Reno dan Rindu memutuskan akan menginap di rumah Bu Lastri selama dua hari. Selain karena kondisi ibunya yang kesepian tidak ada yang menemani, di tambah lagi, Anggun terlihat betah di rumah neneknya. Anak itu berlarian ke sana ke sini, di ruang tengah yang luas. Raut wajah Bu Lastri seperti tak bersahabat melihat kelakuan anak kecil itu yang tidak bisa diam. Tetapi, demi anaknya yang jarang sekali mengunjunginya, di tahannya saja rasa muak yang melingkupi perasaannya.
Malam itu, mereka berkumpul di ruang makan. Sajian makanan telah tersedia di meja makan. Berbagai makanan ada. Dari mulai rendang daging kesukaan mertuanya, sampai tempe kering pun tersedia. Tak lupa sambal terong dan sayur lalap menjadi ciri khasnya. Rindu memesan semua makanan itu melalui sebuah aplikasi online. Dia sengaja tak memasak, sebab semua bahan yang di perlukan tidak tersedia di rumah mertuanya. Harus mendadak beli ke pasar tradisional. Sedangkan waktu untuk memasak semua makanan itu tidak sebentar. Pikirnya, biarlah besok pagi saja dia belanja ke pasar, sekalian olahraga pagi.
Tetapi, hal itu membuat mertuanya semakin tidak menyukainya. Acara makan malam yang seharusnya di nikmati oleh semua orang, mendadak menjadi kaku.
“Harusnya kamu, sebagai istri harus bisa menghemat uang suami. Bukannya malah foya-foya saja kerjaannya! Kamu bisa kan kalau masak saja, beli bahan mentahnya. Sengaja ya kamu bikin susah anak saya? Dasar malas!” kata mertuanya sinis.
“Maaf Bu, tadi saya pikir, besok saja saya belanja ke pasarnya, soalnya ini sudah kesorean, dan pasti sebagian besar kedai daging dan sayurannya sudah pada tutup.” Rindu berusaha menutupi ke tidak nyamanannya.
“Terus saja bela dirimu. Orang tua lagi ngomong tuh dengerin. Bukannya malah jawab terus. Lagian ibu ngomong kayak gini juga, demi kebaikan Reno. Biar dia tak terlalu capek kerja, hanya untuk membiayaimu yang boros, berikut dengan anakmu itu!” balas mertuanya galak.
“Iya, maafkan Rindu Bu.” Hampir dia meneteskan air mata mendengar ucapan yang tidak mengenakkan dari mertuanya. Kalau bukan karena suaminya, dia gak bakalan mau ke rumah mertuanya. Tapi untuk menyenangkan hati suaminya dia rela merendahkan harga dirinya sendiri.
Reno yang merasa kasihan pada Rindu, berusaha menyudahi adu mulut ini.
“Sudah Bu, mending kita makan saja dulu. Sayang, nanti makanannya keburu dingin.” Katanya sambil menyendok nasi dan lauknya.
“Ya sudah, makanya kamu harus bisa mendidik istrimu Ren, biar gak kurang ajar sama mertuanya.” Tukas Bu Lastri, masih berusaha membuat panas hati Rindu.
Rindu bertahan di ruang makan itu. Padahal dalam hatinya, dia sudah ingin cepat-cepat meninggalkan rumah itu. Dia ingin segera mengeluarkan tangisannya yang sudah sesak di dadanya. Tapi akal sehatnya masih berjalan, dia tak mau merusak acara makan malam itu. Dia pura-pura sibuk menyuapi anaknya. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Segera ia kerjapkan. Dia tak ingin di lihat suaminya, kalau dia menangis.
Hati Rindu sakit sekali. Bukan sekali ini saja, kelakuan mertuanya membuat Rindu menangis. Dia selalu luluh berkat Reno yang selalu bisa menenangkan hatinya yang luka. Entah kekuatan dari mana, dia bisa bertahan sampai saat ini. Dalam hatinya, kalau suaminya bisa bertahan dengan kekurangannya, kenapa dia gak bisa? Itu mantra penguat Rindu.
Selama suaminya masih sayang dia, dia tidak akan menyerah, akan kuat bertahan.
Acara makan malam selesai. Walau pun makanan Rindu di cela habis-habisan, tapi mertuanya bisa menghabiskan setengah dari makanan yang di sediakan. Rindu yang sudah kehilangan selera makan, di hanya mencuil kecil makanannya. Itu pun membuat mertuanya geram lagi.
“Makanan kok cuma di aduk-aduk saja, benar-benar istrimu itu Ren!”
Rindu tak menggubrisnya, segera saja dia membereskan semua bekas makannya ke dapur. Dan langsung mencucinya.
“Ibu sudah lah, jangan selalu memojokkan Rindu, kasihan dia, masa setiap kita kesini, ibu selalu begitu kelakuannya sama dia. Dia juga punya perasaan Bu, Reno kasihan melihat Rindu jadi bahan olokkan ibu terus.” Kata Reno, setelah Rindu pergi ke dapur.
“Kamu tuh bela terus istrimu itu Ren, pelet apa sih yang di kasih ke kamu? Ibu heran, bisa-bisanya kamu jatuh cinta sama perempuan yang sudah ternoda!” sang ibu mencebikkan mulutnya.
“Cukup ya Bu, kalau ibu menjelek-jelekkan Rindu terus, saya pulang sekarang juga!” ancam Reno. Dia tak terima siapa pun menghina istrinya termasuk ibunya sendiri.
“Dan jangan harap, saya akan ke sini lagi!”
Bu Lastri terdiam dan menatap tajam ke arah Reno, mendengar ancaman anaknya. Dia tak mau juga, kalau Reno tak jadi bermalam di rumahnya. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung beranjak pergi ke kamarnya.
Setelah kepergian ibunya, Reno segera menghampiri Rindu ke dapur. Di lihatnya Rindu tengah mencuci piring, matanya basah. Dia tahu, istrinya menangis.
“Maafin kelakuan ibu ya sayang, sudah kamu jangan menangis lagi ya, air matamu sangat berharga.” Ucap Reno lembut. Tangannya mengusap air mata yang jatuh ke pipi Rindu.
“Tak apa mas, aku juga sudah maafin ibu kok, mungkin maksudnya baik, hanya cara penyampaiannya saja yang salah.” Rindu tersenyum lembut pada suaminya. Dia terlihat dewasa dari usianya. Itu membuat Reno semakin bersalah pada Rindu. Di kecupnya kening dan pipi Rindu.
Ciuman itu merambat ke bibir dan leher Rindu. Mereka menikmati saat-saat ini. Tangan Reno bergerilya ke arah yang paling sensitif di tubuh Rindu.
Namun Rindu menyadari, ini bukan tempat yang ideal untuk mengeluarkan hasratnya.
“Mas, berhenti. Malu, nanti kalau ada yang lihat. Ketahuan Anggun atau ibu, nanti bisa berabe.” Ucapnya sambil senyum di kulum.
“Ahh ... kamu, merusak suasana saja. Mas sudah on nih, ya sudah, lanjutin di kamar saja ya” kata Reno kecewa.
“Tapi ini cucian piringnya belum selesai,” goda Rindu.
“Sini mas saja yang lanjutin cuci piringnya, tugas kamu kelonin Anggun dulu ya, nanti kalau mas ke kamar, Anggun harus sudah tidur. Habis itu, kita bikin adek lagi buat Anggun.” Reno terkekeh balik menggoda Rindu.
“Siap pak bos, apa sih yang enggak buat suami tercinta ku.”
“Oh ... jadi mama Anggun sekarang sudah berani nakal ya?? Awas nanti di kamar, mas bikin kamu klepek-klepek” Reno tertawa.
Rindu pergi ke kamarnya, tak membalas candaan suaminya. Hatinya yang terluka sudah terobati dengan perlakuan dan perhatian suaminya. Hanya sesederhana itu perasaan perempuan. Dengan kasih sayang lelaki yang di cintainya, mampu menyembuhkan luka batinnya. Langkah Rindu sangat ringan menuju kamarnya. Bayang-bayang suaminya ketika memanjakan syaraf nikmatnya, terekam jelas di otaknya.
‘Ahh ... aku bahagia sekali’ gumam Rindu.
Sesampainya di kamar, tak butuh waktu yang lama, Anggun sudah tertidur pulas di kasurnya. Rindu tinggal menunggu suaminya masuk ke kamar.
Suami yang di tunggu akhirnya masuk. Dan pergumulan dua insan di mabuk cinta pun terjadi, tanpa paksaan dan dengan kesadaran masing-masing.
Mereka terengah-engah mereguk kenikmatan dunia. Sungguh sangat indah, apabila terjadi dengan perasaan cinta. Rindu terkulai lemas, dan akhirnya tidur dalam dekapan suaminya. Reno mencium kening istrinya sebagai ucapan terima kasih yang tak terhingga.
Jangan lupa vote, like dan komentnya untuk dukung novel perdana ku ya, karena itu sangat berarti bagiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments