Seusai menyelesaikan serangkaian visum dan pemeriksaan secara menyeluruh serta memperbaiki tubuh korban dengan cara menjahit bagian yang luka, akhirnya jenazah Abah dan Umi di izinkan untuk di bawa pulang oleh pihak keluarganya. Berhubung kakaknya Rindu berada di luar kota, jadi serah terima jenazah menjadi tanggung jawab Reno, selaku suami Rindu. Karena keluarga ini adalah keluarga perantau, dan tak punya sanak saudara di sini. Semua biaya administrasi pemulasaraan jenazah pun di tanggung oleh Reno.
Reno terlihat sangat sibuk. Dari ruangan yang satu, dia harus pindah lagi ke ruangan yang lain. Untuk menyelesaikan semua prosedur pemulangan jenazah. Tetapi tak terlihat sedikit pun wajah capek dari wajahnya. Hanya terlihat wajah yang memancarkan rasa cemas dan bingung. Bagaimana cara dia untuk menjelaskan semuanya pada Rindu. Di saat Rindu butuh ketenangan jiwa dan raga, untuk memulihkan pasca operasinya, muncul secara tak sengaja, tragedi yang menyebabkan kejiwaan istrinya harus terguncang lagi.
Reno sangat mengkhawatirkan pukulan yang kedua kalinya. Kondisi Rindu yang masih labil, membuatnya jadi harap-harap cemas.
Mas Wanto, kakaknya Rindu masih sempat menyusul sesaat sebelum jenazah dimasukkan ke dalam mobil ambulance. Dia dan Mbak Widia sama bersedihnya seperti yang di rasakan Reno. Mereka meratapi kepergian Umi dan Abi yang sangat cepat. Dan jauh dari bayangan keduanya, orang tuanya meninggal dengan cara kecelakaan lalu lintas. Tak menyangka, padahal bulan lalu masih bisa melihat mereka dalam keadaan sehat wal afiat dan bahagia ketik mereka datang menjenguk Umi dan Abah.
Mereka ingin membuka lagi peti jenazah yang sudah di tutup. Sebagai anaknya mereka punya hak untuk melihat kembali jenazah orang tuanya. Petugas bersedia membuka lagi peti dan kain kafan yang menutupi tubuh korban. Setelah di buka, mereka tampak syok, melihat kondisi jenazah yang ringsek. Tapi wajahnya masih bisa di kenali. Hanya bagian dada ke bawah yang hancur. Demi melihat itu, keduanya mengucurkan lagi air mata. Reno dan petugas bergerak keluar memberikan ruang dan waktu untuk anaknya meluapkan emosi yang ada di dadanya.
Reno tak kuasa membayangkan posisi Rindu yang harus menderita seperti pasangan kakaknya. Kejiwaan Rindu pun di khawatirkan akan down lagi. Sejak kejadian kecelakaan mertuanya, Reno belum sempat masuk ke ruangan istrinya lagi. Dia sibuk mondar mandir. Dan dia juga harus mengumpulkan keberaniannya untuk memberi tahukan apa yang sebenarnya terjadi.
Harus sekarang. Harus dia sendiri yanv menyampaikannya. Tak ada waktu lagi. Reno tak mau kalau harus orang lain yang memberi informasi pada Rindu tentang orang tuanya.
^^^
Hujan turun membasahi bumi. Mengiringi pemakaman kedua orangtua Rindu. Alam semesta seakan ikut berduka. Sekalipun Reno berusaha menutupi kesedihannya, tapi tetap terlihat dari matanya sembab yang ditutupi oleh kacamata hitam. Banyak warga yang hadir ikut menyaksikan acara pemakaman. Tampak jelas, bahwa mereka adalah orang yang sangat baik semasa hidupnya. Rindu tak dapat menghadiri pemakaman tersebut, karena masih dalam perawatan. Ketika Reno menyampaikan berita duka itu pada Rindu, tak ada respon sedikit pun darinya. Mengetahui kedua orang tuanya sudah meninggal, Rindu hanya diam termenung. Menatap kosong ke depan. Tak ada air mata yang menetes dari matanya. Tetapi hatinya yang menangis.
Dua hari kemudian, Rindu diperbolehkan pulang. Meskipun begitu, Rindu masih harus tetap check-up, untuk memeriksa luka jahitannya. Selama di rumah, tak sekalipun Rindu menanyakan kronologi kematian orang tuanya. Yang dilakukannya hanya melamun sepanjang hari. Itu yang membuat Reno khawatir.
Mas Wanto pun berusaha menghibur dan membujuk Rindu agar bisa mengikhlaskan kepergian Umi dan Abi. Dulu, sebelum mereka berumah tangga, Rindu dan Mas Wanto sangat dekat. Setelah menikah, Mas Wanto harus bekerja di luar kota, memboyong istrinya. Sontak hubungan keduanya pun harus terhalang jarak.
Reno berharap, dengan kehadiran Mas Wanto, Rindu akan cepat membaik. Bagaimana pun ikatan persaudaraan akan memperbaiki kontrol emosi Rindu. Tapi itu semua tak seperti harapan kakak dan suaminya. Rindu tetap seperti mayat hidup. Tak mau melakukan aktifitas apa pun. Makan gak mau, apa-apa gak mau. Dia hanya diam mematung.
“Sayang, mas tahu, kamu sangat sedih. Mas lebih baik melihat kamu menangis, daripada hanya diam membisu. Kalau ingin menangis, menangislah sayang.” Ucap Reno lembut.
Rindu tetap bergeming.
Mas Wanto dan istrinya pun tak bisa lama-lama tinggal di rumah kediaman mendiang Abah dan Uminya. Mereka harus kembali ke kota asalnya. Tugas kerjaan yang menumpuk sudah menunggunya. Besoknya, mereka pamit pulang pada Reno dan Rindu. Mau gak mau, Reno harus menjaga Rindu sendirian.
Di saat seperti ini, Reno malah semakin tak tega, akan mengutarakan kondisi kehamilannya. Dia memilih bungkam. Siapa tahu besok atau lusa, Rindu akan merasa jauh lebih kuat kejiwaannya. Hanya kasih sayang dan sikap melindungi Rindu yang selalu dia jaga.
Rindu menurut, pada saat Reno mengajak untuk kontrol luka jahitannya. Dokter pun menyarankan untuk konsultasi ke psikiater. Barulah, ketika kunjungan ke psikiater, emosi Rindu stabil. Dia mampu mengekspresikan segala bentuk kemarahan, dan kesedihannya. Itu merupakan suatu kemajuan yang cukup signifikan, untuk mencairkan segala kebekuan hatinya selama ini. Reno bisa bernafas lega. Butuh waktu beberapa kali kunjungan untuk memulihkan kondisi kejiwaan Rindu. Reno tak keberatan, asalkan Rindu ceria seperti sedia kala lagi. Soal materi, bukan suatu alasan bagi Reno. Yang terpenting Rindu bisa normal seperti sedia kala.
Suatu malam, ketika mereka tengah bersantai di ruang keluarga, Reno mempunyai kesempatan untuk berbicara masalah kehamilan Rindu. Itu pun, dia harus benar-benar menelaah dulu kondisi Rindu. Baru setelah dia yakin bahwa istrinya dalam keadaan yang baik-baik saja dan tenang. Dia berani mengutarakan masalah pelik itu.
“Sayang, soal kehamilanmu, kata dokter, mereka bersedia untuk melakukan kuretase kalau kamu bersedia. Tapi mas percaya, kamu gak bakal tega, kalau sampai membunuh calon bayimu. Tapi semua nya di serahkan lagi ke diri kamu. Mas pun gak punya hak apa-apa. Kalau niat kamu ingin menggugurkan janin yang ada di perutmu, demi kebaikan hidupmu juga, mas akan dukung sepenuhnya. Kalau pun kamu ingin merawat janin itu hingga ia lahir, mas juga senang sekali. Itu berarti kamu masih punya hati nurani sebagai manusia. Memberikan hak hidup untuk janin yang sedang di kandungmu. Ingat kata-kata mas, anakmu anakku juga. Mas bersedia menjadi ayah anakmu.” Ucap Reno dalam.
Dan ucapan itu mengena pada hati Rindu. Sampai saat ini pun, Rindu masih serasa mimpi punya suami yang sangat sempurna dan berlapang dada menghadapi cobaan rumah tangga nya.
Rindu menatap lekat wajah Reno. Dan untuk pertama kalinya, dia memeluk dan menangis dalam pelukan Reno.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments