"Aku mohon buka... lepaskan aku dari sini, biarkan aku pergi" gumamnya berulang-ulang.
Tangannya yang sudah tak mempunyai tenaga untuk menggedor atau mengetuk, kini hanya bergerak pelan mengelus daun pintu. Tubuhnya juga tak lagi memiliki keinginan untuk bergerak.
Hanya bisikkan merintih yang kadang masih terdengar darinya, bisikan yang hanya akan di dengar oleh angin.
Tanpa ada jawaban.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
"You look great" kata Oscar sambil mencium pipiku sekilas.
Kami sudah 2 minggu ini tidak bertemu.
Setelah hampir dua bulan lebih mondar-mandir antara London dan New York, akhirnya dia menyerah dan memilih untuk tinggal disana selama 2 minggu. Tapi sekarang sudah selesai katanya beberapa hari yang lalu.
Kau mungkin mengira jika setelah perjalanan bisnis 2 minggu, Oscar akan pulang kerumah dan istirahat beberapa hari.
Tapi tidak!!
Bahkan sebelum pulang kerumah dia sudah ke kantor. Jadilah untuk sekedar bertemu dengannya setelah dua minggu, aku harus mengajaknya makan siang bersama di ruanganku. Dia menolak ketika aku ajak untuk makan di luar, buang-buang waktu katanya.
Dasar workaholic!
"Kau memesan makanan apa?" tanyanya pada Jovi, yang baru masuk keruangan.
"Thai food, Mr. Delmora" jawab Jovi dengan sopan.
Aku masih kagum dengan kemampuan Jovi dalam hal ini, bagaimana dia bisa dengan mudahnya bergantian bersikap resmi kepada Oscar, dan bersikap santai terhadapku.
"Bagus-- aku sedang ingin makan banyak seafood. Aku bosan dengan steak" sahut Oscar sambil menguap karena penat.
"Ck.. kau seharusnya beristirahat dan pulang dulu ke rumah" Wajah letihnya, benar-benar menyedihkan.
Oscar hanya mengibaskan tangan, seolah mengatakan, jika aku tidak perlu khawatir. Dia kemudian merebahkan diri di sofa tempat duduknya, dan tanpa menunggu lama, nafasnya mulai teratur. Aku hanya bisa menggelengkan kepala ketika melihatnya.
Salah satu keunggulan Oscar yang lain adalah, dia akan sangat mudah tertidur jika sudah sangat lelah. Asalkan dia dalam posisi terbaring, maka tidak perlu hitungan sampai sepuluh, dia akan tertidur nyenyak.
Hampir mirip denganku, tapi ada perbedaan. Jika pikiranku dalam keadaan galau, bisa dipastikan aku akan membutuhkan banyak ritual dan lamunan sebelum tidur, tapi jika dalam keadaan tenang dan lega, aku kurang lebih akan sama dengan Oscar, tertidur begitu menyentuh bantal.
Tapi dengan keadaan benakku yang aneh akhir-akhir ini, aku hampir tidak pernah melewatkan malam tanpa lamunan gelisah.
Aku beranjak dari kursi dan berjalan keluar menuju kamar mandi.
"Kau akan makan bersama kami kan?" tanyaku pada Jovi. "Eh.. tapi.." Dia berhenti menjawab dan tatapan matanya jatuh ke arah Oscar yang sudah mendengkur pelan. Dia pasti sangat lelah.
"Tidak apa" sahutku.
Kurasa Oscar juga tidak akan keberatan. Sikapnya terhadap Jovi juga sudah mulai santai -- dia bahkan bisa dengan nyamannya tidur ketika Jovi masih ada di situ--, tidak dingin seperti kepada wanita lain. Mungkin karena Jovi dan aku akrab, tidak mungkin dia akan selalu bersikap kaku dan dingin kepada Jovi.
\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~
Kembali dari kamar mandi, aku lihat makanan pesanan kami sudah datang, Oscar juga sudah bangun dan duduk sambil mengacak-acak rambut untuk mengusir kantuk. Sementara Jovi sedang berdiri dengan sikap canggung dan muka agak sedikit memerah.
"Kau kenapa?" tanyaku pada Jovi yang langsung dijawab dengan gelengan kepala yang menurutku agak terlalu bersemangat.
