Suara bel pintu bergema.
"Aku saja yang membuka"
Aku berseru sambil bangkit dari sofa dan merapikan gaun terusan berwarna hijau yang melekat di tubuhku. Aku dilanda kegugupan yang sangat parah.....
"Jangan khawatir, You look fabulous!!" Charlie memunculkan kepalanya dari balkon lantai dua sambil melambai kepadaku. "Selamat bersenang-senang" katanya lagi. Aku melambai pelan kepadanya sebagai balasan.
Itu pasti Zeno, dia terlambat 10 menit, batinku sedikit kesal, sambil membuka pintu.
Aku nyaris terpekik kaget, ketika melihat pria yang berdiri di depan pintu. Aku tidak mengenalnya. Dia bukan Zeno!!
Pria itu memakai kaos santai berkerah berwarna biru gelap, dan celana hitam. Jaket berwarna hitam tersampir di tangannya. Pria itu berkumis lumayan lebat , belum lagi kacamata hitam lebarnya yang menutupi hampir separuh mukanya.
"Siapa?" tanyaku heran.
Rumah ini tidak mungkin menerima tamu tanpa janji.
Jarak dari gerbang menuju pintu rumah adalah sekitar 500 meter, jadi tidak mungkin juga dia kesini hanya untuk sekedar bertanya tentang alamat. Belum lagi penjaga di gerbang yang sudah pasti tidak akan mengijinkannya masuk tanpa ada janji.
Tiba-tiba pria itu tertawa terbahak-bahak. Aku mengenali tawa itu.
"Zeno???" teriakku.
Dia membuka kacamata hitamnya. Menampakkan mata hijau menawan yang segera saja membuat jantungku tidak tenang.
"You have a mustache?" tanyaku agak sedikit heran. Dia memang tampan, tapi kumis? Not a good choice to upgrade his looks.
"Karena kau tadi tidak mengenaliku, berarti aku berhasil" ucapnya dengan santai.
Aku mengernyit tak mengerti. " Aku akan menjelaskan di mobil" ucapnya, sambil tersenyum jahil.
"Jadi?" tuntutku, meminta penjelasan setelah kami duduk di dalam mobilnya. "Aku harus menyamar agar tidak ada berita aneh tentang kita" Jelasnya.
"Hehh?" Aku tidak mengerti.
"Lui... kau..!" Dia tampak menahan senyum.
"Baiklah.. aku akan mengatakannya dengan jelas, walaupun agak sedikit memalukan mengatakan hal ini langsung dengan mulutku" Wajahnya sedikit memerah.
"Well, I'm an actor. Dan aku lumayan yakin kalau aku terkenal" ucapnya, wajahnya yang terarah ke jalan raya menampakkan raut wajah geli.
"Jika aku terlihat sedang berjalan-jalan di tempat umum dengan wanita cantik sepertimu, percayalah.. kau tidak akan mau memikirkan akibatnya" ucapnya dengan nada yang agak sedikit getir.
Giliran wajahku yang memerah karena pujian yang dilontarkannya dengan ringan. Tapi aku mulai mengerti jalan pikirannya.
Kurang lebih itu juga penyebabnya, kenapa Oscar sekarang jarang sekali terlihat berkencan dan dingin kepada wanita. Posisinya sebagai pewaris dan penerus Delmor Corp membuatnya banyak mendapat perhatian dari masyarakat.
Tidak mungkin dia mengajak sembarang wanita berkencan sekarang.
Dan syukurlah karena sifatnya yang sekarang dingin, tidak ada lagi wanita yang berani mengajaknya berkencan. Padahal dengan satu rengekan dari mereka, sudah pasti dia akan luluh
Hhhh, sifatnya yang ini belum berubah sampai sekarang.
"Helloooo" Lambaian tangan Zeno di mukaku segera saja membuatku sadar.
"Aku tidak percaya kau melamun" Kata Zeno dengan muka cemberut.
"Maaf, aku memang gampang sekali melamun"
"Aku benar-benar curiga sekarang, sudah dua kali ini aku menanyakan hal ini, apakah aku begitu membosankan?" tanyanya masih dengan nada kesal. Wajahnya kecewa.
"Tidak.. tentu saja tidak" Ucapku buru-buru, bisa-bisa aku merusak kencan pertamaku ini, bahkan sebelum dimulai.
"Maaf, mulai detik ini aku akan mendengarkan semua apa yang kau katakan" Aku mengucapkan hal itu dengan lebih tulus. Ya.. dia sudah bersikap sangat manis padaku, setidaknya aku harus membalasnya
Begitu mendengar ucapanku, mimik mukanya langsung berubah drastis dan tertawa geli.
