Waktu berjalan dengan begitu cepat. Tak terasa usia kandungan Rindu sudah menginjak 9 bulan. Segala keperluan untuk menyambut buah hatinya pun sudah di persiapkan. Dari mulai baju bayi, kamar, kasur dan lainnya. Dia begitu antusias menanti kehadiran calon bayinya yang pertama. Begitu pun dengan Reno. Dia sudah tak sabar, bahkan dia sudah menjelma menjadi suami yang protektif dan siaga. Malahan suaminya yang terlihat antusias, ketika memilih-milih keperluan calon bayinya di pusat pembelanjaan tempo hari.
Mulai dari baju, kaos kaki, sampai kasur bayi pun, Reno yang sibuk memilihnya. Rindu hanya membuntuti nya dari belakang sambil tersenyum melihat tingkah suaminya yang begitu bernafsu memburu perlengkapan bayi.
Dengan keadaan yang sedang berbadan dua, Rindu sangat mudah sekali kelelahan. Berjalan sedikit pun perut rasanya kontraksi dan nafasnya memburu. Memang Rindu mempunyai riwayat penyakit asma. Jadi untuk melakukan aktifitas yang sedikit pun dia nafasnya langsung kembang kempis. Reno tak segan menggandeng tangan Rindu ketika berjalan, dan selalu rutin memijiti kaki Rindu yang mulai membengkak setiap malam. Menyiapkan susu hamil pun Reno sendiri yang bikin. Rindu sudah berkali-kali mengingatkan Reno, biar dia sendiri saja yang membuatnya, tapi Reno dengan senang hati, tetap membuatkan susu. Berkat dukungan dari suaminya, Rindu bersemangat. Saat mereka cek terakhir kehamilan pun, kata dokter semuanya baik-baik saja, karena emosi Rindu terjaga dan fisiknya kuat untuk bisa melahiran secara normal.
Jam setengah tiga malam, di saat orang lain sedang tertidur lelap di tempat peraduannya, Rindu merasakan kandung kemihnya penuh. Dia pun berjalan ke kamar mandi tanpa membangunkan suaminya terlebih dahulu, karena kasihan, suaminya kelelahan habis lembur. Namun alangkah terkejutnya dia, belum juga sampai ke kamar mandi, tiba-tiba cairan merembes dari alat vitalnya , tanpa bisa ia tahan. Rindu berteriak pada Reno yang tidur di sofa sebelah kasurnya. Karena walaupun mereka tidur sekamar, tapi mereka tidur terpisah, dengan alasan Rindu belum terbiasa berbagi tempat tidur. Dan Reno pun tak keberatan selama Rindu menginginkannya.
Reno terbangun, dan segera menghampiri Rindu yang dalam keadaan tegang. Dia sudah punya feeling bahwa ada yang tidak beres dengan istrinya.
“Mas, aku keluar cairan banyak sekali, tapi ini bukan air seni. Ini tak dapat di tahan. Dan rasanya perutku sedikit mulas, seperti maj BAB." Kata Rindu panik.
Dan terlihatlah, cairan bening dan bercampur sedikit flek darah sudah banyak membasahi lantai. Reno tak harus menunggu waktu lama, dia langsung memapah Rindu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mereka kembali ke tempat tidurnya.
“Kamu tunggu di sini ya, mas mau beresin perlengkapannya, kita langsung ke rumah sakit sekarang. Kayaknya kamu udah mau lahiran.” Kata Reno, tanpa bisa menyembunyikan perasaan paniknya. Reno tergesa berjalan ke arah lemari, dan mengeluarkan semua perlengkapan yang sudah di siapkan jauh-jauh hari. Dia menjinjing tas koper berisi baju-baju ke mobil yang ada di garasi.
Tak lupa, dia menyempatkan untuk cuci muka dan gosok gigi, untuk menghilangkan rasa kantuknya.
Setelah beres, dia kembali memapah Rindu yang sudah kepayahan menuju ke garasi tempat mobilnya terparkir. Tujuan mereka adalah menuju ke rumah sakit terdekat.
Di tengah jalan, Rindu merasakan sakit di perutnya. Dia sudah tak tahan. Dia meremas tangan Reno yang sedang menyetir. Mobil pun berjalan dengan kecepatan tinggi. Kalau pun nanti ada polisi yang mencegatnya, dia akan beralasan sedang dalam keadaan darurat, membawa istrinya yang akan melahirkan. Tapi dewi fortuna masih berpihak padanya. Tak ada satu pun yang menghentikannya. Bahkan saat melewati perempatan pun lampu hijau yang selalu menyala.
“Sabar ya sayang, sebentar lagi kita sampai.” Itu yang hanya bisa di ucapkan Reno untuk menenangkan istrinya. Peluh sudah bercucuran dari dahi Rindu. Dia berusaha mencengkram dashboard mobil untuk sekedar menghilangkan rasa sakitnya. Sepanjang jalan Rindu mengerang kesakitan. Andai saja Reno tidak sedang menyetir mobil, mungkin Reno akan mengelus perut Rindu, atau apa pun yang bisa meredakan rasa sakit istrinya.
Akhirnya mereka sampai dengan selamat, tepat pada saat Rindu sudah tak bisa menahan lagi rasa sakitnya. Rindu segera turun dari mobil. Dia menaiki kursi roda yang telah di sediakan oleh pihak rumah sakit kemudian di bawa ke ruang bersalin ditemani Reno. Setelah merasakan sakitnya kontraksi yang membuat Rindu ingin menyerah saja, dan akan memutuskan untuk di operasi sesar saja, tak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya bayi yang dulu tak diinginkan oleh ibunya, lahir ke dunia. Dokter yang menanganinya pun tersenyum puas dengan ketegaran Rindu. Tangisan bayi untuk pertama kalinya memecah keheningan di kamar bersalin. Bayi itu segera dibawa suster untuk di bersihkan. Sedangkan Reno , tak henti-hentinya memeluk dan menciumi Rindu. Reno sangat bersyukur. Dirinya sudah menjadi ayah, walau pun bukan darah dagingnya, yang di lahirkan oleh Rindu. Sedangkan sang istri hanya bisa memejamkan matanya, memulihkan kembali seluruh tenaganya yang telah terbuang selama proses persalinan barusan. Tak lama kemudian, suster kembali dengan membawa bayi di pangkuannya.
“Selamat ya bu, anaknya sudah lahir, berjenis kelamin perempuan, berat 3,5 kg dengan tinggi 51 cm.” Ucap suster sambil menyerahkan bayi mungil itu ke tangan Reno.
“Silahkan, kalau mau di adzani dulu pak, baru setelah itu berikan pada ibunya, biar di susui dulu.” Lanjut suster.
Setelah mengecek tensi dan suhu Rindu, suster itu pun berlalu dari ruangan.
Bayi itu pun berpindah ke pangkuan Reno. Reno menatap wajah imutnya. Tangis bahagia dan senyumnya menghiasi wajah Reno. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada bayi Rindu. Dia mulai mengadzani bayi itu di telinga kanan dan membaca iqomat di telinga kiri sang bayi. Air mata Reno tak dapat di tahan membanjiri seluruh wajahnya. Mengingat perjuangan Rindu untuk melahirkan bayinya ke dunia, membuat hatinya mencelos. Dia sendiri yang menyaksikan, bagaimana istrinya bertaruh nyawa. Dan pikirannya menerawang kemana-mana. Mengingat nasib bayi itu, apabila dulu dia tak menikahi Rindu. Akankah bayi itu terlahir ke dunia?
Akankah Reno menjadi ayah dari bayi yang di kandung Rindu?
Begitu pun dengan Rindu, dia pun menangis terisak, mendengar Reno mengadzani bayi itu. Rindu ingat semua kebaikan Reno, dan dengan lapang dada, dia mampu menerima bayi itu. Sungguh sangat mulia hati Reno. Entah terbuat dari apa. Rindu tak bisa membayangkan, kalau Reno dulu tak datang, mungkin saat ini, Rindu sudah berada di alam lain.
Ah mengingat itu, Rindu tak sanggup.
Dia lebih menikmati suara lantunan doa yang di ucapkan oleh Reno untuk bayi mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments