Rindu terbangun dengan keadaan segar bugar. Wajahnya menunjukkan kebahagiaan. Di lihatnya, Reno masih tidur pulas di sampingnya. Rindu dengan seksama mengamati wajah suaminya. Jika dalam posisi tertidur itu, Rindu melihat wajah suaminya begitu polos, seperti anak kecil yang masih belum berdosa. Tak dapat di tahan, tangannya mengusap lembut pipi dan bibir Reno. Ada keharuan menyelusupi pikiran dan hati Rindu. Tak mau mengganggu tidur suaminya, akhirnya Rindu beranjak bangun. Dan melenggang ke kamar mandi, untuk menyegarkan badannya. Di bawah pancuran shower, dia menikmati setiap aliran air yang mengalir ke setiap lekukan tubuhnya. Rasanya, dia ingin berlama-lama berada di bawah guyuran air dingin yang segar. Dia terlarut dalam adegan demi adegan yang terjadi tadi malam. Mau gak mau bibirnya menyunggingkan senyum. Segera dia menyabuni dan membilas tubuhnya. Setelah di rasa bersih, dia pun keluar dari dalam kamar mandi. Terlihat, posisi Reno dan anaknya, masih berada di posisi ketika dia masuk ke kamar mandi. Mereka berdua, masih terlelap dalam mimpi indahnya. Rindu tak ingin mengganggu tidur mereka. Lagian ini masih terlalu pagi, belum saatnya mereka bangun. Rindu selalu membangunkan mereka berdua, di saat adzan subuh akan berkumandang. Di selimutinya lagi tubuh anak dan suaminya. Rindu meninggalkan kamar, menuju ke ruang tengah.
Dia membersihkan seluruh ruangan yang ada di rumah mertuanya itu. Dari mulai, menyapu lantai, mengepel, sampai mengelap semua perabotan milik mertuanya. Dia tak merasa capek melakukan pekerjaannya, karena dia sudah terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Tak terasa hari sudah mulai terang benderang. Tapi belum ada tanda-tandanya kalau ibu mertuanya sudah bangun. Kamarnya masih tertutup. Rindu pun sungkan, untuk membangunkannya, walau sekedar mengingatkannya untuk sholat subuh. Rindu menuju ke kamar suaminya, untuk membangunkannya.
“Mas, bangun, sudah mau adzan subuh.”
Reno menggeliatkan badannya. Melihat wajah Rindu di hadapannya.
“Kamu sudah mandi sayang? Wangi banget.” Kata Reno, mengendus badan Rindu.
“Udah mas tadi. Malah aku sudah beres-beres juga. Tuh lihat, udah bersih semua kan?” ucap Rindu sambil menunjuk ke luar kamarnya.
“Memang kamu istri idaman. Mas gak salah pilih orang deh.”
“Sudah, mas mending mandi dulu sana, nanti habis dari mesjid, anterin aku ke pasar ya, mau beli bahan makanan buat sarapan nanti.” Ajaknya.
“Oke, mas mandi dulu, nanti mas antar kamu, setelah pulang sholat subuh. Biar Anggun di tinggal saja ya, kasihan dia kelihatan capek banget, semalam lari-larian.” Kata Reno sebelum masuk kamar mandi.
“Baik mas.”
Sementara Reno di kamar mandi, Rindu menyiapkan pakaian Reno, agar suaminya tak repot mencari bajunya. Rindu merapikan kasur bekas tidur mereka. Karena Anggun tidur di kasur yang berbeda dengan orang tuanya.
Reno keluar dengan badan yang jauh lebih segar, dia langsung mengenakkan baju yang sudah di siapkan istrinya. Dia bersiap berangkat ke mesjid terdekat hanya berjalan kaki. Sedangkan Rindu memilih sholat di rumah saja.
“Ibu belum bangun Mas, apa kita bangunkan, atau biarkan saja?” tanya Rindu.
“Nanti mas bangunkan saja ya, jangan sama kamu, nanti malah di marahi lagi.”
Reno pun mengetuk pintu kamar ibunya beberapa kali, tapi tak ada respon dari si empunya kamar. Akhirnya, mereka biarkan saja ibunya.
Baru setelah beres sholat mereka pergi ke pasar, dengan berjalan kaki, karena lokasi pasar tak terlalu jauh dari rumah ibu Lastri. Setelah semua bahan masakan terkumpul, mereka segera pulang ke rumah, takut Anggun terbangun, dan tak di dapatinya kedua orang tuanya. Mustahil, Bu Lastri akan mendekati cucunya, seandainya Anggun menangis.
Rindu segera mengolah semua bahan makanannya. Dia mengeluarkan seluruh kemampuan memasaknya, demi memanjakan lidah mertuanya. Dia sibuk di dapur sedangkan Reno mengasuh Anggun yang sudah bangun di teras depan. Ibu mertuanya, belum menunjukkan batang hidungnya. Dan Rindu pun segan untuk membangunkan beliau. Baru setelah semua masakannya tersaji di meja makan, Reno mendekati kamar ibunya. Belum juga di ketuk, pintu sudah di buka dari dalam. Ibunya sudah rapi dan mengenakan baju yang bagus, mungkin sedari tadi sudah bangun, tapi enggan keluar kamarnya.
“Sudah selesai semuanya? Ibu lapar, ingin coba mencicipi masakanmu Rin.” Kata Bu Lastri.
“Mari silahkan Bu, Rindu sudah masak bu. Tadi Rindu dan mas Reno belanja di pasar semua bahannya.”
Ibu menghampiri meja makan, dan duduk di kursinya. Pasangan suami istri itu pun mengekor dari belakang.
Rindu mengambil piring ibu mertua dan suaminya, dan mengisi piring itu dengan makanan. Rindu benar-benar menjaga mood ibu mertuanya, agar tak terulang kejadian seperti tadi malam.
Tapi emang dasar tabiat ibu mertuanya seperti itu, kali ini ada saja masakan Rindu yang di cela olehnya. Mulai dari rasanya yang ke asinan, belum lagi masak sayur yang terlalu lembek, masak ikan yang amis. Dan masih banyak lagi.
Rindu selalu salah di mata mertuanya, walau pun sudah sekuat tenaga, dia berlaku sebaik mungkin.
Kali ini benar-benar kesabaran Reno sudah di ambang batas. Melihat perlakuan ibu pada istrinya yang semena-mena, membuat Reno naik pitam.
“Ibu itu inginnya apa sih bu, Reno sudah capek ya, dengar Rindu terus di cela habis-habisan oleh ibu. Rindu sudah banyak bersabar Bu, menghadapi ibu. Hargai Rindu Bu, sebagai istri Reno! Reno sudah menahan kesabaran Reno dari kemarin Bu.” Kata Reno tegas.
“Kamu kenapa sih Ren, semenjak kamu kawin sama perempuan gak guna itu, perlakuanmu pada ibumu sendiri seperti ini? Kamu sudah di cuci otaknya sama perempuan pengeretan ini.” Bu Lastri menuding dengan telunjuknya ke arah Rindu.
Rindu ternganga, mendengar kata-kata yang tak pantas, dan semua tuduhan yang di ucapkan padanya, sama sekali tidak benar. Benar-benar emosinya tak bisa di kendalikan lagi. Dia berdiri menatap tajam ibu mertuanya.
“Ibu Lastri yang terhormat, kata-kata anda telah menyakiti saya. Semua yang di lakukan saya di mata ibu selalu salah. Saya dari dulu selalu sabar, saya pikir, saya bisa menganggap ibu sebagai pengganti Umi saya yang sudah meninggal. Sebenarnya, apa salah saya pada ibu, sehingga ibu berani menuduh saya wanita pengeretan? Saya juga masih punya harga diri Bu!” kata Rindu tajam.
“Salahmu, karena kamu nikah sama anak saya Reno. Dari dulu, saya tak pernah setuju Reno menikahimu. Tak sudi aku punya menantu sepertimu. Yang sudah kotor. Dan menjadi aib keluargamu!” Bu Lastri membeliak matanya, dan menuding tepat ke arah hidung Rindu.
“STOP BU, HENTIKAN. Aku tak mau dengar kata-kata itu lagi. Ibu tak punya hak, memperlakukan istriku seperti ini lagi. CUKUP. Sebaiknya aku pergi sekarang. Tak seharusnya, kemarin aku pergi ke sini, kalau hanya mendengar cacian ibu saja. Dan jangan salah kan aku, kalau aku tak menginjakkan kakiku lagi di rumah ini.” Kata Reno berapi-api.
Sementara Rindu, tak bisa berkata apa-apa. Dia terlalu syok, mendengar semua cacian yang tertuju untuknya. Pembendaharaan kata di otaknya seolah hilang entah kemana. Dia hanya bisa menatap lantai tempat dia berpijak. Dan segera sadar ketika suaminya menyuruh dia berkemas.
“Kemasi barang-barang kita semuanya. Kita pulang sekarang juga.” Kata suaminya membuyarkan lamunan Rindu.
Rindu segera berlari ke kamarnya. Rasanya dia sudah tak sanggup kalau harus ke rumah ini lagi. Terlalu banyak kesakitan hatinya, yang di sebabkan omongan mertuanya. Di meja makan masih terdengar perang mulut antara ibu dan anak.
“Sana pergi kalian dari rumahku. Dan kamu Reno, gak usah kamu injakkan kakimu ke sini, kalau kamu belum bercerai dengan si Rindu.” Umpat ibu Lastri.
“Baik, jika itu yang ibu mau, tapi sampai kapan pun aku tidak akan menceraikan Rindu Bu. Ibu yang baik, tak mungkin tega berkata seperti itu. Selamat tinggal Bu!” ucap Reno pahit.
“PERGI SAJA KAMU SANA PERGIIII ... Dasar anak tak tahu diri kamu. Kualat kamu sama ibumu sendiri.” Dan banyak lagi sumpah serapah Bu Lastri pada Reno. Hati Reno berdenyut nyeri. Tapi dia gak bakal mungkin tega meninggalkan Rindu yang sangat di sayanginya. Ibunya juga sudah keterlaluan sikapnya pada Rindu.
Hari ini mungkin ibunya terbawa emosi. Dan ibunya yang temperamental, tak dapat di tenangkan oleh siapa pun. Itu yang membuat orang tuanya dulu bercerai. Ibunya selalu menilai dari sisi negatifnya saja pada setiap orang.
Setelah mengemasi semua barangnya, Reno, Rindu, dan Anggun meninggalkan rumah yang menjadi saksi Reno tumbuh besar seperti sekarang. Sementara, ibunya sudah tak ada di ruang makan, ketika mereka akan pergi. Mungkin ibunya sudah tak sudi melihat wajah mereka lagi.
Jangan lupa terus ikuti ceritaku sampai akhir ya, terus dukung aku dengan cara vote, like dan koment di ceritaku. Tambahkan ke favorit, agar tak ketinggalan. Karena satu like pun, sangat berguna bagiku ya kakak-kakak
Happy reading good people
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments