jika anda akan membalas seperti. Atas semua yang telah dilakukan kakaku, aku akan membiarkan anda jatuh" ujar Martin yang ikut terpancing emosi.
"Martin, yang sopan" tegur Bianca.
"Memang siapa kalian, perlukah saya sambut layaknya seorang putri kerajaan. Dan saya juga gak minta pertolonganmu, pergilah aku gak butuh bantuanmu" ujar bu Intan dengan angkuhnya.
"Tuh kak, seharusnya kakak tadi tidak usah membantunya" oceh Martin.
"Sudahlah Martin, jangan dilanjutkan lagi" ujar Bianca yang kemudian mengajak Martin pergi.
"Dek, dia hanya membantumu" ujar bu Leny.
"Membantu katamu? dia itu hampir membuatku celaka" tegas bu Intan.
"Serahmu dek, debat denganmu itu tidak ada gunanya" ujar bu Leny.
Di rumah tante Vanya.
Bianca mengundang kepala intel kepercayaan panglima Khan. Mereka pun membicarakan hal yang penting.
"Bagaimana informasi selanjutnya?" tanya Bianca dengan serius.
"Saya menemukan informasi, jika putri Gabriella sering mengalami pertengkaran dengan suaminya" ujar Arjun kepala intel.
"Yang lain?" tanya Martin.
"Nyawanya terancam, menurut kabar putri akan diserang ditempat kerjanya yang sedang mengadakan acara" jawab Arjun.
"Amankan tempat kerjanya, kabari aku bila nanti ada apa-apa" ujar Bianca.
"Kak apa kau tidak mendatangi tempat kerja kakakmu itu? Takutnya jika terjadi yang tidak di inginkan" tanya Martin.
"Kakak memiliki perisai dibadannya, sama sepertiku. Jadi kamu jangan khawatir, pasti aman" ujar Bianca.
"Esok akan saya perketat keamanan putri Gabriella" ujar Arjun.
"Pastikan kakakku baik-baik saja, namun jangan sampai menimbulkan kecurigaan" pinta Bianca.
"Baik putri" ujar Arjun.
Bianca gelisah akan keadaan kakaknya, disisi lain.
****************************************
Rumah Intan
Bu Intan sedang menunggu kedatangan suaminya. Sudah sampai larut malam, namun Rangga belum kunjung pulang.
Hingga pukul 3 dini hari, Rangga baru pulang dengan keadaan babak belur. Intan panik dan langsung mengobati suaminya.
"Kok bisa seperti ini sih mas, kamu kenapa?" tanya bu Intan dengan panik.
"Sudah diam kamu, obati saja dengan benar" ujar Rangga dengan kesal.
"Mas, dimana mobilku. Sepertinya aku tidak mendengar suara mobil waktu kamu pulang" celetuk bu Intan.
"Aku jual" ujar Rangga.
"Kok dijual sih mas, kenapa gak mobilmu saja? Kenapa malah mobilku yang dijual?" tanya bu Intan dengan emosi.
"Dengar! ini semua gara-gara kamu. Andai kamu tetap menjadi orang kaya, aku tidak mungkin terlilit hutang banyak seperti ini" bentak Rangga, sambil menjambak rambut Intan.
"Aw... sakit mas" rintih bu Intan.
Rangga pun melepaskan jambakannya, lalu pergi kekamar. Intan sedih slalu mendapat penyiksaat dari suaminya. Namun ia juga tak mampu untuk lepas, karena sedang mangandung.
Mungkin ini akibat aku dulu membantah kata ayah, seperti ini jadinya. Maafkan aku ayah...gumam Intan.
"Hanya Faradilla yang mampu membebaskan aku, aku harus mencarinya" ujar Intan.
.
.
.
Paginya.
Ketika akan berangkat ke sekolah Intan meminta Rangga untuk mengantarnya, namun Rangga dengan emosi menolak permintaan Intan.
"Terus aku berangkat naik apa mas?" tanya Intan.
"Itu urusanmu, bukan urusanku" ujar Rangga tidak perduli.
Intan hanya meratapi nasibnya saja, ia pun berangkat dengan kendaraan umum.
Di perjalanan Intan terus berwaspada akan keadaan sekitar. Karena akhir-akhir ini Intan merasa jika ada yang mengintai keberadaannya.
Disisi lain...
****************************************
Bianca, Martin, tante Vanya dan om Robert sedang makan bersama. Vanya menanyakan perkembangan misi Bianca.
"Bagaimana sudah kamu temukan?" tanya Vanya.
"Sudah, namun aku belum tahu wajahnya" ujar Bianca.
"Lalu kamu kenapa diam saja Martin" tanya Robert.
"Tidak paman, aku hanya takut. Jika kak Fara sudah bertemu dengan kak Gabriel, nanti aku akan terlupakan" ujar Martin.
"Tidaklah Martin, aku akan tetap menjadi kakakmu. Sampai apapun yang terjadi" ujar lembut Bianca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments