BAB 19

Selama berhari-hari, hidup Anggun selalu di rundung duka nestapa. Anak seumuran dia, sudah harus menanggung luka batin yang ironisnya luka itu karena ulah mamanya sendiri. Setiap hari, ada saja ulah Anggun yang selalu salah di mata mamanya. Gerak geriknya selalu di batasi oleh Rindu. Kesalahan sekecil apa pun pasti akan mendapat balasan yang tidak setimpal dengan kesalahan yang di buatnya. Ketika Anggun lupa tidak membereskan bekas mainannya, Rindu tak segan-segan menjewer kuping Anggun. Anggun hanya bisa diam di perlakukan sedemikian rupa. Pernah suatu ketika dia membalas akibat sudah tidak tahan nyeri di pukul punggungnya, Anggun mencakar tangan mamanya dengan refleks, tapi apa yang terjadi? Mamanya malah dengan membabi buta membalas perbuatan Anggun. Yang mengakibatkan badan Anggun tersungkur ke samping pintu kamarnya, karena di dorong oleh Rindu.

Hati kecil Anggun, hanya bisa berharap, semoga papanya cepat pulang, agar penderitaannya cepat berlalu. Tiga hari di tinggal papanya, baginya serasa sudah bertahun-tahun.

Yang bisa di lakukannya hanya menangis dan itu pun tanpa sepengetahuan mamanya, karena kalau sampai ketahuan, dia akan menjadi sasaran empuk kemarahan mamanya lagi.

***

Rindu sudah sangat tidak terkontrol emosinya. Setiap melihat Anggun, yang ingin di lakukannya hanya membalaskan dendam ayah biologisnya.

Terkadang, muncul perasaan bersalah karena sudah dengan tega menyiksa anak yang dulu sangat di sayanginya. Tak ayal, setiap malam, ketika Anggun tertidur. Rindu selalu menangis menyesali setiap tindakannya pada Anggun. Rindu berjanji tidak akan mengulangi perbuatan kasarnya lagi. Tapi ketika sudah berganti hari, janji itu seakan menguap begitu saja.

Sejak kejadian itu, Anggun sudah tidak mau tidur bersama Rindu. Anggun takut kalau ibunya bisa berbuat nekat ketika dia tertidur. Dia memilih tidur di kamar sebelah. Walau pun Anggun bisa di katakan sebagai anak yang takut gelap. Anggun harus memaksakannya, dia lebih takut di pukul mamanya, dari pada harus tidur di kamar sendirian.

“Pah, cepat pulang pah, Anggun kangen banget sama papa. Mama di sini marahi Anggun terus” ucap Anggun di sela-sela tangisannya.

Anggun masih berharap, semoga suatu saat mamanya bisa kembali seperti semula lagi.

***

Hari yang di nanti pun tiba. Reno pulang tepat di hari ketiga setelah kepergiannya. Reno di sambut dengan antusias oleh Rindu dan Anggun. Keduanya berpikir yang sama, sosok pahlawan telah kembali untuk menormalkan lagi suasana yang sudah kacau. Anggun bahagia ketika tahu papa yang sudah sangat di rindukannya tiba di rumahnya. Dia ingin sekali mengadukan semua kelakuan mamanya selama papanya tidak di rumah. Tapi lidahnya terasa kelu, saat tahu sorot mata Rindu menatap sangat tajam pada Anggun. Kata-kata yang sudah terangkai sedemikian rupa hilang begitu saja. Anggun menundukkan pandangannya, karena tidak tahan di perhatikan terus oleh Rindu.

“Sayang, kok kamu kelihatannya tidak senang melihat papa pulang?” Tanya Reno pada Anggun. Anggun menjawab dengan gelengan kepala saja. Reno merasa heran, tak biasanya Anggun begitu murung melihat kedatangannya. Tak seperti biasanya Anggun selalu meminta oleh-oleh setiap kali Reno pulang dari tugas.

“Rin, kenapa ya, Anggun tidak seperti biasanya?” Reno penasaran dengan perubahan pada diri anaknya.

“Anggun emang kenapa mas, mungkin hanya perasaan mas saja. Atau bisa juga karena Anggun baru bangun tidur, jadi dia masih setengah sadar ketika mas datang tadi.” Jawab Rindu sembari menyuguhkan teh hangat pada suaminya. Padahal dalam lubuk hatinya, dia sangat khawatir kalau Anggun sampai melaporkan perbuatannya pada Reno. Rindu tak akan tinggal diam, kalau Anggun sampai buka mulut. Ia akan menghukum Anggun lagi. Begitu tekadnya.

Rindu lega, karena sampai sekarang Anggun tak bicara sepatah kata pun pada papanya. Selamatlah dia, pikirnya. Dan untungnya, badan Anggun tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia habis di gebuki. Tak ada memar atau luka lecet. Jadi Reno tak akan curiga, jika suatu hari Anggun mengadukan perbuatannya.

Kehadiran Reno di tengah-tengah keluarganya menjadikan Rindu tidak sering memukul Anggun lagi. Rindu juga takut, kalau sampai Reno memergoki dia saat memukul Anggun. Dari sana, Anggun semakin lengket papanya. Dan selalu menjauhi Rindu. Anggun trauma, takut kejadian tempo hari akan terulang lagi jika Reno tidak ada.

Anggun terus membuntuti Reno ke mana saja papanya pergi. Anggun jadi sering merengek minta ikut ke kantor papanya. Dan setiap malam, Anggun selalu ingin tidur dengan papanya. Reno tidak merasa keberatan jika Anggun jadi lebih manja padanya. Dia memaklumi, Anggun tak punya tempat sandaran selain dirinya dan juga Rindu. Rindu pun tak keberatan. Jika Reno jadi harus bolak balik ke kamarnya dan ke kamar Anggun secara bergantian. Ketika Reno menyuruh Anggun untuk tidur bersama, di kamar yang sama, seperti dulu lagi, Anggun selalu menolak. Dengan alasan, kini dia sudah besar. Reno tersenyum mendengar penuturan putri kecilnya.

Siangnya, saat Reno berada di kantornya, Rindu mendekati Anggun yang sedang belajar menulis di dampingi oleh pembantunya. Rindu menyuruh pembantunya untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Saat itu Rindu melihat segurat ketakutan dari wajah anaknya. Yah, semenjak kejadian itu, ini kali pertamanya mereka bisa sedekat ini lagi. Dan Anggun merasa takut, karena tidak ada papanya.

“Kamu kenapa Anggun? Kok kelihatannya takut banget melihat mamah?” Tanya Rindu.

“Enggak apa-apa mah,” Anggun meneruskan belajar menulisnya.

“Kamu cerita apa saja ke papa? Kamu bilang gak, kalau mamah jahatin kamu?” tanya Rindu penasaran.

“Anggun gak bilang apa-apa mah sama papa. Anggun gak berani.” Ucapnya.

“Bagus, jangan sampai papamu tahu kalau mamah suka kasarin kamu. Kamu mengerti? Kalau kamu berani ngadu sama papamu. Mama gak akan segan buat nyakiti kamu lagi. Paham?!” Rindu mengancam anaknya yang masih kecil dengan penuh penekanan.

“Paham mah,” ucap Anggun ketakutan.

“Maafkan mamah ya sayang, mamah kemarin khilap nyakitin kamu.” Di saat yang sama Rindu meminta maaf pada anaknya. Dia merasa bersalah telah membuat anak yang tak berdosa menjadi sangat ketakutan melihatnya.

“Mamah janji, mulai saat ini, mamah gak akan nyakitin Anggun lagi.”

“Benarkah Mah?” Anggun heran, kok bisa mamahnya berubah menjadi baik dalam waktu yang hampir bersamaan. Tapi dia berusaha menutupi kebingungannya. Dia senang mamanya berjanji tak akan menyakitinya lagi. Ah hati anak, ternyata sesederhana itu melupakan semua kejadian pahit yang kemarin di alaminya.

“Iya sayang, mamah janji.”

Tapi janji, tinggalah janji, di saat emosi Rindu ada di titik terendah, dia selalu menjadikan Anggun sebagai sasaran pelampiasannya. Dan itu yang menjadikan Anggun menjadi anak yang pemurung. Beda dengan Anggun dulu yang sangat periang. Kini dia tertutup pada siapa pun termasuk papanya sendiri. Reno selalu membujuk Anggun untuk bercerita padanya tentang kesehariannya. Tapi selalu saja Anggun mengelak. Susah sekali di ajak bicara. Untuk menanyakan pada Rindu, jawaban yang di terimanya selalu itu-itu saja.

Terpopuler

Comments

Inspirasî

Inspirasî

up tiap hari dong thour

2020-11-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!