Bosan..Aku sangat bosan!!!.
Dua minggu terakhir ini, kegiatanku hanya berkisar antara rumah sakit dan rumah. Dr. Alva memeriksa dan memberikan terapi apalah itu --yang bahkan aku tak mau repot - repot mengingat namanya karena rumit sekali --sehingga aku harus bolak balik ke rumah sakit.
Selama terapi berlangsung, aku selalu dalam keadaan terbius, karena itu aku juga tak tahu, bentuk terapi apa yang aku terima.
Dan sesuai dengan janjinya, semua hasil diagnosa juga dijelaskan padaku dan Oscar secara bersamaan.
Menurut dokter, ingatanku hilang kemungkinan besar karena beberapa syaraf ingatanku terganggu oleh adanya gumpalan darah itu,
Ingatanku sangat random. Aku lupa sama sekali tentang apa yang terjadi selama sebulan kebelakang, tapi aku ingat dengan baik, hari saat dinner dengan Oscar dan Charlie. Ingatanku kembali absen untuk hari sebelumnya.
Analoginya, otakku seperti jaringan pipa yang tersumbat. Bagian yang tersumbat itulah yang terlupakan, sementara bagian lain masih mengalirkan ingatan dengan lancar.
Yang pasti, aku masih belum mengerti bagaimana aku bisa melupakan Dr. Alva secara sempurna, tak satupun hal yang aku ingat tentangnya.
Dan lebih parahnya, dia juga tak tahu bagaimana itu bisa terjadi.
Mengutip penjelasannya kemarin 'Syaraf otak dan ingatan manusia tak seperti ilmu kedokteran lain yang telah pasti. Masih banyak misteri dalam otak manusia yang bahkan belum terpecahkan oleh science and medic yang ada saat ini'
Well.. If you said so. Aku sudah pasti tak ingin mendebatnya.
Hari ini, adalah hari terakhir terapi di rumah sakit. Memikirkan apa yang akan aku lakukan besok benar- benar membuatku bosan.
"Benarkah aku tidak bekerja setelah aku berhenti balet?" tanyaku pada Charlie yang sedang berbicara dengan sopir keluargaku, Alex --aku juga ingat tentang dia, bahkan aku masih ingat nama kedua anaknya dan berapa umur mereka ck...ck--
"Apa...? Ya, tentu saja sayang. Kau tidak bekerja dan hanya di rumah" kata Charlie sambil terus menatap jalan raya di depan mobil yang berlalu lintas padat. "Melakukan apa di rumah?" tanyaku lagi.
"Well you know..berbelanja, jalan-jalan, ke salon..".
"Sendiri??" sergahku, tak habis pikir. Aku tidak suka berbelanja apa lagi ke salon, aku tahu itu dengan pasti.
"Tentu saja tidak!!, bersamaku" jawab Charlie. "Ada apa ini? Kenapa kau menanyakan hal ini lagi? Dr. Alva melarangmu untuk memikirkan hal-hal yang memang telah kau lupakan bukan?" tanyanya sambil menoleh ke kursi belakang.
"Aku hanya bosan, aku tak habis pikir, bagaimana aku bisa melewati hari tanpa punya pekerjaan"
Seperti bukan aku, tambahku dalam hati.
"Hmm.. Bagaimana kalau kau meminta pekerjaan pada Oscar? " kata Charlie setelah sekian lama terdiam.
"Di Delmor Corp punya Dad? Aku tak suka pekerjaan kantoran" sahutku.
Membayangkan aku harus berkutat dengan angka penjualan dan akuntansi membuatku bergidik. Aku sama sekali tidak berbakat akuntansi.
Nilai akutansi selama aku sekolah, tidak pernah jauh dari angka 3 dan 5 --ha..ha bahkan aku ingat memory memalukan ini. Ayolah otak..kau seharusnya menyumbatnya juga--
"Kita akan membicarakannya lagi dengan Oscar nanti ya, jangan dipikirkan OK?" Kata Charlie.
Helooooo... Kalo semua tak kupikirkan, jadi apa isi otakku???
Hanya karena rasa sayangku kepada Charlie yang luar biasa, yang akhirnya membuatku menelan kembali kata-kata barusan. Aku tak ingin menambah kekhawatirannya.
"Aku akan memasak makanan kesukaanmu untuk makan malam nanti, cerialah sedikit"
Kedua jempolku mengudara untuk menjawabnya, Aku sudah malas berdebat.
Aku kembali memandang keluar jendela mobil.
Perasaan entah apa yang selama dua minggu terakhir telah menghantuiku, kembali datang. Aku merasa benar-benar telah melupakan sesuatu yang penting.
Semua ingatan itu penting Lui, batinku, mengulangi ucapan dr. Alva. Tapi rasa hampa dan kosong yang kurasakan sangat nyata. seolah aku memandang lubang hitam tanpa ujung.
Belum lagi rasa sakit yang amat sangat , entah karena apa membuatku sangat ingin menangis. Ini ironis sekali, aku tak boleh menangis agar tetap sadar, tapi sekarang aku ingin menangisi sesuatu yang tidak aku ingat lagi.
Hahhh!!!!!
Bersusah payah aku menahan air mata. Aku tidak menceritakan tentang hal ini kepada siapa pun. Oscar dan Charlie sudah cukup khawatir dengan keadaanku.
Dr. Alva? dia hanya akan menyuruhku melupakannya.
Tapi tak akan semudah itu Dok! Karena sebagian diriku merasa, bahwa aku akan benar-benar hancur jika melupakannya.
\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~
Sampai di rumah aku memilih untuk menonton tv --membosankan memang. But I'll give it a chance-- di kamarku. Jika ingatanku tentang hal ini benar, aku sangat jarang menonton TV.
Dan... Aku menyesalinya hanya dalam waktu 5 menit.
Separuh dari stasiun tv yang ada, entah kenapa sedang menayangkan berita selebriti --Yang isinya gosip kehidupan artis dll -- dan luar biasanya sedang membahas hal yang sama. Penyanyi entah siapa nama nya --like I care-- hilang di laut karena badai.
Yeahh.. Mereka menayangkan berganti-ganti bagaimana sedihnya para fans dan teman-teman penyanyi itu karena kehilangan. Tangisan dan tak lupa musik yang menyedihkan menjadi BGM yang sempurna untuk tayangan itu.
Huhh.. Sudah cukup tangisan dan masalah dalam hidupku, tak perlu lagi tambahan dari yang lain.
Setelah gumpalan sial itu, aku benar-benar menghindari tontonan yang berpotensi mendatangkan air mata. Konyol sekali kalau tiba-tiba aku pingsan karena menonton drama. Dan aku tahu kelemahanku yang ini. Aku gampang sekali menangis karena drama.
Bosan memencet remote tv, aku menyerah dan berhenti di channel Animal Planet.
Aku menontonnya dan memutuskan itu adalah acara yang lumayan. Aku selalu menyukai binatang, terutama harimau dan kucing. Kebetulan acara itu sedang membahas kehidupan panther. Tapi sayangnya acara itu ternyata sudah hampir berakhir. Dengan kesal aku memencet tombol power ketika credit title telah tampil di layar.
Aku memang tidak berjodoh dengan TV hari ini. Satu acara yang aku nikmati dan itu telah berakhir.
Aku akan mencoba untuk membaca! putusku dengan segera.
Rasa bosanku sudah mencapai tingkat paling maksimal sekarang. Membaca adalah kegiatan yang paling aku hindari, karena aku sadar sekali, otakku kurang imajinatif.
Kemampuanku menerjemahkan imajinasi penulis sangat kurang, akibatnya aku tak bisa menikmati membaca novel seperti Oscar.
Aku turun ke ruang baca di lantai satu. Ruangan ini adalah tempat favorit Oscar di rumah ini. Dulu dia sering menghabiskan banyak waktu di sini jika sekolah libur, tapi karena kesibukannya, sekarang ruangan ini sudah lama tak tersentuh.
Aku mengenali deretan buku baru yang biasanya selalu bertambah hampir setiap minggu. Tapi melihat dari jumlahnya yang tidak bertambah dari terakhir aku melihatnya-- yaitu sekitar 2 bulan yang lalu-- itu berarti Oscar sangat sibuk sehingga tak punya watu untuk membaca.
HaHh....!!!
Otakku yang istimewa ini, tak bisa mengingat kejadian sekitar 2 minggu yang lalu, tapi bisa mengingat dengan detail buku apa yang di letakkan Oscar disini sekitar 2 bulan yang lalu....lucu sekali.
Luar biasaaaaa!!! batinku dengan jengkel.
Sudahlah Lui, tak ada gunanya kau mengutuk!!
Aku menenangkan diri sebelum rasa jengkelku berubah menjadi emosi yang berlebihan.
Setelah mengambil novel dan mencari posisi yang nyaman akupun mulai membaca.
Dan seperti biasa otakku menolak untuk bekerjasama menerjemahkan apapun yang diinginkan penulisnya. Tak lama kemudian, mataku tak fokus lagi pada halaman buku dan pikiranku melayang bebas menuju lamunan.
Yahh.. Dua minggu ini dengan banyak nya waktu luang yang aku punya untuk melamun, aku berhasil menemukan titik pasti dimana memoriku mulai berkabut.
Sesaat setelah aku berhenti balet!!
Aku bisa mengingat semua jalur kehidupanku dengan baik sebelum titik itu.
Tempat aku sekolah, --Royal Ballet School di New York-- apa dan dengan siapa saja pementasan yang sudah kulakukan, kecelakaan pesawat itu, bangun di rumah sakit dengan badan terasa seperti mumi.
Tangisan Mom dan Charlie saat melihatku bangun, kemudian ketika dokter memutuskan aku harus berhenti balet, My late Mom, Charlie dan Oscar melakukan bermacam cara untuk menghiburku. Salah satunya adalah dengan mengajakku liburan ke Perancis. Semua ingatan tentang hal itu sangat sempurna.
And that's it!!!!
Setelah itu memoriku benar benar kacau.
Aku bahkan tak ingat bagaimana perjalanan ke Perancis itu akhirnya. Aku melupakan dengan total kejadian beberapa bulan setelahnya, ingatanku kosong selama 6 bulan lebih, kemudian ingatanku melompat pada saat Oscar memberitahu bahwa Mom tertembak dan akhirnya meninggal.
Tentu saja hal itu terlalu berat untukku karena itu aku pingsan dan koma selama setahun.
Aku ingat ini, tapi aku sama sekali tidak mempunyai memori bagaimana aku bangun dan akhirnya melewati masa-masa berat -- terapi otot, fisik dll, karena percayalah, tidur selama setahun akan membuat tubuhmu hampir lumpuh-- setelah koma itu.
Semakin banyak jeda dan lubang pafa memoriku pada titik ini. Sangat sedikit ingatanku yang tersisa, bahkan tak cukup untuk merangkainya menjadi cerita.
Potongan ingatan itu menurutku, adalah tempat-tempat yang telah aku kunjungi.
Bukit di tepi pantai entah di mana, padang bunga lavender, hutan lebat yang juga tak tahu dimana, bahkan pantai berpasir putih yang sangat indah.
Potongan-potongan itu meninggalkan sesuatu kesan yang membuatku ingin selalu mengingatnya.
Dokter Alva telah melarangku untuk memikirkan soal memori-memori itu, tapi ada rasa hangat menentramkan yang menyelimutiku ketika aku mencoba mengingatnya, seolah kabut yang mengaburkan memoriku hilang tersapu sinar matahari.
Hangat...
Tapi entah kenapa kehangatan itu malah kadang membuatku sedih dan kosong. Hampa karena aku sama sekali tak tahu asal dan bagaimana kehangatan itu ada.
Aku ingin menghentikan aliran memori berkabut ini. Tapi disaat bersamaan, aku juga ingin terus merengkuhnya erat, walaupun menyakitkan, aku enggan melepaskannya.
"Ini akan benar-benar membuatku gila" gumamku akhirnya membanting novel tak bersalah itu ke meja di sebelahku.
"Jelek ya bukunya?"
"Aaaaghh" teriakku kaget. "Oscar, jangan suka berjalan seperti hantu tanpa suara seperti itu" teriakku lagi.
"Aku tidak mencoba berjalan seperti hantu, kau saja yang terlalu tenggelam dalam buku itu" kata Oscar sambil berjalan dan memungut buku yang aku banting tadi kemudian mengembalikan ke tempatnya.
"Mengapa kau sudah pulang? Biasanya kau tak pernah di rumah sebelum pukul 9." tanyaku sambil menariknya duduk di sebelahku.
Aku tidak meralat ucapannya, yang menganggap aku tadi sedang membaca, bukan melamun.
"Karena kata Charlie kau sedang bosan" Jawabnya, sambil menatapku dengan lembut.
