Happy Reading
💐💐💐💐💐💐
Grandma dan Adel sampai dikamar El, Adel memegang gagang pintu, dan membukanya perlahan. Agar tak membangunkan El yang tertidur.
Granda mendekat, ia mengusap pipi halus El. Hidung mancung, rambut hitam lebat, pipi gembil, kulitnya halus, tampan dan menggemaskan.
Grandma sangat terharu, diusia senjanya, masih bisa melihat cicit tampannya. "Kau sangat tampan sayang," gumam Grandma.
"My great-grandson, Ansell, kau mirip sekali dengan Daddy mu waktu bayi. Rasanya baru kemarin aku menimangnya. Ternyata sekarang dia sudah memberikanku cicit," ucapnya lagi.
Adel hanya mendengarkan. Ia membiarkan Grandma bernostalgia dengan cicitnya itu.
"Adel," panggil Grandma.
"Ya Gr.. Maksudku Ama, maaf aku belum terbiasa," ucap Adel.
"Tak apa, nanti kau akan terbiasa," ucap Ama seraya tersenyum.
Seandainya Oma masih ada, mungkin seperti ini rasanya punya Oma.~ batin Adel.
"Ama sangat berterima kasih, kau mau merawat El dengan baik. Kamu wanita yang baik, ucapnya.
"Ini memang sudah tugas saya Ama, sebagai pengasuhnya," Adel memaksakan senyumnya.
"Aku yakin ibumu sangat bangga padamu."
"Ntahlah Ama, aku bahkan tak pernah lagi bertemu dengannya," ucap Adel jujur. Ama mengerutkan keningnya.
"Apa kau tak pernah mengambil cuti untuk menemuinya? Atau kau bisa mengajaknya kemari," Ama memberi saran.
"Ibuku ada merawatnya Ama, sebagai balasannya, aku merawat El."
"Apa maksudmu?" Ama mengernyit. Belum sempat menjawab, Baby El terbangun. Dan langsung menangis.
Adel buru buru menghampirinya. Mengecek popoknya, mungkin saja sudah penuh, atau mungkin dia lapar. Benar saja, semenjak pulang dari rumah sakit, ia belum mengganti popok El. Rupanya bayi itu sudah tak nyaman.
Grandma terus memperhatikan Adel, yang sibuk mondar mandir menyiapkan keperluan El. Adel terus menimang El, sambil menunggu ASIP dihangatkan.
"Boleh aku menggendongnya," pinta Grandma.
"Tentu boleh, Ama." Adel memberikan El pada Ama.
Namun El malah menangis semakin kencang, Ama akhirnya mengembalikan El pada Adel. Dengan segera Adel memberinya ASIP. El minum dengan lahapnya.
"Unnncchh kau lapar sayang?" tanya Adel pada bayi itu.
El terus berusaha menghabiskan ASIP, matanya terus memandangi Adel. Seolah ingin mengatakan sesuatu.
"Dia persis sekali dengan Henry kecil, selalu enggan dengan orang baru," ucap Ama.
"Benarkah itu, Ama?" tanya Adel.
"Tentu saja, bahkan sampai sekarang dia masih sama, tetapi percayalah dia itu sangat penyayang," ucap Ama.
"Kau hanya perlu mengenalnya lebih dalam Adel," lanjut Ama.
Penyayang dari mananya Ama? Bahkan dengan anak kandungnya sendiri tak peduli. Apa itu yang dinamakan penyayang? Maaf Ama, aku tak berniat mengenalnya. Dia itu sangat menyebalkan.
"Adel," panggil Ama.
"Ah, I-iya Ama, ada apa memanggilku?" tanya Adel tergagap. Ia sibk dengan pemikirannya sendiri.
"Astaga Adel, Jadi sedari tadi Ama hanya dianggap radio rusak?" Ama merajuk.
"Ti-tidak Ama, maksudku..." Adel terdiam, ia merasa bersalah.
"Sudahlah, kau ini menyebalkan sama seperti Henry." Ama hendak pergi dari sana.
"Ama maafkan Adel yah," Adel memelas.
"Baiklah, Ama akan ketaman, kau tetaplah disini bersama El," ucap Ama.
"Adel antarkan Ama ketaman, El sudah kenyang. Kita juga sangat merindukan taman Ama." ucap Adel seraya mengambil stroler untuk El.
Mereka berdua, bertiga bersama El maksudnya. Berjalan menuju taman belakang, sore ini cuacanya cerah, matahari sudah bergeser kebarat. Suasana sejuk digazebo taman belakang.
Bermacam bunga berwarna warni, ada pula beberapa pohon mangga serta kelengkeng diujung dekat pagar.
Tangan kiri Adel memapah Ama, sementara tangan kanannya mendorong stroler El. Tak jarang mereka sambil bergurau, melempar senyum satu sama lain.