Dasar aktor!! pandai sekali berakting, batinku. Menyadari kalau mimik cemberutnya tadi hanya pura-pura.
And, He's perfect!! .
Dia humoris, sedikit jahil, sangat manis dan sopan. Dia membukakan pintu mobil, setiap kali aku akan naik ataupun turun. Manis sekali bukan?
Karena rasa tidak tenang kembali menjalar di hatiku, aku mencoba untuk fokus dengan memperhatikan secara detail semua hal yang dilakukannya untukku.
Kami makan siang di salah satu restoran yang cukup ramai saat itu. Dia memotongkan steak untukku, sehingga aku tidak perlu bersusah payah melakukannya.
"Kau terlihat sangat cantik hari ini" katanya sambil memandangku lekat.
Oh.. aku bisa merasakan aliran darah yang naik ke kepalaku. Aku sangat yakin wajahku sangat merah saat ini.
"Thanks!!" kataku pelan, sambil meminum air putih di hadapanku, berharap itu sanggup mendinginkan wajahku.
Nikmatilah Lui, batinku.
Dia sempurna, aku berkali-kali tertawa mendengar leluconnya. Acara kencan ini begitu sempurna, jika saja aku bisa menenangkan hatiku, yang kembali gelisah, ketika aku mencoba terhanyut pada pesonanya.
Kami menonton film setelah makan siang, dia membebaskanku untuk memilih film apapun yang aku inginkan. Dan kebetulan salah satu film yang sedang tayang saat itu adalah filmnya. Tanpa ragu aku memilihnya.
"Kau yakin ingin menontonnya? Film ini tidak terlalu bagus!" katanya dengan nada serius, tapi aku bisa melihat matanya menyiratkan rasa geli.
"Ya, tentu saja. Jika memang jelek aku akan meminta agar uangku dikembalikan, kebetulan aku mengenal salah satu pemainnya" jawabku cepat, dengan nada yang tidak kalah serius.
"Smart girl!!.. I like that" katanya, sambil menyerahkan tiket kepada penjaga pintu masuk.
Film itu lumayan, film horor romantis dengan sedikit bumbu komedi. Menceritakan seorang wanita yang sejak kecil bisa melihat hantu dan membuatnya terbuang dari keluarganya.
Aku sangat menikmati, apalagi karakter yang dimainkan Zeno juga sangat lucu.
Zeno berperan sebagai orang yang sangat takut dengan hantu, tetapi demi cintanya dia berusaha untuk mengatasi ketakutannya itu sehingga dia bisa terus bersamanya.
Di akhir film tentu saja aku sempat menangis. Aku menahan perasaanku sehingga aku tidak begitu banyak mengeluarkan air mata. Tapi tetap saja ada beberapa butir air mataku yang lolos.
Entah kenapa, aku sangat tersentuh dengan karakter yang dimainkan Zeno. Perjuangannya untuk menghadapi hantu-hantu itu membuatku terharu.
Aku keluar dari dalam bioskop dengan puas. Menurutku film itu bagus sekali.
Zeno berjalan keluar sambil terus memandangku, ingin mendengar bagaimana pendapatku tentang filmnya. Wajahnya yang tidak sabar menungguku berbicara, terlihat menggelikan.
"Jangan seperti itu, filmnya sangat bagus menurutku" ujarku dengan senyum lebar.
Wajahnya langsung terlihat lega. "Ck.. oke, tapi sebenarnya aku sedikit kecewa" katanya dengan senyum jahil.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku berharap saat hantu itu muncul, kau akan takut dan memelukku, atau minimal memegang tanganku, tapi aku berharap terlalu banyak" ujarnya, sambil memandangi tangannya dengan wajah kasihan.
Aku tertawa terbahak-bahak mendengar itu.
"Sayangnya aku bukan tipe orang yang takut dengan hantu" ucapku sambil menahan tawa.
Aku akan baik-baik saja selama tidak ada darah -- tangan terputus, atau kepala melayang-- dan monster di film horor.
Seperti film yang tadi, hanya ada hantu yang suka memberi kejutan di balik pintu. Aku tidak percaya dengan adanya hantu atau makhluk halus.
Lain halnya dengan film horor monster atau gore. Aku akan berlari keluar gedung pada adegan pertama mereka muncul.
"Hmm.. baiklah, berarti untuk kencan berikutnya, kita akan menonton film horor yang lebih seram lagi. Sehingga misiku akan berhasil" katanya lagi, tak menyerah.
Aku kembali tertawa sambil mengangguk. "Ya, kau harus memilihkan film yang lebih seram daripada yang tadi" ujarku dalam tawa.
Aku tidak akan mengatakan apapun soal monster padanya, sampai kapanpun.
"Yes..!!!! Berarti akan ada kencan kedua bagiku" katanya sambil mengangkat tangannya ke udara dengan muka puas.
Wait..!! apakah aku baru saja menyetujui ajakannya untuk berkencan lagi? Dia menjebakku!
Mataku menyipit memandangnya dengan menuduh.
"Ya .. itu tadi ajakan kencan lagi, dan kau telah menyetujuinya" jelasnya dengan nada riang.
"Dasar licik!!" kataku sambil tersenyum.
Tidak peduli dengan rasa jengkelku, dia hanya mengangkat bahu dan kembali berjalan menuju mobil masih dengan wajah penuh kemenangan.
Jalanan antara pintu bioskop dan tempat parkir mobil ternyata sangat ramai. Beberapa kali aku tertinggal di belakang Zeno. Aku berusaha menembus kerumunan dengan sekuat tenaga.
Saat seperti inilah, yang membuatku mengutuk postur tubuhku yang mungil.
Tiba-tiba seseorang menyenggolku dengan agak keras, aku limbung, tetapi sebelum jatuh, aku bisa menyeimbangkan diri.
Tapi aku sangat terkejut, karena tangan Zeno sudah menggenggam tanganku dengan erat. Dia rupanya yang menahan, sehingga aku tidak terjatuh tadi.
Dengan reflek alias tanpa berpikir, aku menyentakkan tanganku dengan kasar agar terlepas dari genggamannya.
Sedetik kemudian aku menyesalinya. Dia hanya ingin menolongku ketika jatuh. Aku tidak seharusnya bersikap kasar seperti itu.
Wajahnya terlihat kecewa karena sikapku. "Maaf, aku hanya sedikit terkejut" kataku dengan cepat.
Aku seharusnya benar-benar menyesal dengan sikap kasarku, tetapi entah kenapa aku malah merasa bahwa sikapku sudah benar. Ada apa ini?
Setelahnya, kami menjadi canggung, tetapi Zeno sudah kembali menjadi dirinya yang ceria, ketika kami kembali ke mobil. Sikapnya tetap manis terhadapku. Sampai-sampai aku merasa tidak enak.
I don't deserve that.
Dia tidak mencoba untuk memegang tanganku lagi setelahnya.
Seharusnya ini juga membuatku kecewa, tapi tentu saja tidak, aku malah merasa lega. Aku pasti sudah benar-benar gila, batinku. Bagaimanapun juga aku telah membuat Zeno kecewa, tapi aku malah merasa lega...ini sangat membingungkan.
Zeno mengantarku sampai depan pintu dan berpamitan. "Aku akan menelponmu untuk menentukan jadwal kencan kedua kita " katanya sambil mengangkat kedua alisnya.
"Tttentu saja !!" ucapku agak sedikit gugup, bagaimanapun juga aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Like I said before, He's perfect.
Jika ada yang merusak suasana hari ini, itu adalah aku dan tangan bodohku, yang tiba-tiba mempunyai reflek yang sangat bagus.
Dia kemudian mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Tapi ternyata tidak!!
Ketika aku menyambut tangan itu, dia membawa tanganku ke bibir dan mengecupnya singkat. Raut wajah kaget yang aku hasilkan, membuatnya puas. Zeno tersenyum lebar saat itu juga.
Tanpa berkata apapun, dia melambai memasuki mobilnya dan berlalu. Aku hanya bisa terdiam di depan pintu seperti patung hiasan taman.
Eluira.. ada apa denganmu? batinku.
Sepanjang kencan tadi, entah beberapa kali aku harus menyingkirkan rasa tidak nyaman dan rasa bersalah yang berulang-ulang muncul. Mengingatnya saja membuatku lelah.
Aku harus berkali-kali mengingatkan diri, jika tidak ada yang salah dengan kencan ini. Aku menerimanya dengan sadar, dan Zeno benar-benar flawless.
Aku seharusnya sedang bergembira dan berbunga-bunga sekarang.
Tapi... justru rasa bersalah yang muncul semakin berat. Setiap sikap manis yang aku terima dari Zeno, rasa bersalah itu datang menyengat sudut hatiku, berkali-kali.
Apa lagi yang kau minta Lui? Dia luar biasa. Tampan, baik, bahkan lucu, batinku. Hilangkan rasa gelisah ini Ya Tuhan!!. Bisa-bisa aku gila jika ini terus berlanjut.
"Lui..?" Charlie yang muncul dari pintu mengagetkanku.
Apa yang kau lakukan berdiri di depan pintu? Aku mengira kau masih mengobrol dengan Zeno, ternyata dia sudah pulang!" tanyanya, tidak mengerti kenapa aku diam di luar.
"Ya, dia sudah pulang, baru saja" Jawabku sambil melangkah masuk.
"Oscar sudah pulang?" Tanyaku sekedarnya untuk menghindari pertanyaan lanjutan dari Charlie. Ini adalah hari minggu, tapi bukan hari libur untuk workaholic seperti Oscar.
"Dia tidak pulang malam ini. Dia pergi ke New York tadi siang, mungkin baru akan pulang hari selasa" Jelas Charlie.
"Bagaimana? Apakah kau menikmati kencanmu?" tanya Charlie, dengan raut penasaran.
"Tentu saja, dia baik sekali" jawabku sambil berjalan menaiki tangga, aku sungguh tidak ingin menerima pertanyaan tentang acara kencanku lagi.
"Tentu saja dia baik, Oscar tidak akan mengijinkannya membawamu kencan jika memang dia bermasalah" kata Charlie.
Aku hanya memutar bola mataku mendengarnya.
Oscar dan segala peraturannya. Aku tidak akan heran jika ternyata dia sudah menyelidiki semua hal tentang Zeno. Oscar memang terlalu paranoid.
Aku senang dia sedang tidak ada di rumah, jika tidak, pasti sekarang dia sudah menginterogasiku dengan detail tentang acara kencan kali ini, seperti biasanya.
Eh... kenapa aku bisa berpikir seperti ini?
Malam ini adalah pertama kalinya aku pulang kencan dengan seseorang bukan? Kenapa aku berpikir seolah aku sudah pernah mengalaminya sebelum ini?
Emosiku kembali bercampur aduk dengan membingungkan. Kepalaku tidak akan bisa bertahan, jika ini terus berlangsung.
Ah.. sudahlah!!! Aku membuang jauh-jauh pikiran yang membingungkan itu.
Tidak akan ada gunanya aku memikirkan hal itu. Aku hanya harus menenangkan diri. agar tidak membuat Oscar khawatir.
Oscar benar-benar sibuk saat ini. Beberapa kali dalam sebulan ini, dia melakukan perjalanan London-New York. Katanya sedang ada masalah di cabang perusahaan disana.
Aku ngeri membayangkan jika aku benar-benar jadi tidak waras, karena otakku yang sudah tidak sehat ini. Oscar akan sangat khawatir.
Sebagai kakak dia sangat sempurna, terlalu sempurna kadang. Aku yakin dia akan meninggalkan begitu saja urusan perusahaan jika aku sakit atau apapun--ingat? dia bahkan memutuskan untuk pulang cepat karena aku merasa bosan di rumah--.
I don't think I deserve him either, batinku dengan kesal.
Yang bisa kulakukan hanyalah membuatnya selalu khawatir terhadapku. Ohh... semakin lama lamunan ini semakin membuatku sesak. Lebih baik aku mandi dan tidur saja.
Aku pun melangkah ke kamar mandi, dan mulai mengguyur kepalaku dengan air hangat.
"Lupakan semua Eluira" gumamku berulang-ulang.
Tapi tentu saja ingatan berkabut yang aku yakin menjadi sumber ketidak jelasan perasaanku malam ini, justru datang seolah sudah menantiku untuk memanggilnya. Pantai itu, padang bunga, hutan hijau itu.
Cukup...Aku tidak ingin menangis lagi. Aku pun mematikan shower kemudian berjalan keluar menuju tempat tidurku.
Aku meraih remote di sebelah lampu dan menyalakan TV yang menempel di dinding. Aku kembali berhenti di channel Animal Planet, seperti biasanya.
Ketertarikanku pada acara ini sedikit aneh. Tapi setelah aku pikirkan lebih lanjut, alasan aku menyukai acara itu adalah karena acara itu, karena tidak membutuhkan daya pikir lebih untuk mencernanya.
Aku menikmati bagaimana acara itu membahas tingkah laku hewan yang ternyata sangat menarik.
Aku sangat menikmati kesederhanaan berpikir hewan yang hanya berkisar antara makan dan bertahan hidup di alam liar dengan instingnya. Tanpa kerumitan seperti yang ada dalam otakku.
Aku menikmati acara itu, karena tidak ada drama berlebihan di sana. Aku tidak akan menangis melihat seekor singa dan buaya bertarung, tontonan ini sangat aman untukku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Vera sigalingging
menurut aku ini cerita bagus,susunan setiap kata"dan kalimat yg tertata rapi seperti penulis novel yg sdh profesional,tapi knp kurang peminatnya,semangat thor..
2020-07-11
2
Olip 🐿️
penasaran.....
2020-06-08
2