Aku pun tersenyum lebar mendengarnya. "You're the best, brother" Aku bergeser agak menjauh kemudian meletakkan kepalaku di pahanya.
Kakakku dan aku memang sangat dekat. We only have each other.
Mom and Dad memang tak pernah membuat kami merasa terlantar.
Tapi dengan pekerjaan Mom yang seorang penari balet --lumayan ternama-- dan Dad yang merupakan CEO perusahaan yang lumayan besar, waktu mereka untuk kami tentu saja sangat terbatas. Masa kecilku sampai remaja, aku habiskan bersama kakakku dan tentu saja Charlie
Hubungan kami agak mulai berjarak ketika kami mulai dewasa, bukan keinginanku tentu saja.
Selain karena aku mulai sibuk dengan balet profesional, penyebab lainnya adalah Oscar mulai disibukkan oleh gadis-gadis yang menempel padanya bagai lintah. Pesona kakakku memang berlebihan.
Hhhh..
Wajah Oscar nyaris sempurna, hidung mancung, rahang persegi, mata biru gelap --seperti mataku--, rambut pirang keemasan berkilau --seperti aku juga..he..he--.
Belum lagi sifatnya yang play...okelah, dia bukan playboy, hanya saja dia tak akan tahan melihat rengekan dan air mata dari wanita manapun --Dan aku tahu soal ini dari kecil, jadi yaahh..pokoknya aku telah memanfaatkannya dengan baik--
Karena sifat itulah, dia sering terlihat kencan dengan gadis yang berbeda-beda.
Bayangkan, hampir setiap hari ada saja yang meminta dia untuk kencan dan hampir seluruhnya diterima --yang ditolak pun karena aku yang minta, mereka jelas bukan gadis baik-baik..ck..ck-- . Tentu saja akhirnya julukan playboy melekat padanya sampai sekarang.
Did he ever fall in love? Like truly love someone?
Aku juga tak tahu soal ini. Kakakku akan dengan sukarela membagi seluruh cerita hariannya jika kuminta, tapi kalau berhubungan dengan kekasih,pacar atau selingkuhan --maybe-- dia selalu menutup mulutnya rapat-rapat seperti kerang.
"Aku benar-benar tak bisa membayangkan bagaimana aku bisa menghabiskan waktuku hanya untuk diam di rumah" kataku.
"Hmm......" Oscar mulai membelai rambutku dengan lembut. "Bekerjalah untukku"
"Oscar..!! Kau tau aku paling membenci pekerjaan kantoran " ujarku tak sabar.
"Iya, dengarkan aku sampai selesai dulu" Ditariknya telingaku dengan gemas.
"Sakiittt!!" teriakku.
"Bohong!!! Kau mau dengar tidak?"
Kali ini hidungku yang menjadi sasarannya. Aku hanya tersenyum sambil mengangkat jempol.
"Kau akan aku tempatkan di bagian Charity"
"Charity? ... We have charity division?"
Aku sama sekali belum pernah mendengar ini Atau mungkin aku sudah melupakannya.
"Ya! Mom yang membuatnya beberapa bulan sebelum meninggal" lanjutnya.
"Ini memang divisi yang sangat tidak populer, karena divisi ini sama sekali tidak menghasilkan uang, sangat jarang ada karyawan yang dengan sukarela mau bekerja di divisi ini. Bahkan beberapa ada yang menyebut divisi ini sebagai 'Hell Hole' "
"What? How come?" tanyaku tak habis pikir.
"Karena di divisi ini dapat dipastikan tak akan ada bonus, kenaikan pangkat atau apapun. Mereka hanya akan menerima gaji, itu saja. Yah...pegawai divisi itu memang cuma 2 orang sih"
"Ohh" anggukku mengerti.
"Aku sebenarnya tak ingin membuatnya menjadi seperti itu, karena bagaimanapun juga itu adalah peninggalan Mom, tapi aku benar-benar tak punya waktu lagi untuk mengurusnya. Aku hanya mempercayakan semua pengelolaan pada mereka. Aku bahkan jarang membaca laporan bulanan mereka" Oscar mengakhiri penjelasannya dengan nada penuh penyesalan.
Actually it doesn't sound so bad. No pressure, no argument, just giving away money. It's awesome, pikirku girang.
"Errr... Yang membuat laporan bulanan bukan aku kan?" tanyaku kecut.
"Of course not! Kau akan punya sekretaris di sana. Suruhlah dia yang membuat oke? Tugasmu adalah memilih apa saja atau siapa saja yang akan memperoleh bantuan, it's nice isn't it?"
Aku pun mengangguk-angguk dengan bersemangat mendengarnya.
"Eh.. Darimana sumber uang yang kita bagikan? Dari sumbangan orang-orang?" tanyaku lagi. Agak susah membayangkan bagaimana divisi non profit seperti itu bisa berjalan sampai beberapa tahun.
"Ada yang merupakan sumbangan, tapi sebagian besar berasal dari keuntungan perusahaan yang memang sengaja disisihkan. Untuk tahun ini sekitar 5% keuntungan perusahaan aku alirkan kesana." Jelas Oscar. "
That's not much.." kataku, mengerutkan dahi.
Sentilan lembut mendarat di dahiku. "Kau tahu berapa keuntungan Delmor pertahunnya? 5% itu setara dengan $10.000.000 " Aku menutup mulutku dengan kaget mendengar penjelasan Oscar.
5% dari keuntungannya $10.000.000??? Berarti total keseluruhan pendapatan pertahunnya adalah....errr okay, I m not that smart.
"Kau tak perlu menghitungnya, bisa-bisa kau pingsan nanti" kata Oscar sambil terkikik. Aku pun melayangkan jeweran ke telinganya dengan sebal.
"That's a lot of money. You're so great brother" Ku acungkan kedua jempolku padanya.
Aku tahu kakakku memang pintar --sangat pintar bahkan-- tidak heran, setelah Delmor beralih ke Oscar, pertumbuhannya sangat pesat. Oscar mengembangkannya menjadi perusahaan yang bahkan jauh lebih besar dibandingkan ketika Dad yang memegangnya.
"Karena uang sejumlah itu, ada banyak sekali proposal bantuan yang dikirim ke kantor setiap harinya. Kau harus melakukan evaluasi secara menyeluruh untuk setiap proposal itu. Akan sangat menyebalkan kalau ternyata yayasan yang kita berikan bantuan adalah palsu, waspadalah akan banyak yang seperti ini. Mengerti? "
"Aye..aye captain." Hormatku sambil tersenyum.
"Beri aku waktu 3 hari untuk membereskan berkas karyawan yang ada sekarang, setelah itu kau bisa mulai bekerja" lanjutnya.
"Kau akan memecatnya?!!" Cicitku kaget.
Aku tak ingin bekerja di sana, jika itu berarti akan ada seseorang yang kehilangan pekerjaan.
"Tentu saja tidak. Aku hanya akan memindahkannya ke divisi yang lain." jawabnya, sambil mencubit pipiku gemas.
"Kau kira aku akan berlaku sekejam itu pada karyawanku? Dan aku rasa mereka akan gembira karena akan terlepas dari hell hole itu. It's a win win solution. Mereka bisa mengembangkan karirnya di divisi yang lain, sedangkan kau, tidak akan membutuhkan pengembangan karir bukan? "
"Oh.. Aku tak akan mendapatkan bonus juga berarti?" gumamku otomatis tanpa berpikir.
Oscar memegang kepalaku dengan kedua tangannya dan mulai mengacak-acak rambutku.
"Eluira Ignes Delmora, kau adalah pemegang saham nomor 3 terbesar di Delmor Corp. Uang yang mengalir ke rekeningmu per-tahun jumlahnya jauh melebihi jumlah uang yang mengalir ke divisi itu. So, I'm sorry to say this. Aku bahkan tidak akan menggajimu sepeserpun mengerti?"
Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
"Okey boss. Can I call you boss in the office?" tanyaku sambil mengerling nakal.
"Nope.. Don't even dare to try..you little devil" geramnya.
Aku tertawa semakin kencang mendengar itu.
"Oh.. But you still love me right?"
Oscar tak menjawabku, tapi sebuah kecupan hangat mendarat di keningku.
"Sering-seringlah tertawa seperti ini"
"Okey brother..I love you too"
Aku tahu, Oscar sangat khawatir dengan keadaanku belakangan ini.
Well.. Aku akan memastikan ini tak terjadi lagi. Aku benci melihatnya bersedih karena aku.
"Oh iya--aku sudah membelikan ponsel baru untukmu" katanya tiba-tiba, sambil meraih paper bag di lantai sebelah kursi.
"Ponsel baru?", sahutku bingung.