El ikut bersuara ala bahas bayinya. "Mamammaaaaa bababbaaaa..." celoteh El.
"Kau merindukan tempat ini sayang?" Adel berjongkok, menghadapkan wajahnya pada bayi tampan itu.
"Kyaaaa kyaaaa..." El bertepuk tangan.
"Ahhh kau sangat menggemaskan," ucap Adel mencubit pipi gembul El lembut.
"Ahaaaakkk ahaaakkkk..." ntahlah, hanya El yang tahu arti dari ucapanya.
"Kau sering mengajak El kemari?" tanya Ama.
"Tentu saja Ama, setiap pagi kami selalu menikmati udara sejuk disini, aroma embun pagi yang khas ,dan wangi bunga yang bermekaran. Membuatku candu untuk berlama lama disini." Adel sangat menikmati udara sejuk disini.
"Apa kau juga suka bunga bunga?" tanya Ama.
"Yah, aku sangat menyukainya, semua bunga aku suka, terkecuali bunga bank, terlebih lagi bunga bangkai," jawab Adel terkekeh.
"Kau ini ada ada saja," Ama ikut tertawa.
"Ama menyukai bunga apa?" tanya Adel.
"Ama menyukai semua bunga, tetapi Ama sangat menyukai bunga tulip putih," ucap Ama tersenyum.
"Kau tahu Adel, dulu Ama yang merawat tanam ini," ucap Ama bangga.
"Benarkah?"
"Yah, sebelum Ama menetap di London."
Mereka terus bergurau, hingga matahari hampir mencapai peraduannya. Jam 17.00 WIB, mereka masuk kembali kedalam mansion.
Adel segera memandikan El, menyuapi El dengan telaten.
Kamu wanita yang baik Adel, pantas saja El sangat lengket denganmu, tetapi aku merasa tak asing dengan wajahmu. Ahh mungkin hanya perasaanku saja.
Ama memperhatikan Adel dari jauh, begitupun Henry yang baru saja sampai dirumah.
"Ar kau sudah pulang?" tanya Ama.
"Emm ya Ama, seperti yang kau lihat," Henry mencium punggung tangan Ama.
Tak lama Nyonya Amel turun dari lantai dua.
"Kau sudah pulang? Dimana daddy mu?" tanya Nyonya Amel.
"Ada apa kau mencariku?" suara bariton Tuan Abimanyu menggema. Ia baru saja masuk, tadi dia sedang berbicara dengan Bejo.
"Tak apa Dad, aku hanya bertanya. Tak biasanya kalian pulang sesore ini," Nyonya Amel mendekati sang suami. Mencium punggung tangannya, dan membawakan tas kerja suaminya.
Itu adalah hal rutin yang Nyonya Amel lakukan, setelah ia berhenti mengurusi restorannya. Saat ini usaha kuliner itu, ia percayakan pada Wanda. Sahabat sekaligus partner kerjanya.
Nyonya Amel memilih dirumah, dan tak lagi kembali bekerja. Hal itu tentu saja disambut baik oleh Tuan Abimanyu dan Grandma.
"Kau ini, aku pulang larut dicurigai, pulang lebih awal pun salah," Tuan Abimanyu mendengus.
"Sudahlah, kalian berdua ini, selalu saja meributkan hal sepele," Ama menengahi.
Henry menikmati setiap perdebatan kedua orang tuanya. Ini adalah hal yanh langka, untuk dijumpai. Dulu mereka selalu ribut, karena tak ada yang mau mengalah.
Tetapi keributan kecil seperti sekarang, adalah bumbu keharmonisan keluarganya. Henry tersenyum tipis, hingga tak ada yang menyadarinya.
"Ar, kau bersihkan dulu tubuh baumu itu, kau juga Bi( panggilan Abimanyu dari Ama)." ucap Ama dengan penuh ketegasan.
Semua orang pergi kekamar masing masing. Jam 19.00 WIB, semua anggota keluarga sudah berkumpul dimeja makan.
Tak terkecuali Adel, Ama yang menjemputnya langsung. Supaya Adel mau ikut bergabung untuk makan malam. Awalnya Adel menolak dengan alasan El, takut menangis.
Rena sudah datang sore tadi, sewaktu Adel ditaman belakang. Tugas menjaga El sekarang Rena, jadilah Adel tak punya alasan untuk menolak.
TBC
Terima kasih untuk readers yang masih setia menanti baby El, terima kasih atas dukungannya.
Yang belum, semoga berkenan mendukung author ya. Dengan like, comen dan vote.
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
ganti nama
ama punya kenangan seseorang melihat wajah adel.. siapakah gerangan dia nya thooor???
2021-08-20
0
vaniasti
44
2021-03-25
1
Nalini Nelly
lanjut lg..makmal bersama
2021-03-08
1