Aku mengerutkan dahi, tidak percaya dengan alasan itu. Ketika aku ingin bertanya lagi, Oscar sudah memotong.
"Ayo kita makan, aku ada meeting 1,5 jam lagi" katanya sambil melirik jam tangannya.
"Kau gila!!" ujarku.
"Jelas-jelas kau sedang lelah dan jetlag" Wajahnya tidak terlihat lebih baik dari sebelum dia tidur tadi. Tetap tampan memang, walaupun dengan lingkaran hitam di mata, tapi wajah lelah bukan pemandangan yang enak di lihat.
"Bukan masalah besar, Lui. Aku akan pulang bersamamu dan tidur lama di rumah nanti, Toni sudah mengosongkan jadwalku sampai besok" Toni adalah sekretarisnya.
"Dia seharusnya mengosongkan jadwal selama tiga hari hari kedepan, agar kau bisa istirahat. Bukan hanya sampai besok" sungutku kesal.
Aku kemudian duduk di hadapannya dan meraih makanan. Aku lihat Jovi tetap berdiri dengan canggung di dekat pintu.
"Duduklah dan makan" kata Oscar, seolah membaca pikiranku.
"Bbbaik Mr. Delmora" katanya agak tergagap sambil berjalan dan duduk di sebelahku. Ada apa dengannya?
"Bagaimana hubunganmu dengan Zeno?" tanya Oscar, tiba-tiba menanyakan hal yang tidak ingin aku pikirkan.
Terus terang saja aku tidak tahu harus menjawab apa. Dalam waktu dua bulan lebih ini, aku dan Zeno sudah sekitar 3 kali berkencan -- tidak mungkin dilakukan terlalu sering, dia aktor yang sibuk--.
Kami menonton drama musical, piknik bersama di taman, bahkan kami pergi ke museum -- walaupun kami berdua sama-sama payah dalam soal seni-- hanya untuk menghindari terik matahari --\,--.
Dan semuanya sempurna serta menyenangkan. Aku bahkan sudah bisa membiarkannya menggandeng tanganku saat berjalan. Sulit memang, karena aku masih harus berperang dengan keinginan untuk selalu menepisnya.
Masih dengan kebingungan yang sama. Apa yang sebenarnya aku inginkan? Bukankah aku menyukainya? Jantungku tetap merasa seakan ingin melompat dari wadahnya setiap dia memandangku dengan mata hijaunya.
Tapi----entah kenapa setiap perhatian dan pujian yang aku terima darinya, tetap membuatku merasa seperti penjahat yang tertangkap basah.
Di sisi lain, aku juga sangat menikmati perhatian-perhatian kecilnya padaku. Dia sering mengirim pesan-pesan kecil hanya sekedar bertanya apa menu makan malamku, selamat pagi, selamat tidur dll.
Ohh---- betapa inginnya aku menerima semua perhatiannya dengan hati ringan dan berbunga-bunga. Bukan dengan hati yang semakin lama semakin berat.
"Kami baik-baik saja" jawabku setelah terdiam beberapa saat.
"Are you couple now?" tanya Oscar lagi.
"I won't answer that, karena itu bukan urusanmu"
Mungkin sedikit kasar, tapi aku sungguh tidak ingin membahas hal itu dengan Oscar, tidak sekarang.
Getaran dari ponselku memutus entah apa balasan yang akan dikatakan oleh Oscar. Aku melihat nomor yang muncul di layar ponsel, ternyata tidak tertera disana, karena telah di private.
"Hello?"
"Bee?.." suara serak dan berat lebih mirip gumaman, menyahut dari sana.
"Siapa ini?.. maaf tapi aku tidak dapat mendengarmu dengan jelas. Hello?"
"Honey Bee?" Kata suara itu lagi.
"Anda mencari Honey Bee? Saya rasa anda salah sambung Mr. Tidak ada siapapun yang bernama Honey Bee di sini" lanjutku.
Siapa pula Honey Bee? batinku. Aku tidak punya kenalan yang akan memanggilku Honey Bee. Sebutan itu sedikit berlebihan.
Tutt..tuttt..tutt!!!!.
Dia memutuskan sambungannya begitu saja.
Dasar tidak sopan!! Tak bisakah dia meminta maaf, setelah mengganggu makan siang orang lain.
"Salah sambung?" tanya Jovi. "Iya, dia juga tidak meminta maaf karenanya" gerutuku.
Aku menatap Oscar yang telah berhenti makan, dan kemudian menyadari bahwa raut mukanya telah berubah menjadi pucat pasi dan matanya melebar.
"Ada apa?" tanyaku khawatir, dia terlihat seperti akan terkena serangan jantung.
"Apa kau sakit? Oscar!!" Aku menaikkan volume suara, karena dari tadi Oscar tetap mematung, sama sekali tidak merespon.
Akhirnya aku berhasil menarik perhatian Oscar, setelah aku mengelus tangannya. Dia mengejapkan matanya berkali-kali.
"Aku harus pergi" Oscar bangkit hendak menuju pintu, meninggalkan makanannya, yang belum sampai berkurang separuh.
"Tunggu dulu" cegahku sambil menahan tangannya agar tetap duduk.
"Kau seperti habis melihat hantu Oscar, wajahmu pucat sekali, dan kau bahkan belum selesai makan" kataku.
Dia tidak terlihat baik-baik saja.
Sebuah senyum terpaksa terbentuk di bibirnya. "Aku baik-baik saja, jangan khawatir oke? Tapi aku benar-benar harus pergi"
Dielusnya rambut di puncak kepalaku, kemudian dia melepaskan genggaman tanganku dan bergerak pergi meninggalkan ruangan.
Dia pasti tidak sehat, belum pernah aku melihat wajahnya berwarna sepucat itu. "Kurasa dia agak kurang sehat" Kata Jovi menyuarakan benakku dengan tepat.
"Aku akan membawanya pulang nanti sore, walaupun itu berarti aku akan menyeretnya keluar dari kantor " tekadku.
Jovi terkekeh geli mendengarnya. "Oh.. aku ingin sekali melihat ketika itu terjadi, pasti akan seru" ,
"Kau akan berkencan lagi dengan Zeno hari sabtu ini?" tanya Jovi.
"Ya..." jawabku sambil menghembuskan nafas panjang.
"Kau tak terlihat bahagia--- apakah tidak sebaiknya kau berhenti menerima ajakannya ?" .
"Aku tidak bisa" jawabku dengan merana.
"Dia sudah bersikap sangat manis padaku". Aku meredam emosi yang siap meledak dengan menutup wajahku dengan kedua tanganku.
"Kau tidak boleh menerima ajakan kencannya hanya karena kau merasa kasihan padanya Lui, itu kejam untuknya" kata Jovi dengan nada tegas.
"Aku tahu itu, tapi sebagian diriku juga ingin bertemu dengannya Jovi, aku rindu mata hijau itu. Tetapi ketika bertemu dengannya, aku selalu merasa jika aku telah membuat keputusan yang salah" kataku, nyaris berbisik.
"Kau.---- sungguh membuatku bingung Lui, kau ingin bertemu dengannya, tetapi setelah bertemu dengannya kau malah merasa kalau itu salah?" dia mengangkat kedua alisnya dengan heran.
"Ya, itulah yang terjadi"
"Ya Tuhan... You have one amazingly twisted mind, aku tidak tahu lagi harus mengatakan apa padamu" Ada nada putus asa dalam suaranya.
"Tak perlu, aku tidak apa-apa" ujarku. Apa hakku membawanya larut dalam kebingungan? Aku sudah sangat bersyukur ada orang yang mau mendengarkan ocehan tidak masuk akal tadi.
Akhirnya sambil mengedikkan badannya, Jovi berjalan keluar dari ruangan, membawa sampah bekas makan siang kami.
Aku harap setumpuk proposal baru yang diantar Jovi sebelum makan siang, akan sanggup membuatku teralih dari pikiran yang tidak menyenangkan.
Well.. ada 12 proposal baru hari ini. Lebih baik aku memeriksanya sekarang jika aku ingin membawa Oscar pulang cepat nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Suwastinah Gamit
hhmm,, kyx honey bee itu adalah panggilan syg untuk lui dr pacarnya dulu,, lui gk ingat krn pnykitnya,,
2020-07-26
2
Melia Suatan
spt jadi ikutan amnesia, menarik
2020-07-07
1
Olip 🐿️
tambah penasaran.....
2020-06-08
1