"Kau merusakkan ponsel lamamu sebelum kau pingsan, yah setidaknya aku bisa membelikanmu ponsel terbaru sekarang. Kemarin-kemarin kau selalu menolaknya dengan alasan tidak butuh kan?"
"Aku lupa kalau ponselku rusak" jawabku getir.
Aku memang bukan seorang gadget freak, absennya ponsel sama sekali tak menggangguku. Bagiku ponsel hanya untuk menelpon.
Aku kurang suka mengetik pesan atau pun bersosial di dunia maya -- jangan tanya soal akun SNS. Email saja jarang aku buka -- Aku memakai ponsel yang sama selama 5 tahun kebelakang.
Ingatanku terpatri jelas untuk hal ini.
Aku meraih ponsel di dalam paper bag itu dan memeriksanya.Oscar membeli ponsel dengan model yang lebih baru dari pada yang dulu.
Aku memencet icon contact di ponsel, dan melihat hanya ada 6 nama disana --Oscar, Dad, Charlie, dr. Alva, Alex, dan Mark (sopir keluarga juga)-- Menyedihkan sekali, batinku.
Pergaulanku memang sangat terbatas.Sebelum aku berhenti balet, duniaku hanya berputar di sekeliling Balet.
Ya.. Latihan, makan, tidur. Hanya itu kegiatanku sehari-hari. Mungkin karena itu juga aku sampai sekarang sama sekali tak punya teman selain dari dunia balet.
Tetapi karena aku memutuskan semua hubungan dengan teman-teman di Royal Ballet School ketika aku berhenti --terlalu menyakitkan melihat mereka masih bisa menari dengan bebas--, praktis sekarang aku sama sekali tak punya teman.
Aku sebenarnya tak ingin memutuskan begitu saja hubunganku dengan mereka.
Tapi ketika aku bertemu dengan mereka, aku selalu merasa putus asa dan tertinggal.
Aku tak memiliki hal lain yang bisa kami bicarakan selain balet.
Akhirnya kami semua menjadi berjarak, dan mulai menjauh dengan alami. Dan sejujurnya aku menjadi lebih lega setelah itu, tak perlu berpura-pura senang saat melihat mereka, sering kali aku harus berusaha tersenyum saat mendengar pembahasan mereka tentang balet.
Ketika dokter --bukan dokter Alva, aku ingat ini-- memberitahuku bahwa aku harus berhenti balet, saat itu juga, aku merasa duniaku runtuh.
It's my everything, everything I have. I work really hard to be a great ballerina. Beratus ribu jam yang telah aku habiskan untuk berlatih, terbuang sia-sia!!
Aku menangis selama berhari-hari ketika itu --pingsan berkali-kali juga tentu saja-- , mengurung diri, tak mau bertemu dengan siapa pun.
Aku tak mungkin bisa menikmati pembicaraan santai dengan semua temanku. Keputusanku untuk menjauh dengan perlahan membuatku lebih tenang.
Hhhh.... Aku sekarang sudah merasa lebih baik tentu saja.
Dan yang paling bodoh adalah, aku tak ingat lagi bagaimana aku bisa melewati depresi itu.
Ini sangat tidak masuk akal!!
Untuk bisa memikirkan hal ini dengan bebas terasa seperti keajaiban. Well...gumpalan sialan.
Sekali lagi memberiku ingatan yang tidaak lengkap untuk masalah ini.
"Ada yang salah?" tanya Oscar tiba-tiba. "Kau memandangi ponselmu tanpa melakukan apapun"
"Tidak..tentu saja tidak. Maaf, aku hanya melamun"
Oscar mendadak meraih tanganku dan berdiri. "Ayo kita makan, Charlie pasti sudah menunggu"
"Eh..ayo"kataku sedikit kaget dengan ajakkan tiba-tiba itu.
Mungkin dia sudah lapar pikirku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Meliany Rina
sedikit narsis. hehehe
2023-07-17
0
Tri Rahayuningsih
setuju banget kak yumin....
2021-12-12
0
yumin kwan
lah.....karya sebagus ini kok yg like sedikit sekali??? pantasan kak ai pindah ke lapak sebelah....mhm pdhl bisa baca gratis di sini, di sana hrs beli koin. tp walaupun beli koin, aku rela soalnya karya2 kak ai luar biasa. lope lope deh kak
2021-11-09
3