BAB 5

Rindu merasa tertekan, tapi dengan sabarnya Reno menenangkan Rindu. Itu membuat perasaan Rindu menjadi semakin tersiksa, dan timbul rasa jijik dan muak pada dirinya sendiri. Dia tak tahan dengan semua kebaikan Reno. Dia merasa tak sebanding apabila harus bersanding dengan Reno yang begitu tulus menyayanginya. Perasaan malu dan minder apabila berdekatan dengan Reno semakin berkecamuk dalam pikirannya.

Hingga dia tak mau Reno pegang, bukan semata-mata dia sok suci. Tapi perasaan hina lebih mendominasi.

"Tak apa, saya akan menunggu dengan sabar, sampai kamu pulih sayangku. Saya tidak akan memaksamu sampai kamu menginginkannya sendiri sayang. Saya akan tetap berada di sampingmu. Dan tak akan berpaling darimu.” Ucap Reno seraya menenangkan Rindu.

"Tapi pak, saya sudah hina. Saya sudah tak memiliki masa depan. Dan sebelum bapak menyesal telah menikahi saya, saya bersedia kalau bapak menceraikan saya saat ini juga. Bapak bisa mendapatkan gadis mana saja yang bapak inginkan. Saya sudah kotor pak. Tak seharusnya bapak memilih saya sebagai istri. Saya tak pantas bersanding dengan bapak yang begitu sempurna. Dan saya gak mau kalau ada rasa penyesalan dari bapak suatu saat nanti.” Rindu tak kuasa menahan tangisnya. Dan itu membuat Reno semakin tak tega, melihat istri yang ia sayangi begitu tersiksa dengan kenyataan yang pahit ini.

Dia sangat mengutuk perbuatan para pelaku yang sangat bejad, dan tidak punya rasa manusiawi.

"Jangan panggil pak, saya kan udah jadi suamimu. Panggil mas saja ya. Dan kamu gak usah bahas itu lagi. Kamu adalah istriku. Mas sudah menerimamu apa adanya. Tak ada perasaan menyesal sedikit pun, kini atau nanti. Mas sangat mencintaimu, apapun kekuranganmu. Dan mas sama sekali tak punya niat meninggalkanmu apalagi sampai menceraikanmu. Mas ridho, karena mas juga bukan orang yang suci seperti yang kamu kira. Mas juga punya kesalahan masa lalu. Tetapi mas ingin, berubah menjadi lebih baik lagi, hanya bersamamu Rindu. Di mata mas, kamu seperti malaikat penolong mas. Kalau mas gak ketemu sama kamu, mas gak bisa menjamin, hidup mas akan bahagia seperti ini. Dan kamu pantas berdampingan dengan mas. Biarkan orang berkata apa. Mas hanya ingin hidup bersama kamu.” Ujar Reno sungguh-sungguh.

Rindu hanya bisa menangis. Tak menyangka, Reno begitu tulus mencintainya. Dan Rindu percaya semua kata-kata yang di ucapkan Reno. Tetapi di saat Reno akan merengkuh bahu Rindu, dia sama sekali, tak mau di pegang sama Reno. Tubuhnya akan dengan refleks mengejang, dan keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Dan untuk itu, tangan Reno yang sudah terentang ke arah bahu Rindu, mau tak mau harus Reno tarik lagi. Ada rasa nyeri dalam lubuk hati Reno. Tapi tak ia sampaikan. Reno paham betul, untuk saat ini Rindu masih belum mau kontak fisik dengan dirinya. Biarlah Reno bersabar, toh Rindu sudah menjadi istrinya untuk selamanya. Kalau tidak bisa sekarang. Masih ada besok dan besoknya lagi. Yang terpenting untuk saat ini, dia fokus pada kesembuhan Rindu dulu. Soal urusan yang lainnya, biar waktu yang berbicara.

Waktu berlalu, kehamilan Rindu pun sudah semakin terlihat. Perut yang tadinya rata, semakin terlihat buncit. Usia kandungannya sudah memasuki usia 4 bulan. Tapi sampai saat ini pun, dia tak mau kalau disuruh periksa ke dokter kandungan. Ada saja alasannya. Orangtuanya dan Reno sudah berusaha membujuknya untuk ke dokter. Tapitak pernah dia gubris. Dan selama itu pula, Rindu tak mau di dekati Reno. Walaupun satu kamar, tapi mereka tidur terpisah. Reno sangat menunjukkan rasa sayangnya. Dia telaten mengurus semua kebutuhan Rindu. Tak segan, Reno pun dengan siap siaga membersihkan muntahan Rindu tanpa rasa jijik sekalipun. Uminya yang selalu merasa tidak enak. Hingga berkali-kali melarangnya. Tapi Reno tetap keukeuh. Baginya, Rindu sudah menjadi kewajibannya. Sungguh sangat beruntung Rindu menikah dengan Reno. Reno tak pernah pamrih. Apa yang dia lakukan untuk Rindu, semata-mata hanya ingin membuat istrinya bahagia. Sungguh sangat besar pengorbanan Reno untuk Rindu.

Hingga pada suatu hari, Rindu di rumah sendirian. Reno bekerja, dan orangtua Rindu harus menghadiri sebuah acara pernikahan di desa tetangga. Rindu sangat ketakutan ditinggal sendirian di rumah. Dia menangis tergugu, ketika ingatannya kembali ke masa yang sangat ia takutkan. Dia berpikir bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi. Dengan kehamilannya pun, dia ingin segera mengenyahkan apa yang ada di dalam perutnya. Dia sudah tak tahan dengan semuanya. Tiba-tiba matanya menangkap suatu objek yang ada di meja makan. Lama, dia mengamati sambil membuat pertimbangan. Begitu berat beban hidupnya. Perlahan dia mendekati benda itu. Sebuah pisau yang tergeletak tak jauh dari piring yang berisi apel, yang disuguhkan Reno untuknya tadi pagi. Dia membawa pisau itu ke kamar mandi. Mungkin dengan cara inilah, maka beban moral dan mental yang selama ini ia rasakan, akan hilang, seiring dengan hilangnya nyawa yang terkandung di badan Rindu.

"Lebih baik aku MATIIIIII... " jerit Rindu. "daripada hidup menanggung malu seumur hidupku. Selamat tinggal Mas Reno, abah, umi. Aku ingin mati saja!!" Rindu menangis dan tertawa dalam waktu bersamaan. Dia sudah tak bisa berfikir waras lagi. Ini adalah kesempatan emas, dimana keadaan rumah yang sepi, bisa dengan sangat mudah dalam melancarkan aksi nekat nya.

Kejadian itu sangat cepat terjadi. Pisau yang Rindu bawa, ia hujamkan tepat di perutnya. Seketika darah terciprat ke seluruh ruangan kamar mandi. Mata Rindu masih bisa melihat darah yang perlahan-lahan membanjiri dan membentuk genangan darah di sekitar tempat ia tertelungkup. Ada rasa yang sangat nyeri yang muncul dari bekas robekan perut yang ia buat. Tapi hal itu justru membuat Rindu tersenyum ketir. Dalam benaknya, sebentar lagi dia akan meninggalkan dunia yang hina dina ini. Dan tak adil untuk dirinya. Dirinya masih bisa mendengar, ada yang datang dari arah luar rumah. Dan perlahan bunyi sepatu yang bergesekan dengan lantai, berderap seolah berjalan mendekatinya. Dia juga masih mendengar, ada suara yang mendekat, dan memanggil-manggil namanya. Tapi raganya sudah sangat lemah dan tak bertenaga lagi, walau hanya sekedar membalas sahutan orang yang memanggil namanya. Perlahan, matanya pun seakan merasakan kantuk yang amat sangat, dan tak bisa ia tahan lagi. Dia perlahan menutup matanya yang sayu. Sebelum hilang kesadarannya, dia masih bisa mendengar orang yang mendobrak pintu kamar mandinya. Dan mengguncang-guncang tubuhnya. Setelah itu. Semuanya gelap segelap kehidupan Rindu.

***

"Assalamualaikum, sayang, mas pulang,"

"Kamu dimana yank?"ucap Reno

Bersambung.

Note:Ini adalah novel pertamaku. Jadi saya mohon dengan sangat. Saya minta kritik dan sarannya. Saya sadar, masih banyak sekali kekurangan yang harus saya perbaiki.

Dan cerita ini sangat menguras emosi dan air mata. Mohon terus dukung saya ya. Untuk menyelesaikan novel ini. Dukungan dari teman-teman semuanya, sangat berarti bagi saya

Terima kasih semuaa..

Terpopuler

Comments

Veraa Andinii

Veraa Andinii

daebak

2021-05-21

1

greennakisyah

greennakisyah

ceritanya bgs...lanjutkan,semangat ya

2021-05-19

1

Nisa'_mghfr_

Nisa'_mghfr_

masyaallah apa masih ada yg kayak reno di dunia nyata

2020-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!